jpnn.com, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait penguasaan lahan secara ilegal oleh PT Duta Palma Group Surya Darmadi mengatakan siap membuktikan soal data kepemilikan lahan yang dimiliki oleh perusahaannya.
Surya juga menegaskan, pihaknya akan berupaya keras membuktikan bahwa tudingan Jaksa atas dugaan pidana yang dilakukan, adalah salah.
BACA JUGA: Kejagung Diminta Tidak Kendor Buru Aset Bos Duta Palma
Bos Duta Palma Group ini seluruh lahan perkebunan kepala sawit yang dimilikinya memiliki izin hak guna usaha (HGU) dan surat pembembebasan hutan dan lahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tak seperti yang dituduhkan oleh penuntut umum dalam dakwaannya.
"Saya tidak bisa terima (eksepsi ditolak.red). Kami punya semua HGU dan surat pembebasan lahan. Kami akan banding dan ajukan keberatan (penolakan ekesepsi.red)," kata Surya Darmadi, usai menjalani sidang, Senin (3/10).
BACA JUGA: Duta Palma Serobot Lahan Negara, Jaksa Agung: Pemiliknya DPO KPK
Hal tersebut dikatakan Surya Darmadi menanggapi keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa persidangan kasus ini tetap dilanjutkan melalui putusan sela.
Terhadap putusan sela, kuasa hukum Surya Darmadi Juniver Girsang menyatakan menghormati putusan majelis hakim.
BACA JUGA: Dipanggil KPK, Humas PT Duta Palma Nusantara Mangkir
Justru, dengan berlanjutnya persidangan, pihaknya akan berupaya membuktikan bahwa dakwaan jaksa dan hal-hal negatif yang disorongkan kepada Surya Darmadi, tidak tepat dan sumir.
Juniver kembali mengulas sejumlah hal yang menjadi pertanyaan pihaknya. Perubahan nilai kerugian negara dalam kasus ini yang dikoreksi beberapa kali oleh Jaksa, menjadi hal yang tak pernah terjadi sebelumnya di kasus lain.
Di sisi lain, dua dari tiga perusahaan sawit milik Surya Darmadi telah mengantongi izin hak guna usaha (HGU). Sedangkan tiga perusahaan lainnya tengah proses penerbitan HGU.
Dia menyinggung soal bunyi Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menyebut bahwa lahan usaha yang berada di kawasan hutan diberi waktu tiga tahun hingga 2023 untuk mengurus perizinan pelepasan kawasan hutan.
Adapun sanksi yang ditegaskan beleid itu bersifat administratif. Atas dasar itu, dia mempertanyakan alasan pemidanaan Surya Darmadi.
"Kejagung pernah mengumumkan nilai kerugian negara di kasus Surya Darmadi mencapai Rp104 triliun. Namun, angka tersebut berubah dalam dakwaan menjadi hanya Rp78 triliun. Lantas, naik lagi menjadi lebih dari Rp 80 triliun. Lah, ini kan tidak masuk akal, bukan?" ucap Juniver.
Pihak Surya Darmadi juga merincikan, perhitungan dari BPKP dalam kerugian negara yang ditudingkan dilakukan oleh bos Duta Palma Group atau Darmex Group itu berkisar Rp4 triliun. Sementara nilai lahan yang dipersoalkan juga demikian.
Sebaliknya, berdasar perhitungan JPU menyitir dari kalkulasi perguruan tinggi yang dilibatkan, ada potensi kerugian negara Rp 73.920.690.300.000. Terhadap hal ini, Juniver mempertanyakan dasar perhitungan dan mandat perundangan terhadap penghitung kerugian negara itu.
"Perhitungan itu dari mana? Kenapa bisa demikian besarnya? Dan dasar hukum terhadap lembaga penghitung itu kan harus ada dan dijabarkan, Ini jelas aneh. Sumir," tukasnya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif