jpnn.com, RIYADH - Di saat Amerika Serikat dan sekutunya, serta sejumlah negara lain menjatuhkan sanksi ekonomi, Arab Saudi justru menegaskan komitmennya terhadap perjanjian OPEC+ dengan Rusia, Minggu (27/2).
Seperti diketahui, Rusia tengah jadi musuh bersama karena aksinya menginvasi Ukraina pekan lalu.
BACA JUGA: Ekonomi Rusia Hancur, Menkeu Ukraina: Semua Warga Dapat Gaji dan Tunjangan
Namun, Saudi yang selama ini dianggap salah satu sekutu utama AS di Timur Tengah, tampaknya tak sepemikiran dengan Gedung Putih terkait isu tersebut.
Kantor Berita Saudi (SPA) melaporkan bahwa Putra Mahkota Mohammed bin Salman sempat membahas isu ini dan sikap Kerajaan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
BACA JUGA: Singapura Negara Kecil, tetapi Sanksinya Bakal Bikin Rusia Menderita
"Dalam hal ini, Yang Mulia Putra Mahkota menegaskan keinginan Kerajaan pada stabilitas dan keseimbangan pasar minyak dan komitmen Kerajaan terhadap perjanjian OPEC Plus," tambah agensi tersebut.
Anggota OPEC+ -sekelompok 23 negara yang dipimpin oleh Arab Saudi dan termasuk Rusia- akan bertemu Rabu untuk membahas pelonggaran keran, hanya beberapa hari setelah invasi Rusia ke Ukraina mengirim minyak mentah melonjak melewati USD 100 per barel.
BACA JUGA: Utamakan Cuan, China Dukung Ambisi Rusia Menjajah Ukraina
Ke-13 anggota OPEC akan bergabung dengan 10 sekutu mereka dalam kelompok OPEC+ pada pertemuan telekonferensi.
Sementara Arab Saudi dipandang sebagai gembong negara anggota OPEC asli, Rusia adalah pemain utama di antara 10 negara lain yang membentuk OPEC+.
Saudi bukan satu-satunya negara Arab sekutu AS yang ogah ikut-ikutan mengurusi konflik Rusia vs Ukraina.
Uni Emirat Arab pada hari Minggu kembali menunjukkan keengganannya untuk mengutuk invasi Rusia ke Ukraina, karena konflik berlanjut ke hari keempat.
"Kami percaya bahwa memihak hanya akan mengarah pada lebih banyak kekerasan,” Anwar Gargash, penasihat diplomatik Presiden Khalifa Bin Zayed Al-Nahyan, mencuit.
Komentar itu muncul setelah UEA abstain untuk memberikan suara pada hari Jumat pada rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyesalkan invasi Moskow ke Ukraina.
Usulan tersebut tidak lulus karena veto Rusia.
"UEA memiliki posisi tegas mengenai PBB, hukum internasional, dan kedaulatan negara, menolak solusi militer," kata Gargash.
Beberapa jam sebelum Rusia melancarkan serangan darat, laut, dan udara besar-besaran terhadap Ukraina pada hari Kamis, UEA menekankan dalamnya persahabatan dengan Moskow.
The National, sebuah publikasi berbasis UEA yang dimiliki oleh seorang anggota keluarga kerajaan, dilaporkan telah mengatakan kepada stafnya untuk tidak menyebut serangan Rusia ke Ukraina sebagai invasi. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil