JAKARTA - Keinginan Diky Chandra untuk mundur dari jabatannya selaku Wakil Bupati Garut, karena merasa sudah tidak cocok lagi dengan Bupati Aceng HM Fikri menarik perhatian kalangan Komisi II DPRPolitisi dari PDIP Arif Wibowo memandang alasan pengunduran diri Diky Chandra yang sangat pribadi itu melanggar etika sebagai pejabat negara dan tidak bertanggungjawab.
"Saat dia (Diky) terpilih, tugasnya adalah mengemban amanat rakyat
BACA JUGA: Anggota KPU Buton Aku Terima Uang
Kalau mundur artinya tidak bertanggungjawabMenurut dia, pemerintahan merupakan urusan publik, bukan domain privat
BACA JUGA: PKB Ingin Lily Minta Maaf Langsung ke Cak Imin
"Artinya, menjadi pejabat negara bukan hanya menyangkut dirinya sendiriArif menyarankan bila ada masalah antar pasangan kepala daerah seharusnya dibicarakan secara terbuka
BACA JUGA: KPU Buton Dituding Terima Suap Rp 84 Juta
Kalau memang perlu melibatkan DPRD"Jadi, jangan dikecilkan menjadi problem pribadi lalu mundur," sindirnyaDia berharap Diky mau membatalkan keinginannya untuk mundur"Kecuali masyarakat yang memang memintanya mundurLha ini sampai sekarang nggak ada alasan yang jelas," kata Arif.Persoalannya memang dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah saat ini terbuka peluang bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah untuk berhenti, karena permintaan sendiriMenurut Arif, ini harus diperbaiki melalui revisi RUU PemdaAlasan yang sifatnya sangat pribadi terkait kecocokan dengan pasangan kepala daerahnya tidak bisa menjadi dasar untuk pengunduran diri.
"Mesti ada sanksi, baik administratif, maupun pidanaBiar tidak menggampangkan masalahKasusnya itu (Diky Chandra) kan pribadi, tidak boleh mereduksi kelembagaan pemerintahan," kata ArifDuet Aceng HM Fikri dan Diky Chandra terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Garut untuk masa periode 2009 "2014 dari jalur perseorangan.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek menyampaikan Mendagri telah meminta Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan untuk memfasilitasi proses "rujuk politik" antara Diky Chandra dengan Aceng HM Fikri.
"Meskipun menurut undang "undang, mengundurkan diri itu hak, tapi Mendagri melihat idealnya Diky tidak mundur," kata Reydonnyzar usai mengikuti rapat di Gedung DPR.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Mendagri, lanjut Reydonnyzar, alasan mundurnya Diky memang betul-betul ketidakcocokanMisalnya, soal terbatasnya peran dan kewenangan wakil bupati"Tapi, itu juga sebenarnya klasikKarena di UU No.32/2004 saja memang belum mengaturnya secara detil," kata Reydonnyzar.
Alasan lainnya adalah terkait porsi belanja penunjang operasional kepala daerah dan wakil kepala daerahMenurut dia, Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebenarnya telah memberikan ruang yang cukup fleksibelPembagiannya berdasarkan kesepakatan kepala daerah dan wakilnya.
"Ada yang 65:35, 60:40, atau 50:50Jadi, porsi terbesar untuk kepala daerahnyaTapi, ada juga yang memberi porsi besar untuk wakil," ujar Reydonnyzar.
Meski begitu, Reydonnyzar mengapresiasi "keberanian" Diky ChandraMenurut dia, dari 244 pasangan kepala daerah produk pilkada langsung, tak lebih dari 15 persen yang kembali maju dalam satu paketNamun, hampir semuanya menyembunyikan saja ketidakcocokan atau permasalahannya dengan pasangannyaBaru saat menjelang pilkada, persoalan itu mencuat dalam bentuk pecah kongsi.
"Diky ini berani terbukaDi beberapa daerah, diam sajaAda yang menunggu durian runtuhMisalnya, kalau kepala daerah menjadi tersangka," katanyaReydonnyzar menyampaikan mekanisme pemilihan kepala daerah dalam satu paket ini kini tengah dikaji serius oleh Kemendagri.
Dalam revisi RUU Pemda dan perumusan RUU Pilkada, Kemendagri berencana mengusulkan pilkada hanya untuk memilih kepala daerahSelanjutnya, kepala daerah terpilih akan mengajukan sejumlah alternatif calon wakil kepala daerahnya dari kalangan PNS(pri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... UU Penanganan Konflik Jangan Usik Masyarakat Adat
Redaktur : Tim Redaksi