jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyatakan langkah jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Surya Darmadi penjara seumur hidup patut diapresiasi.
Dia menyebutkan tuntutan terhadap Surya Darmadi dalam kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan di Indragiri Hulu, Riau bisa menjadi terapi kejut untuk swasta yang merugikan keuangan dan perekonomian negara.
BACA JUGA: Surya Darmadi Merasa Diperlakukan Tidak Adil oleh Kejaksaan
"Bagus itu, terobosan hukum yang rasional sekali. Ini menjadi terapi kejut kepada swasta dan pejabat publik," kata Uchok dalam keterangannya, Senin (20/2).
Menurutnya, langkah tersebut bisa berdampak negatif terhadap pertumbuhan investasi di dalam negeri. Namun, efeknya hanya sementara jika pemerintah melakukan perbaikan.
BACA JUGA: Surya Darmadi Tak Terima Dituntut Penjara Seumur Hidup
"Itu tidak akan lama asal pemerintah memperbaiki lagi sistem transaksi, akuntabilitas pengadaan, pengeloaan angaran, pengadaan lebih terbuka. Kalau itu dikejar, investasi lebih galak lagi," lanjutnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD juga mengapresiasi tuntutan jaksa tersebut.
BACA JUGA: Surya Darmadi Sebut Pemerintah Tak Bisa Terbitkan HGU Sebelum Ditanami Sawit
Sebab, korupsi yang dilakukan Surya Darmadi merugikan keuangan dan perekonomian negara hingga puluhan triliun rupiah.
"Merugikan keuangan negara itu korupsi dalam keadaan biasa itu ancamannya 20 tahun, tetapi merugikan perekonomian negara itu bisa hukuman mati dan dia dituntut seumur hidup," ujarnya.
Mahfud menjelaskan Surya Darmadi membangun usaha dengan prosedur yang salah dengan menyuap kepala daerah dan memanfaatkan lahan negara tanpa izin.
"Saya berharap kita semua tegas terhadap korupsi karena itu adalah uang rakyat," katanya.
Diketahui, JPU menuntut Surya Darmadi dipenjara seumur hidup dan denda Rp1 miliar subsiden 6 bulan kurungan dengan alasannya telah menyerobot lahan negara di Riau sehingga merugikan keuangan negara sekitar Rp4,7 triliun dan US$7,8 juta serta merugikan perekonomian negara Rp73 triliun.(mcr8/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra