SELAIN empat fakta yang terungkap setelah rapat di Kemenhub kemarin, ada kepingan fakta yang lain tidak kalah penting. Yaitu terkait keberadaan emergency manual yang diwajibkan oleh EASA (badan keselamatan penerbangan Eropa).
Berdasar penelusuran Jawa Pos, EASA pada 9 Desember 2014 lalu merilis Emergency Airworthiness Directive atau perintah terkait kelaikan terbang saat kondisi darurat. Aturan ini berlaku efektif mulai 11 Desember 2014.
Perintah tersebut dikeluarkan untuk seluruh pesawat Airbus jenis A318, A319, A320, dan A321. Sebagaimana diketahui, pesawat QZ8501 berjenis A320.
Alasan diterbitkannya aturan itu, beberapa waktu sebelumnya EASA menerima laporan insiden sebuah pesawat Airbus jenis A321. Pesawat itu mengalami gangguan pada mekanisme Angle of Attack (AOA) saat mencoba naik ke posisi yang lebih tinggi.
Insiden itu terjadi saat beberapa sensor membeku saat melalui cuaca buruk. EASA tidak merinci penerbangan yang terganggu tersebut, hanya menyebut jika akhirnya pesawat bisa mendarat dengan selamat.
AOA adalah sudut antara sayap pesawat dan aliran udara yang melewati pesawat. Jika sudut ini terlalu besar, maka sayap bisa stall (macet) dan kehilangan daya angkat. Nah, pilot pun harus cepat tanggap, jika tidak maka bisa kehilangan kendali dan pesawat bisa menukik ke bawah.
Karena itu, EASA lantas memerintahkan agar Airbus segera merevisi Airplane Flight Manual (AFM) atau petunjuk manual penerbangan pesawat. Alternatif lain adalah, menambahkan lampiran terkait prosedur kondisi darurat sebagaimana yang terlampir dalam perintah bernomor AD No: 2014-0266-E dalam buku manual penerbangan.
BACA JUGA: Serpihan Misterius di Selat Gaspar
EASA juga sudah meminta Airbus untuk menginformasikan kepada seluruh kru penerbangan yang mengoperasikan pesawat jenis A318, A319, A320, dan A321 untuk berjaga-jaga jika menghadapi kondisi darurat.
Nah, berdasar dokumen Flight Dispatch Release dikeluarkan Kementerian Perhubungan, pesawat QZ8501 ternyata tidak memiliki Emergency Respon Manual maupun Security Program and Manual. Itu terlihat dari dokumen yang ditandatangani Pilot Iriyanto.
Pengamat Penerbangan Alvin Lie mengatakan, pihak EASA memang selalu menerbitkan arahan berdasar investigasi atas suatu kasus. Dalam hal ini, EASA memerintahkan Airbus agar menginformasikan kepada seluruh perusahaan penerbangan yang menggunakan pesawat jenis A318, A319, A320, dan A321 terkait prosedur darurat terbaru.
"Hal seperti itu memang harus disosialisasikan ke pilot atau kru pesawat, bahkan biasanya ada pelatihan khusus. Tapi, itu memang butuh waktu, apalagi aturannya baru berlaku 11 Desember lalu," ujarnya.
Berdasar analisis sementara, kondisi pesawat yang ingin naik dari ketinggian 32 ribu kaki menuju 38 ribu kaki, memang sesuai dengan pola gangguan AOA pada kasus Airbus A321.
BACA JUGA: Bung Tomo juga Dilibatkan
Kondisi cuaca buruk terhadang awan cumulonimbus yang berpotensi membekukan sensor juga mirip dengan kasus Airbus A321.
Menurut Alvin, berbagai kemungkinan memang terbuka. Termasuk kemungkinan terjadinya musibah seperti kasus pesawat Air France yang jatuh di Samudera Atlantik dalam perjalanan dari Rio De Janeiro (Brasil) ke Paris (Perancis) pada Juni 2009.
Ketika itu, pilot juga kesulitan mengendalikan pesawat akibat cuaca buruk. "Tapi, saya belum punya analisa kuat karena apa sebab pastinya harus menunggu ditemukannya kotak hitam pesawat," jelasnya.
Alvin memang terus memantau perkembangan kasus hilangnya pesawat Air Asia ini. Apalagi, dua keponakannya, atas nama Christien Aulia Pornomo dan Ferny Yufina Pornomo asal Lumajang, Jawa Timur, termasuk penumpang pesawat nahas tersebut. (owi/ang)
BACA JUGA: JK Tetapkan Pencarian tanpa Batas Waktu
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Antarkan Award ke Rumah Habibie
Redaktur : Tim Redaksi