jpnn.com - JPNN.com-- Menghadapi tahun baru, justru guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT) SMA/SMK negeri di Surabaya sedang galau berat.
Ini karena pelimpahan kewenangan SMA/SMK ke provinsi.
BACA JUGA: Jelang Akhir Tahun, SMA/SMK di Surabaya Makin Galau
Gaji 2017 dipastikan terkatung-katung. Sementara itu, SMA/SMK swasta merasa senang akhirnya swasta dan negeri sama-sama berbayar sehingga bisa saling mengadu kompetensi.
Pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memang berdampak banyak.
BACA JUGA: Setelah Ditolak Pakde Karwo, Muncul Usulan Ini
Salah satunya, bantuan operasional pendidikan daerah (bopda) tidak bisa dicairkan setelah kewenangan SMA/SMK beralih ke provinsi.
"Dengan tak cairnya bopda pada tahun 2017 bagi sekolah SMA dan SMK, bisa dipastikan kesejahteraan GTT dan PTT akan terancam," ungkap Ketua Forum Honorer K-2 Indonesia (FHK2I) Jatim Eko Mardiono.
BACA JUGA: Sartono, Pencipta Lagu Hymne Guru yang Mulai Terganggu Daya Ingatnya
Kegelisahan tersebut, ucap dia, sangat beralasan. Sebab, selama ini guru honorer mengandalkan dana bopda dari Pemkot Surabaya.
Kegelisahan itu, tutur Eko, sudah pernah dialami GTT dan PTT saat bopda triwulan IV (Oktober-Desember) tersendat.
Akibatnya, banyak GTT dan PTT yang tidak digaji secara penuh.
Mereka harus bersabar menunggu pelunasan pada akhir tahun.
"Nah, jika pada tahun 2017 bopda tak cair, para GTT dan PTT jelas akan semakin kelimpungan," kata tenaga administrasi SMPN 37 tersebut.
Eko memprediksi, jika bopda tidak cair, penggajian GTT dan PTT akan menggunakan dana operasional sekolah (BOS) dari pusat.
Namun, upaya itu tak akan tepat lantaran anggaran untuk penggajian GTT dan PTT di setiap sekolah tidak sedikit.
"Apalagi, GTT dan PTT di sekolah negeri di Surabaya selama ini mendapat gaji sesuai UMR kota," terangnya.
Tidak hanya GTT dan PPT, setelah pelimpahan UU Nomor 23 Tahun 2014 berjalan, ketidakjelasan nasib juga akan menimpa tenaga outsourcing (kontrak) yang ditempatkan di SMA dan SMK.
Sebab, penggajian sebanyak seribu GTT dan PTT setiap bulan biasanya mengandalkan pemkot.
Terpisah, Achmad Diran, salah seorang GTT, mengungkapkan kekhawatirannya. Diran mencemaskan upah pada Februari.
"Kalau Januari ini, kami masih bisa berharap karena penggajian masih ikut Desember. Tapi, kalau gaji Februari mendatang, kami tak bisa memastikan," jelas guru yang telah mengabdi selama 15 tahun tersebut.
Sementara itu, hal berbeda diungkapkan Kepala SMA 17 Agustus 1945 Prehantoro.
Pihaknya menyambut baik peralihan SMA/SMK ke provinsi.
Apalagi, ada peraturan pemberlakuan SPP bagi seluruh SMA/SMK negeri.
"Jadi, posisinya sama dengan sekolah swasta, sama-sama berbayar," ucapnya.
Menurut Prehantoro, kepala SMA/SMK swasta lain mengungkapkan hal senada.
Sebab, selama ini mereka merasa diperlakukan berbeda. Masyarakat cenderung memilih sekolah negeri karena gratis.
Sekolah swasta belum menjadi pilihan utama. Dengan pemberlakuan SPP, dia berharap kondisi itu tidak terjadi lagi.
Meski demikian, Prehantoro menegaskan bahwa tugas guru di Surabaya akan semakin berat setelah masa peralihan.
Mereka harus lebih aktif dan inovatif untuk memacu potensi dan prestasi siswa.
"Guru harus lebih semangat untuk membuat siswa lebih kompetitif," tuturnya. (elo/ant/c20/nda/flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia