Tak Ada Kasta dalam Pendidikan

Kamis, 03 Juni 2010 – 11:44 WIB
MENTERI Pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhammad Nuh adalah sosok bersahaja yang penuh prestasi dibidang yang ia tekuni Teknologi Informasi dan KomunikasiIa mengawali karirnya sebagai dosen Institut Teknologi Surabaya (ITS) pada tahun 1984

BACA JUGA: Mengapa Semua Ingin Jadi PNS?

Ia kemudian mendapat beasiswa menempuh magister di Universite Science et Technique du Languedoc (USTL) Montpellier, Perancis
Kemudian melanjutkan studi S3 di universitas tersebut.

Pada tahun 1997 ia diangkat menjadi Direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) ITS

BACA JUGA: Siap Hadapi Proses Hukum

Berkat lobi dan kepemimpinannya, PENS menjadi rekanan terpercaya Japan Industrial Cooperation Agency (JICA)
Kemudian,  15 Februari 2003, Mohammad Nuh dikukuhkan sebagai rektor ITS

BACA JUGA: Duta Kondom, Calon Wakil Bupati Pacitan

Pada tahun yang sama, Nuh dikukuhkan sebagai guru besar (profesor) bidang ilmu Digital Control System dengan spesialisasi Sistem Rekayasa BiomedikaIa adalah rektor termuda dalam sejarah ITS, yakni berusia 42 tahun saat menjabat

Semasa menjabat sebagai rektor, ia menulis buku berjudul Startegi dan Arah Kebijakan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (disingkat Indonesia-SAKTI)Buku itulah kemudian mengantarkan Nuh pada posisi Menteri Komunikasi dan Informasi pada Kabinet Indonesia Bersatu jilid pertamaKini, Kabinet Indonesia Bersatu Jilid dua, Nuh dipercaya oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), untuk menduduki jabatan sebagai menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas)

Muhammad Nuh lahir di Surabaya, Jawa Timur, 17 Juni 1959,  adalah anak ketiga dari 10 bersaudaraAyahnya HMuchammad Nabhani, adalah pendiri Pondok Pesantren Gununganyar Surabaya.  Menikah dengan drgLayly Rahmawati, dikaruniai seorang puteri  Rachma Rizqina Mardhotillah, yang lahir di PerancisSelain dikenal santun, Nuh yang dibesarkan di lingkungan pesantren dikenal low profile dan sejukDibalik kesejukannya, kini masyarakat menunggu langkahnya dalam memajukan dunia pendidikan yang selama ini "dicap" sebagai departemen yang gemar melepas kelinci percobaanBagaimana Pak Nuh - begitu ia akrab disapa- menanggapi berbagai tanggapan yang berkembang? Berikut petikan wawancara wartawati JPNN Nicha Ratnasari dengan Mendiknas M Nuh di Jakarta beberapa waktu lalu.


Ujian Nasional (UN) tetap kontroversial, dan sudah berakhirApakah Pak Nuh cukup puas dengan hasil yang ada?


Sebenarnya bukan hanya saya, kita semua harus bersyukurAlhamdulillahMau kurang berapa persen lagi? wong angka kelulusan yang ada saat ini sudah mencapai 99 persenMaka itu, perlu diketahui jugaKita memang cukup puas, tetapi kepuasan itu tidak boleh berhenti sampai di siniApa yang harus kita lakukan? Kita harus terus melakukan peningkatan kualitas.

Misalkan saja, rata-rata nilai UN utama sekitar 7,6Sedangkan nilai rata-rata UN Ulangan sekitar 6,5Berarti itu kita masih ada kesempatanMasih ada ruang untuk meningkatkan kualitas itu.  Jika dilihat dari sisi persentasenya, angka 99 persen tadi mau diapakan lagi? Hanya saja, di antara ruang yang masih terbuka itu, pertama kita harus menaikkan rata-rata dan memperkecil yang mengulangKalau kemarin yang mengulang sebanyak 10 persen, maka ke depannya harus semakin kecil yang mengulangDengan nilai rata-rata semakin tinggi, kita juga ingin agar distribusinya tidak hanya itu-itu saja yang mendominasiMaaf, untuk saat ini kan yang paling banyak mengulang di NTTMaka ke depannya harus dipotong dan memang harus ada intervensi.

Apakah hasil itu sudah cukup untuk memetakan pendidikan yang sebenarnya, seperti yang Pak Nuh rencanakan sebelumnya?


Saya berulang kali memang mengatakan bahwa Ujian Nasional (UN) selain untuk menentukan kelulusan siswa juga digunakan sebagai pemetaan pendidikanBagaimana caranya? Dari hasil UN, akan terlihat sekolah-sekolah mana saja yang bisa dikatakan sangat baik, berprestasi, bahkan sekolah-sekolah yang belum memenuhi standardNah, untuk sekolah-sekolah yang belum memenuhi standard itu, pemerintah akan membantu untuk peningkatan mutu sekolah-sekolah itu tadi.

Anggaplah, UN itu diibaratkan orang pergi ke dokter lalu mengecek kesehatan dan penyakitnya akan dikenaliJadi ditegaskan kembali, UN tak hanya menguji siswa, tetapi juga dapat mendeteksi kelemahan pendidikan di Indonesia secara umumKita dapat mengetahui wilayah mana yang memerlukan perhatian khusus.

Jadi, itu yang membuat Pak Nuh tetap ngotot tetap harus UN?

Ya begitulahSekarang, kalau ujiannya diserahkan kepada masing-masing sekolah, atau masing-masing guru di daerah, maka bisa jadi sama-sama lulus tetapi kita tidak tahu dimana kelemahannya.Jadi, jika UN hanya dijadikan sebagai hasil atau syarat kelulusan saja, kita tidak akan pernah tahu bagaimana kondisi pendidikan di negeri iniBahkan, mungkin para siswa nantinya juga tidak akan serius belajar sehingga semuanya akan menjadi bias.   Maka dari itu, penilaian kelulusan dengan melihat hasil UN dalam pandangan pemerintah  masih merupakan metode evaluasi yang cukup baikTetapi kami akan terbuka untuk perbaikan ke depannya.

Tetapi, bagaimana dengan standarisasi guru yang nampaknya juga masih bermasalah?


Untuk standarisasi guru, kalau standarisasi itu dikelompok-kelompokkan tentunya berdasarkan kualifikasiSyaratnya sudah jelas yaitu D-4 dan S1Ini dari sisi kualifikasiNah, demikian juga dari sisi sertifikasiKita masih punya banyak guru yang belum terserifikasiMungkin sekitar 74-75 persen yang belum tersertifikasiDemikian juga dari sisi kompetensiJadi, bukan hanya sekadar S1 atau D-4 saja, tetapi kalau misalnya dia guru bahasa dan memiliki latar belakang kompetensinya bahasa, bukan berarti dia memiliki kemampuan untuk mengajarkan bahasaIni harus dilihat secara jeli kompetensinya.

Maka itu, untuk saat ini ruang atau space untuk perbaikan dunia pendidikan kita masih sangat luas, dan disitulah akan ada banyak peluang-peluang, dimana yang harus kita lakukan adalah menggarap perbaikan-perbaikan.

Pak Menteri, anggaran pendidikan kita kan sudah mencapai Rp 300 triliunTapi, persoalan dan penyelesaian pendidikan sepertinya jalan ditempatSebenarnya apa sih yang terjadi Pak?


 
Pertama, kita harus tahuMasalah bangsa ini tidak stag Misalkan saja, jika dilihat dari participant, jumlah penduduk yang semakin naik dari tahun ke tahun, maka artinya yang ikut sekolah, ikut kuliah dan ikut belajar  Sehingga, kenaikan anggaran tidak bisa dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, karena sudah pasti jumlah penduduk Indonesia terus meningkat.

Kedua, kebutuhan juga terus berubah dan berkembang, teknologi berubah dan berkembang, tantangan sosial berubah dan berkembangDari situ pula lah jangan berharap jika menangani masalah pendidikan itu akan selesaiItu tidak ada ceritanyaYang namanya pendidikan pasti selalu ada persoalanTetapi yang terpenting, kita tidak boleh bolak balik berada di persoalannya yang itu-itu sajaItu memang yang tidak boleh....

Semakin maju negara, semakin murah biaya pendidikannyaNah, kalau di Indonesia ini semakin hari semakin mahal biaya pendidikannya, apa itu sama dengan Indonesia semakin-hari semakin mundur ya Pak ?

Jangan terlalu dini untuk mengatakan hal ituKita harus lihat sama-samaJadi begini, jika dilihat dari kondisi saat ini khususnya di tingkat SD dan SMP, kita dapat mengetahui participant-nyaSaya punya data struktur ekonomi yang dibagi ke dalam 5 bagianYakni, 20 persen sangat miskin, 20 persen agak miskin, 20 persen cukup, 20 persen agak kaya, dan 20 persen sangat kayaUntuk SD tidak ada bedanyaAnak yang berasal dari keluarga termiskin bisa sekolahItu maknanya apa? biaya pendidikan terjangkauSMP juga demikianTidak ada bedanya anak miskin dengan anak yang sangat kayaSemuanya sama-sama sekolah.

Jadi ini semua adalah manfaat dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah)Berapa dana BOS ? Dana BOS itu Rp 20 triliunUntuk apa? Untuk memberikan bantuan operasional agar anak-anak tidak usah bayar sekolahKhususnya jenjang SD-SMPJadi, bertahap nantinya Indonesia, biaya pendidikan akan terjangkau dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakatDan semua itu memang masih harus bertahap, tidak bisa serta merta.

Dengan dibatalkannya UU BHP oleh MK, apakah itu artinya negara akan kembali aktif mensubsidi biaya pendidikan di perguruan tinggi? Atau jangan-jangan Pak Menteri lagi cari strategi model baru, yang sama dengan BHP?


Kita semua tentu merasakan bahwa Perguruan Tinggi cukup mahal.Tapi kita kembali ke awal tadiBagaimana pun pemerintah akan tetap berusaha untuk membuat pendidikan ini murah dan dapat dinikmati oleh semuanyaDari situ pula lah, mengapa kita mengeluarkan kebijakanKarena gap antara termiskin dan terkaya cukup tinggiJadi, gap-nya anak – anak mahasiswa  sangat kaya dan sangat miskin sangat tinggiNamun kalau dilihat – lihat  lagi, sebelum BHP ada, sekolahnya juga sudah ada toh?  He he he .

Tetapi yang pasti, solusinya adalah pemerintah akan melakukan intervensiYang paling gampang adalah melalui program beasiswa Bidik Misi yang sudah dijalankan oleh KemdiknasKita berikan kepada anak-anak yang tidak mampu tetapi memiliki kemampuan intelektual bagusSehingga, sekolah tidak perlu bayar, dan biaya hidupnya tidak bayarHarapan kita ke sana.

Artinya, negara akan membidik yang kayaBukankan UU tidak mendiskriminasi antara kaya dan miskin untuk mendapatkan hak PendidikanBagaimana ini Pak?


Itu semua masih prosesNanti sajaKita juga masih belum dapat memastikan kapan selesainya atau kapan deadline-nyaNamun yang pasti, saat ini semuanya sedang kita lakukan dan kita selesaikan, sebaik-baiknya tanpa memandang si miskin dan si kaya

Lho, sekarang ada RSBIPendidikan berbiaya mahal yang dikelola sekolah negeri, padahal rintisan sekolah ini biasanya  dikelola oleh swastaAda keluhan, bahwa sekolah negeri kini sedang menghabisi potensi siswa di sekolah swastaBagaimana pendapat Pak Menteri?

Ya, sekarang kita mengenal adanya sekolah yang berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)Orang banyak yang takut dengan masalah iniTidak perlu khawatir, di sekolah-sekolah itu tidak boleh ada kastanisasiItu kan hanya perbuatan orang-orang yang berprinsip primordialisme.

Untuk diketahui, dalam masalah ini Kementerian Pendidikan Nasional juga akan mengevaluasi secara menyeluruh pelaksanaan sekolah swasta dan RSBIYang akan dievaluasi adalah persyaratannyaAntara lain, komposisi guru, sistem pembelajaraanya dan kecukupan sarana dan prasarananyaBahkan kementerian juga akan melihat proses perekrutannyaEksklusifitas ini tidak boleh berdasarkan kemampuan financial siswa atau peserta didikDengan melihat proses perekrutannya, maka Kementerian akan dapat melihat, apakah mengandung eksklusifitas atau tidakKarena di dalam RSBI itu harus mengutamakan akademik yang excellent.

Yang terakhir Pak Nuh, sebenarnya Bapak pernah nggak bercita-cita untuk menciptakan pendidikan murah dan berkualitas? Karena pendidikan murah juga amanat dari UUD’45.


Ya, tujuan pemerintah pastinya selalu ingin pendidikan murah dan berkualitasKita sudah merencanakanJika BOS untuk jenjang SD-SMP sudah bagus dan berjalan lancar, kita ke depannya akan masukkan wajib belajar 12 tahunArtinya, anak-anak yang ingin berpartisipasi sekolah di SMA semakin tinggi dan semakin terjangkauOkelah kalau banyak orang yang mengatakan semakin mahalTetapi dilihat dulu, siapa yang menanggung kemahalan itu? Kalau yang menanggung pemerintah kan tidak apa-apaIya toh .....

BACA ARTIKEL LAINNYA... Siap Dinikahi Anang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler