jpnn.com, JAKARTA - Debat terbuka perihal benih lobster yang digagas Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik (KP2) Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia berlangsung di Gedung Mina Bahari 3, Jakarta Pusat, Rabu (19/2). Namun, setelah sekitar 3,5 jam acara berlangsung, mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti tidak terlihat.
Sebelumnya, undangan debat terbuka disampaikan langsung oleh Effendi ke Susi, melalui media sosialnya. Effendi menerangkan, debat tersebut untuk mencari fakta sebenarnya perihal benih lobster dan mafia ekspor benih lobster. Effendi sendiri merupakan Ketua KP2 Kelautan dan Perikanan.
BACA JUGA: Bu Susi Pudjiastuti Ditantang Debat Terbuka soal Benih Lobster
Dalam membuka acara itu, Effendi menerangkan ada empat logika sesat perihal benih lobster yang beredar di masyarakat. Logika sesat pertama yakni lobster terancam punah. Effendi meragukan kebenaran pernyataan itu karena badan dunia sendiri, yakni IUCN dan CITES tidak menyatakan demikian statusnya. IUCN berdiri dari tahun 1948 beranggotakan 1.400 lembaga pemerintah/negara dan LSM. Di dalamnya juga afa 16.000 ilmuan dan pakar.
“Tentu kita tidak dapat memegang kebenaran lobster terancam punah hanya dari satu individu. Kecuali yang ngomong badan dunia yang diakui,” ujar Effendi.
BACA JUGA: Bu Susi Lepas Liarkan 37 Ribu Benih Lobster Hasil Selundupan di Banyuwangi
Logika sesat kedua perihal Pemen KP Nomor 56 tahun 2016 tentang lobster, kepiting dan rajungan. Permen ini tidak mengizinkan adanya budidaya, dan lobster hanya boleh diambil dari alam tidak dalam keadaan bertelur dan ukuran panjang karapas di atas 8 Cm atau berat di atas 200 gram per ekor. Alasan aturan ini demi kelestarian lobster. Padahal menurut Effendi, untuk lobster mutiara misalnya, rata-rata bertelur di atas 700 gram.
“Apa artinya? Permen ini justru mendukung kepunahan lobster mutiara. Dia tidak boleh dibudidaya dan diambil dari alam sebelum bisa bertelur,” tegas Effendi.
BACA JUGA: Bu Susi, Nelayan Daerah Ini Masih Buru Benih Lobster
Logika sesat ketiga yaitu di neraga lain tidak ada budidaya lobster, hanya dibiarkan dipelihara alam dan Tuhan, lalu diambil setelah besar. Effendi mengaku sudah menanyakan langsung pada dua negara, yaitu Australia dan Vietnam. Hasilnya, tidak ada larangan sama sekali untuk budidaya lobster. Vietnam sendiri merupakan negara terbesar pengekspor lobster. Menurut Effendi, pemerintah melalui KKP, saat ini justru mendorong pembudidayaan lobster.
“Kenapa didorong sektor budidaya? Karena tingkat kehidupan benih bening (benur) itu sangat kecil. 1:10.000 di sink population dan 1:1.000 di daerah non-sink population,” ujar Effendi.
Sink population berarti di area tersebut terdapat banyak sekali benih lobster, gampang terlihat, namun di daerah itu juga terdapat banyak predator.
Logika selanjutnya adalah memelintir berapa sebenarnya jumlah benih lobster per tahun di Indonesia. Peneliti lobster Bayu Priambodo menyebut ada sekitar 2 miliar benih lobster per tahun di kawasan sink population. Sementara angka di Balai Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, jumlahnya lebih fantastis yakni 850 milyar benih lobster per tahun di wilayah perairan Indonesia. Data ini tercantum dalam halaman 28, di bawah BAB V (Potensi Ekonomi Sumber Daya), Sub Bab V.1 (Potensi Ekonomi Sumber Daya Lobster.
“Data di Balai Riset menyatakan, ‘Bila 50 persen benih dibiarkan di alam, maka yang dapat diambil benihnya sekitar 425 miliar benih per tahun. Artinya dari data itu, ada 850 milyar benih per tahun di wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia,” terang Effendi.
Effendi mengaitkan besarnya angka tersebut dengan praktik penyelundupan benih lobster yang nilainya mencapai Rp900 miliar per tahun. Dari hasil investigasinya, Vietnam membutuhkan 146 juta benih per tahun untuk kelangsungan budidaya lobster.
“Kalaulah nanti dibuka kran lobster, setelah KKP dan KP2 membuat MoU dengan Hatchery Lobster untuk menjamin pelestarian, maka angka 146 juta itu tidan ada artinya dengan angka 2 milyar atau 850 milyar. Namun ini artinya besar bagi para penyelundup. Kelangsungan bisnis penyelundup jelas terancam dengan adanya rencana dibukanya kran lobster setelah KKP dan KP2 membuat MoU Hatchety Lobster,” tegas Effendi.
“Semoga semuanya kini jernih dan tidak sesat lagi. Saya bukan ahli lobster tapi sebagi KP2, tugas saya mengkomunikasikan. Ilmuan bisa saja salah, tapi ilmuan tidak boleh bohong,” tambahnya.
Perihal ketidakhadiran Susi, Effendi mengaku tetap menghormati Susi. Menurutnya, padahal acara berlangsung sangat santai, karena tidak mencari siapa yang benar dan salah. Acara ini hanya untuk mengungkap fakta perihal benih lobster saja.
“Tadi pada liat sendiri bagaimana acaranya berlangsung santai. Data yang dipakai juga data KKP saat beliau menjabat. Sampaikan salam hormat saya untuk beliau,” pungkasnya.
Acara yang dipandu Effendi Gazali itu dihadiri oleh pakar dan peneliti lobster, peneliti benih, perwakilan organisasi nelayan dan budidaya, pelaku usaha dan juga perwakilan Kadin. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil