jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Syarief Hasan mengkritik pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang tidak solutif dan menganggap utang Indonesia yang menembus angka Rp 7.014 triliun masih dalam kondisi aman.
Dalam Laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang Indonesia telah menembus Rp 7.014 triliun terhitung pada Februari 2022.
BACA JUGA: Update Utang Indonesia Per Februari 2022, Alhamdulillah Ada Kabar Baik
Dari jumlah fantastis tersebut, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) kini naik menjadi 40,17 persen atau mendekati ambang batas normal utang.
Syarief Hasan melontarkan kritikan tersebut karena menilai Menkeu Sri Mulyani tidak peka dengan kondisi keuangan Indonesia.
BACA JUGA: The Fed Segera Tingkatkan Suku Bunga, Bagaimana Nasib Utang Indonesia?
"Indonesia kini diterpa berbagai isu kenaikan harga bahan pokok hingga kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19 ditambah utang, tetapi Menteri Keuangan hanya memberikan pernyataan aman tanpa mengambil langkah solutif untuk menekan utang," kata Syarief Hasan melalui keterangan yang diterima Senin (18/4).
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga membeberkan data dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang beberapa kali telah mengingatkan potensi gagal bayar utang Indonesia.
"Dalam hasil review atas kesinambungan fiskal, BPK menyebutkan terjadi tren penambahan utang Indonesia dan biaya bunga yang melampaui Produk Domestik Bruto (PDB) sehingga berbahaya bagi kondisi fiskal nasional. Ini bertentangan dengan penyataan Menkeu yang tidak solutif," tegasnya.
BACA JUGA: Enggak Perlu Panik soal Rasio Utang Indonesia, Begini Kata Kemenkeu
Syarief Hasan juga menyebutkan pengelolaan keuangan negara saat ini makin memprihatikan.
Dari berbagai kajian akademis menunjukkan bahwa rasio debt service terhadap penerimaan mencapai 46,77 persen dan rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan mencapai 19,06 persen melampaui rekomendasi IMF.
"Ini tentu hal yang berbahaya bagi keuangan negara,” tegas politisi senior Partai Demokrat itu.
Syarief Hasan mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan kondisi keuangan negara dan melakukan langkah untuk menekan utang.
"Indikator kerentanan utang Indonesia berasal dari hasil kajian BPK yang menyebutkan bahwa utang Indonesia melampaui batas rekomendasi International Monetary Fund (IMF) dan International Debt Relief (IDR)," ucapnya.
Dia juga menegaskan kenaikan utang ini akan merugikan rakyat.
Sebab, dengan kondisi tersebut mengakibatkan pemasukan yang diperoleh dari rakyat digunakan sebagian besar untuk membayar utang dan bunga utang.
"Padahal seharusnya lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat," pungkas Syarief Hasan. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi