Susi ART Ferdy Sambo Mendiskreditkan Brigadir Yosua, Reza Indragiri: Menyedihkan

Kamis, 10 November 2022 – 11:17 WIB
Pakar psikologi forensik sekaligus anggota Pusat Kajian Asesmen Warga Binaan Pemasyarakatan, Poltekip Kemenkumham Reza Indragiri Amriel soal kesaksian ART Ferdy Sambo. Foto: Andika Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Pusat Kajian Asesmen Warga Binaan Pemasyarakatan, Poltekip Kemenkumham Reza Indragiri menyoroti kesaksian ART Ferdy Sambo, Susi dan sekuriti Damianus Laba Kobam alias Damson mengumbar sifat-sifat negatif mendiang Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J di ruang sidang.

Di antara, mereka menyebut Yosua sosok yang suka marah-marah alias tempramental, bahkan Brigadir J disebut kerap ke tempat hiburan malam.

BACA JUGA: Susi Sebut Brigadir J Temperamental, Suka Marah-Marah, Menggerutu, Selalu Lama

"Sifat-sifat negatif mendiang Brigadir Yosua mulai dikulik di ruang sidang. Ini namanya profiling. Dan karena Yosua adalah korban, maka profiling yang disusun semestinya adalah victim profiling," ujar Reza menyampaikan analisisnya kepada JPNN.com, Kamis (10/11).

Menurut Reza, alih-alih membuat publik paham dan bersimpati akan kondisi Yosua yang membuatnya menjadi korban pembunuhan berencana, victim profiling itu justru mendiskreditkan eks ajudan Ferdy Sambo sebagai orang dengan serbaneka tabiat buruk, terlepas apakah profiling itu benar atau tidak.

BACA JUGA: Konon Brigadir J Sering ke Tempat Hiburan Malam, Nama Berubah, Habis Rp 15 Juta

"Sifat-sifat buruk Yosua itulah yang seolah membenarkan bahwa almarhum telah melakukan kekerasan seksual. Jadi, victim profiling tentang Yosua itu justru beraroma criminal profiling," tutur

Pria yang juga pakar psikologi forensik itu juga mencermati sejumlah saksi yang begitu kompak dan fasih menyebut watak-watak buruk Yosua, namun tidak ada satu pun kata sifat yang positif tentang Brigadir J.

BACA JUGA: 6 Fakta Video Syur Kebaya Merah, Pemesan Tema Resepsionis Hotel Siap-Siap Saja

Reza bahkan menyebut para saksi itu 'hebat'. Sebab, mereka punya proses berpikir yang sama, artikulasi spontan yang sama, kosakata yang sama, dan 'kelupaan' yang sama untuk menyebut satu kebaikan pun tentang Yosua.

"Filter mentalnya seragam, semua isi keterangan mereka pun kelam. Saya berharap ada fairness dan purposefulness," ucap penyandang gelar MCrim dari University of Melbourne Australia itu.

Fairness pertama, kata Reza, tidak mungkin ada manusia yang isinya sampah semua. Termasuk Yosua yang menjadi korban dugaan pembunuhan berencana oleh Ferdy Sambo Cs.

Jadi, setelah Yosua dilukiskan sebagai manusia dengan sifat-sifat negatif, bolehlah para saksi dan ahli juga dikondisikan untuk tidak bias dan tidak lalai menjabarkan sifat-sifat positif almarhum.

"Pasti ada. Kecuali jika saksi diajari untuk lupa," kata pria yang pernah mengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK/PTIK) itu.

Fairness kedua, lanjutnya, karena sudah ada victim profiling beraroma profil kriminal tentang Yosua, maka bolehlah di ruang sidang itu juga disodorkan criminal profiling tentang Ferdy Sambo dan Putri Candrawati.

Reza menyebut Polri butuh criminal profiling itu. Yakni, agar paham dinamika kehidupan Ferdy Sambo lalu mencegah para perwira tinggi menjadi Sambo-Sambo baru.

"Masyarakat juga bisa menggunakan criminal profiling itu untuk mewaspadai orang-orang dengan ciri-ciri yang sama, sehingga bisa memperkecil risiko menjadi sasaran pembunuhan berencana," tuturnya.

Lalu soal purposefulness, Reza menyebut karena lukisan kelam tentang kepribadian Yosua itu tampaknya akan dipakai untuk menopang tuduhan kekerasan seksual, maka ahli yang membuat profiling harus bisa menjelaskan bagaimana sifat-sifat Brigadir J bisa bersimpul sedemikian rupa mendorong dirinya melakukan tindakan asusila.

Tanpa penjelasan, Reza menyebut profiling itu hanya akan menambah stigma buruk berikutnya terhadap Yosua dan keluarga besarnya.

"Betapa menyedihkannya andai profiling hanya menjadi ajang re-viktimisasi terhadap Yosua. Sudah jatuh ditimpakan tangga pula. Sudah ditembak mati, lalu disebut menembak teman, bukan dipulihkan martabatnya, tapi kini justru dipotret dengan sedemikian jeleknya," ucap Reza Indragiri. (fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nasib 54.000 Guru Honorer Lulus PG Terkatung-katung, Ada yang Diberhentikan Sekolah


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler