jpnn.com - JAKARTA - Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman diminta untuk segera memenuhi janjinya membersihkan permainan dalam penanganan perkara di kepolisian. Terlebih lagi, Sutarman saat menjalani fit and proper test sebagai calon Kapolri di hadapan Komisi III DPR pernah berjanji memberantas jual beli kasus yang tengah ditangani polisi.
Menurut anggota Komisi III DPR dari Fraksi Hanura, Syarifudin Sudding, Sutarman harus memegang janjinya untuk memberantas berbagai praktik penyimpangan di kepolisian. Sebab, polisi harus bisa menjalankan fungsinya sebagai pelindung dan pelayan masyarakat. "Bukan sebaliknya, malah menyusahkan masyarakat,” katanya di Jakarta, Selasa (19/11).
BACA JUGA: Dalami Kasus Alkes Tangseng, KPK Periksa Tiga Saksi
Menurut Sudding, dirinya memang sering mendengar adanya jual beli kasus di kepolisian. Meski tidak memegang data pasti tentang kabar terkait jual beli kasus di kepolisian, namun Sudding berharap Sutarman tidak tutup mata terhadap anggota Polri yang nakal. "Kapolri Sutarman harus memperbaiki citra polisi dengan menindak tegas bawahannya yang kerap bermain-main kasus," cetusnya.
Sedangkan anggota Komisi III DPR lainnya, Eva K Sundari mengungkapan, selama ini yang jadi sorotan dalam jual beli kasus adalah penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Atau, ada pula penyidikan yang terkesan tidak serius. Misalnya 9 kasus pengaduan buruh di wilayah Jawa Barat ke polisi, tak satupun dikabulkan pengadilan.
BACA JUGA: Penyidik KPK Beber Penangkapan Penyidik Pajak
Atau, ada juga kasus malapraktik kedokteran. Eva mengaku memiliki data tentang 265 kasus malapraktik yang masuk ke kepolisian. Hanya saja, katanya, cuma 1 kasus yang lolos. "Itu pun karena Kapolresnya lulusan S2 kesehatan,” sebutnya.
Yang juga membuat Eva getir adalah kasus perdagangan manusia. Menurutnya, ada 50 kasus perdagangan manusia yang tak jelas juntrungnya.
BACA JUGA: Tak Disanksi, Larangan Mutasi Jelang Pilkada Marak
Karenanya Eva berharap Sutarman bisa membuat skenario untuk mengakhiri praktik penyimpangan dalam penanganan kasus di kepolisian. "Sehingga semua kasus yang masuk ke penyidik kepolisian bisa dituntaskan dan tidak ada lagi jual beli kasus," cetusnya.
Terpisah, praktisi hukum Petrus Selestinus mengaku pesimistis praktik jual beli kasus di kepolisian bisa diakhiri. Pengacara yang sering berurusan dengan kepolisian itu mengatakan, ada banyak modus dalam jual beli kasus. Misalnya, menurunkan status tersangka menjadi saksi.
Atau, ada pula modus pengaturan pasal yang disandangkan pada tersangka. "Awalnya pasal dibuat sebanyak mungkin untuk menahan tersangka lebih lama. Ujung-ujungnya duit. Tawar-menawar pasal terjadi, dengan harga sekian pasal ini dihilangkan," katanya.
Meski demikian Petrus tak mau menganggap polisi sebagai biang kesalahan dalam jual beli kasus. Pasalnya, masyarakat juga ikut andil, termasuk memesan penyidik untuk menerapkan pasal tertentu kepada pihak lain.
Karenanya Petrus mengaku pesimistis persoalan jual beli kasus bakalbisa diberantas. "Ibaratnya sudah berkarat. Apa mampu Komisi III DPR membongkrak praktik mafia kasus? Atau Kapolri baru juga bisa memberantasnya?" pungkasnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Periksa Ketua KPUD dan Wakil Bupati Lebak
Redaktur : Tim Redaksi