jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) mengupayakan solusi pada saat volume pupuk subsidi terus berkurang.
Jika selama ini pupuk subsidi dialokasikan sebanyak 9,55 juta ton, maka tahun 2019 turun menjadi 8,6 juta ton. Tahun 2020 mendatang alokasi turun lagi menjadi 7,9 juta ton.
BACA JUGA: Luas Tambah Tanam Padi Sumsel Diyakini Capai 200.000 Hektare Selama Musim Kemarau
“Alokasi pupuk subsidi disesuaikan dengan luas tanam,” kata Direktur Pupuk dan Pestisida, Kementerian Pertanian (Kementan), Muhrizal Sarwani, Kamis (5/9).
Alokasi pupuk subsidi tahun 2019 jumlah lebih kecil dibandingkan tahun 2018. Berdasarkan Permentan No 47/2018 tentang tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Tahun 2019 sebanyak 8,87 juta ton.
BACA JUGA: Kementan Perkuat Regulasi HPT Mendukung Akselerasi Peningkatan Produktivitas Pakan Ternak
Tahun sebelumnya yaitu 2018, alokasi pupuk subsidi mencapai 9,55 juta ton. Perubahan alokasi ini karena berbasis luas baku lahan. Alokasi pupuk tahun lalu, berdasarkan luas baku lahan pertanian BPN tahun 2013 mencapai lebih dari 8 juta ha.
Sedangkan alokasi pupuk subsidi tahun 2019 berdasarkan pada luas baku lahan pertanian Badan Pertanahan Nasional (BPN) tahun 2018 yang mencapai 7,1 juta ha.
BACA JUGA: Kementan Ekspor Serabut Kelapa Banyuwangi ke Tiongkok
Kementan sebenarnya sudah mengalokasikan kebutuhan pupuk tahun ini sama dengan tahun sebelumnya.
Hal ini terlihat dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2019 menyebutkan alokasi sebesar 9,55 juta ton.
Rincian dari DIPA tahun 2019 adalah Urea 4,1 juta ton, SP-36 sebanyak 850 ribu ton, ZA sebanyak 1,05 juta ton, NPK tercatat 2,55 juta ton, dan Organik 1 juta ton.
Namun dalam Permentan No 47/2018, yang berbasis luas baku lahan pertanian tahun 2018, rincian kebutuhan pupuk subsidi Urea sebesar 3,825 juta ton, SP-36 sebanyak 779.000 ton, ZA tercatat 996.000 ton, NPK sebesar 2,326 ribu ton dan organik 948.000 ton.
“Ini berbeda karena DIPA berdasarkan serapan tahun sebelumnya, sedangkan Permentan berdasarkan proposional luas baku lahan,” kata Muhrizal.
Di mengatakan, pupuk subsidi yang dialokasikan pemerintah jumlahnya terbatas. Petani harus bisa memanfaatkan sebaik mungkin.
Selain itu, petani juga bisa memanfaatkan pupuk organik untuk memulihkan kondisi lahan.
“Walau ketersediaan pupuk bersubsidi masih kurang, tapi kalau tidak disediakan, petani bisa komplen. Sebenarnya, pupuk bersubsidi yang dibutuhkan sebanyak 12-13 juta ton per tahun. Namun, yang disediakan hanya 8,847 juta ton,” tegasnya.
Muhrizal mengatakan, untuk mengatasi hal ini, Badan Litbang Pertanian sedang melakukan kajian apa ada unsur yang bisa dikurangi atau ditambah.
“Bisa saja kita kurangi P (Pospat) dan K (Kalium) dalam pupuk NPK,” tegasnya.
Dia menambahkan, jika komposisi NPK 15-15-15, maka bisa dikurang menjadi NPK 15-10-10.
Pengurangan komposisi ini bisa dialihkan untuk menambah volume pupuk subsidi. Namun, katanya, semua kemungkinan masih dikaji.
Sehubungan dengan kajian tersebut, Muhrizal belum bisa memastikan apakah pengurangan volume pupuk subsidi ini berpengaruh terhadap produktivitas tanaman.
“Yang pasti, jumlah petani atau kelompok tani yang mendapat jatah pupuk subsidi juga berkurang,” tegasnya.
Dia juga menyebutkan, realisasi penyaluran pupuk subsidi per 25 Agustus 2019 sudah mencapai 64,8% dari alokasi setahun sebanyak 8,8 juta ton.
Rinciannya, urea sudah terealisasi 2,46 juta ton (64,4%) dari alokasi setahun 3.825.000 ton; SP-36 dari alokasi sebanyak 779.000 ton sudah terserap sebanyak 566,6 ribu ton (72,7%).
Sedangkan untuk pupuk ZA, dari alokasi 996.000 ton sudah tersalurkan 610,6 ribu ton (61,3%); NPK alokasi sebanyak 2.326.000 ton sudah terealisasi sebanyak 1,63 juta ton (70,1%); dan pupuk organik alokasi 948.000 ton sudah tersalurkan 477,7 ribu ton (50,4%). (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan - Kodam Siliwangi Bersinergi Mengatasi Dampak Kemarau di Sektor Pertanian
Redaktur : Tim Redaksi