BACA JUGA: Pilkada Tasik Didominasi Calon Independent,
Bila tambahan syarat ini nantinya disetujui di DPR, bisa dipastikan calon yang punya catatan pernah berzina, mabuk, atau terlibat narkoba, tidak akan bisa ikut mencalonkan
"Saya sudah minta (dua syarat tambahan itu, red) dimasukkan ke revisi UU 32," tegas Gamawan Fauzi dalam konperensi pers di kantorya, kemarin (23/4)
BACA JUGA: Calon Kada Harus Bersih Secara Moral
Konperensi pers juga dihadiri Ketua Asosiasi Konsultan Politik Indonesia (AKPI) Denny JA, yang dalam keterangan persnya itu secara tegas menolak ide Gamawan menambahkan dua syarat tersebutDalam paparannya, Denny menjelaskan AKPI menolak ide itu dengan sejumlah alasan
BACA JUGA: Biar Rakyat yang Memilih
Pertama, syarat menjadi calon sudah diatur secara rinci di UU Nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua UU No 32 Tahun 2004Di situ sudah ada 16 butir persyaratanSedang untuk menjadi capres AS saja, hanya ada 4 syarat, dan tidak ada syarat tidak cacat moral dan berpengalamanKedua, kepala daerah merupakan jabatan politik, sehingga terbuka bagi siapa punSyarat harus berpengalaman akan membatasi hak dipilih"Pengusaha, intelektual, seniman, ulama, aktivis, yang mungkin belum pernah masuk dalam jajaran pemerintahan atau ormas, juga punya hak yang sama menjadi kepala daerahMereka juga belum tentu kurang mampu memimpin daerah," ujar Denny.
:TERKAIT Ketiga, syarat tidak catat moral sudah pernah diatur di pasal 58 huruf (L) UU 32, tapi sudah dihapusTidak konsisten jika akan dimasukkan lagiKeempat, syarat tidak catat moral ukurannya tidak jelas"Ambillah contoh masalah zinaBagaimana warga negara bisa diukur dan dipilah antara yang pernah berzina dan yang tak pernahMereka yang tidak terpublikasi pernah berzia belum tentu benar-benar tidak berzinaSementara, yang diisukan pernah berzina perlu pembuktian fakta yang ketat," beber Denny, yang setiap menjelang pilkada panen orderan sebagai konsultan para kandidat itu.
Menanggapi hal itu, Gamawan dengan enteng mengeluarkan tangkisan-tangkisanKatanya, kondisi masyarakat kita tak bisa dibandingkan dengan ASLamanya masa mengenyam pendidikan masyarakat kita rata-rata 7 tahun di sekolahDi AS, sudah 18 tahunWarga yang baca koran, di Indonesia kurang 5 persen, di AS bisa 100 persen karena satu orang membaca dua sampai tiga koran setiap hariMaksudnya, di AS, warganya bisa mengetahui track record para kandidat lewat pemberitaan media massaSedang di Indonesia, mayoritas pemilih tak akan tahu adanya cacat moral kandidat karena sedikit mengikuti pemberitaan.
"Nah, dalam kondisi yang seperti ini, pemerintah perlu mengambil peran sedikit saja di situDalam hal ini menteri dalam negeri ingin mengangkat moral sebagai salah satu pertimbangan," dalih GamawanMengenai ukuran cacat moral ini, lanjutnya, bisa dengan meminta catatan di kepolisianBisa saja tetap diberi Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB), tapi dengan diberi catatan
"Dengan catatan pernah ditemukan mabuk di situ, hari apaItu jelas bisa menjadi catatanPernah tertangkap warga selingkuh di situ, meski tidak di proses hukum, karena hukum tidak menjangkauCatatan seperti itulah yang menjadi ukuran," ulasnya.
Saling adu argumen silih berganti antara Gamawan dengan DennyGawaman pun menyentil Denny"Pak Denny sekolah di AS dan bermukim di AS cukup lamaSaya sekolah di Indonesia, sehingga tahu realitas dan keterbatasan masyarakat kita," ujar Gamawan
Dalam kesempatan tersebut, Denny membantah bahwa sikapnya yang menentang penambahan syarat ini karena dirinya takut kehilangan calon klien, terutama dari kalangan artis yang dikenal tajir-tajir"Waktu saya 24 jam, tak semua untuk bisnisSaya juga memikirkan demokrasi di negeri ini," kilahnya(sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sukses Pilkada Diukur Penggunaan Hak Pilih
Redaktur : Tim Redaksi