Sutarmidji: Kalau Anies kan Cuma Berani Satu, Alexis

Jumat, 24 November 2017 – 00:12 WIB
Wali Kota Pontianak Sutarmidji. Foto: Boy/JPNN.com

jpnn.com, PONTIANAK - Sikap tegas Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menutup Hotel Alexis beberapa waktu lalu, menyedot perhatian publik.

Nah, sebelum Anies melakukan itu, Wali Kota Pontianak Sutarmidji sudah lama tidak memperpanjang hotel yang diindikasikan sebagai sarang prostitusi.

BACA JUGA: Eks Plt Gubernur DKI Bantah Tudingan Anies soal Staf Ahok

Salah satunya Hotel F yang berlokasi di Kecamatan Pontianak Selatan.

Tak diperpanjangnya izin usaha pariwisata Hotel F lantaran digunakan untuk tempat prostitusi terselubung. Ketika pihak terkait melakukan razia selalu saja di Hotel F ada yang terjaring.

BACA JUGA: Pak Anies, Relawan Minta TGUPP Dibubarkan Saja

"Dah lama dah, sebelum Alexis itu, kami sudah cabut," kata Sutarmidji, seperti diberitakan Rakyat Kalbar (Jawa Pos Group).

Tidak hanya Hotel F, saat ini Pemkot sedang membidik Hotel O. Pemkot rencananya tidak akan memperpanjang izin Hotel O yang akan habis pada 2018.

BACA JUGA: Pak Anies Tolong Hati-Hati Pilih Orang untuk TGUPP

"Saya bilang jangan diperpanjang juga karena indikasinya di situ jadi hotel orang untuk prostitusi terselubung," ucapnya.

Sutarmidji menegaskan, izin usaha pariwisata hotel yang diyakini melakukan praktek prostitusi tersebut tidak akan di perpanjang. Kecuali pihak manajemen mau merubahnya.

"Kalau Anies kan cuma berani satu, Alexis. Tapi sebelum Alexis kita duluan mencabut izin usaha pariwisata. Alexis kan dicabut karena izin usaha pariwisata tak diperpanjang. Nah, ini pun tak kita perpanjang," jelasnya.

Alasan tak di berikan perpanjangan izin karena ketika razia selalu ada pasangan mesum. Bahkan yang terjaring cukup banyak. "Satu hari ada yang bisa dapat sepuluh," ucap Sutarmidji.

Sementara Kepala Dinas Penanaman Modal Tenaga Kerja dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTK-PTSP) Kota Pontianak Junaidi menerangkan, pihaknya tidak memperpanjang izin Hotel F karena sebelumnya diindikasi menjadi tempat menampung kegiatan asusila.

"Jadi itu pertimbangan kita sehingga harus ditinjau ulang, itu tidak kita perpanjang," jelasnya.

Sementara Hotel O izinnya akan berakhir Juni 2018. Walaupun pihaknya sudah melakukan pembinaan, tetapi kalau sepanjang masih diindikasi digunakan sebagai tempat menampung prostitusi, maka tidak akan dilakukan perpanjangan.

Bahkan akan dilakukan penutupan. Sementara salah satu penginapan di Kecamatan Pontianak Utara yang pernah beberapa kali menjadi lokasi pembunuhan, menurut Junaidi tidak masalah. Sepanjang mereka masih mengikuti ketentuan.

"Itu merupakan tindakan person, karena kriminal di luar kemampuan dari manajemen hotel, tapi kalau pihak manajemen sendiri yang menyediakan bahkan mungkin terkait dengan pengguna pemakai, kita lakukan penutupan terkait kegiatan usahanya," tegasnya.

Junaidi mengklaim, pengawasan tidak hanya dilakukan terhadap hotel, tetapi juga di Tempat Hiburan Malam (THM). Junaidi menyebutkan, pihaknya dulu pernah menutup tiga THM.

Sampai saat ini juga salah satunya sudah tidak beroperasional. Sedangkan yang lainnya sudah mengikuti aturan sehingga izinnya diterbitkan kembali. "Diindikasi waktu itu terkait dengan razia oleh BNN ditemukan Narkoba," jelas Junaidi.

Sementara Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kalbar Yuliardi Qamal menuturkan, jika kepala daerah atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait melakukan penutupan atau pembekuan izin hotel, pastilah sudah penuh dengan pertimbangan.

"Kalau memang anggota saya melakukan hal yang tidak benar dan sampai keputusan kepala daerah menutup, itu pasti penuh pertimbangan, karena bagaimana pun kami penyumbang Pendapatan Asli Daerah untuk Kota Pontianak. Apalagi sekarang ini banyak hotel baru berdiri di Kota Pontianak," tuturnya.

Menurutnya, penutupan yang dilakukan pemerintah sudah melalui proses. Artinya sesuai Standar Operasional Prosedur seperti dengan adanya teguran pertama sampai ketiga.

"Itu pasti sudah dirundingkan bersama OPD terkait. Ada unsur pembinaan dulu, barulah sampai ke penutupan. Jadi kalau misalnya keputusan itu terjadi, itulah keputusan kepala daerah. Dan saya sebagai Ketua PHRI tidak akan menghalangi hal yang tidak benar," sebutnya.

Pembinaan kata dia, sebaiknya dilakukan secara bersama agar saling menguntungkan. Tetapi di sisi lain, ini berkaitan dengan faktor yang bisa mencoreng Kota Pontianak karena dijadikan tempat prostitusi.

"Kita mau ngambil yang tengah-tengah ini tidak mudah, tapi bagaimana pemerintah untuk mengambil jalan tengahnya," sarannya.

Hotel untuk orang menginap dan beristirahat. Kalau disalahgunakan dan terindikasi disalahgunakan, ia pun mempersilahkan pemerintah untuk mengambil tindakan.

Karena setiap semua jenis usaha pasti ada efek samping atau risikonya. "Segala sesuatu memang perlu ada protek dan prosedurnya," ucapnya. (mau/arm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anies Tambah Dana Hibah, Ormas Diguyur Duit Miliaran Rupiah


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler