Tak Ada Tindak Pidana dalam Kebijakan Megawati Terkait BLBI

Selasa, 25 April 2017 – 23:29 WIB
Megawati Soekarnoputri. Foto dok JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara terkait kebijakan pemerintah dalam pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

KPK menilai tidak ada unsur tindak pidana korupsi dalam kebijakan yang dikeluarkan Presiden Megawati Soekarnoputri itu.

BACA JUGA: KPK: Mantan Kepala BPPN Bukan Tersangka Terakhir Kasus BLBI

Kebijakan yang dimaksud yakni Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002, tentang Pemberian Jaminan Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur, yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.

"Memang itu kebijakan pemerintah, tapi tidak menjadi suatu tindak pidana korupsi," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam keterangan pers di kantornya, Selasa (25/4).

BACA JUGA: KPK Beberkan Alur Penyelewengan SKL BLBI

Basaria mengatakan, suatu kebijakan akan menjadi tindak pidana apabila di dalam proses dikeluarkannya ada sesuatu yang dimanfaatkan orang yang mengeluarkan kebijakan tersebut untuk kepentingan pribadi.

Atau, bisa juga dimanfaatkan untuk menguntungkan kelompok atau orang lain.

BACA JUGA: KPK Minta Sjamsul Nursalim segera Pulang ke Indonesia

"Kemungkinan bisa saja, tapi hari ini kita fokus ke SAT (Syafruddin Temenggung). Yang harusnya Rp 4,8 triliun dibayar dulu baru ada SKL," ujar Basaria.

Sebelumnya, KPK menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka dalam kasus pemberian SKL BLBI kepada BDNI. Dia diduga melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,7 triliun.

Penyelidikan kasus BLBI telah dilakukan KPK sejak 2014 lalu. Penetapan tersangka Syafruddin setelah KPK menemukan alat bukti yang cukup berdasar gelar perkara (ekspose) dan permintaan keterangan sejumlah pihak.

KPK menemukan adanya indikasi korupsi dalam pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004. SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligator BLBI kepada BPPN.

Atas perbuatannya, Syafruddin disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 huruf a atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. (Put/jpg)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Jerat Mantan Eks Kepala BPPN Jadi Tersangka BLBI


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler