Tak Melulu Bisnis, Tionghoa Juga Berpartisipasi Dalam Berbagai Aspek  

Minggu, 21 April 2024 – 17:45 WIB
Diskusi bertajuk “Tionghoa dan Dakwah Islam di Indonesia: Masa Lalu dan Kekinian,” yang diselenggarakan oleh Forum Sinologi Indonesia (FSI) di Jakarta, Jumay (20/4). Foto: FSI

jpnn.com, JAKARTA - Partisipasi etnik Tionghoa dalam bisnis dan ekonomi Indonesia telah berlangsung sejak lama. Tidak hanya perantara bisnis pada era penjajahan, tetapi sebagai pengusaha nasional yang bekerja sama dengan berbagai investor mancanegara dalam membangun kembali Indonesia pada periode awal pemerintahan Orde Baru (Orba).

Akan tetapi, pergulatan etnik Tionghoa demi menjadi bagian utuh bangsa Indonesia juga berlangsung dalam ranah pribadi, salah satunya dalam hal keagamaan.

BACA JUGA: Cerita Ustaz Naga Qiu Tentang Tantangan dan Kemudahan Hidup Tionghoa Muslim di RI

Hal itu diungkap sejarahwan Pusat Penelitian Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Saiful Hakam, dalam diskusi bertajuk “Tionghoa dan Dakwah Islam di Indonesia: Masa Lalu dan Kekinian,” yang diselenggarakan oleh Forum Sinologi Indonesia (FSI) di Jakarta, Jumay (20/4).

"Keputusan sebagian masyarakat Tionghoa memeluk Islam merupakan salah satu dari sekian banyak contoh," kata Saiful Hakam.

BACA JUGA: Masyarakat Tionghoa Diimbau Kedepankan Budaya Berwajah Indonesia

Dia mengatakan, proses pergulatan orang Tionghoa menjadi Indonesia telah berlangsung sejak masa lampau, termasuk di sepanjang pemerintahan orba. Ketika itu negara memberlakukan pembatasan terhadap perayaan identitas dan budaya Tionghoa.

Namun, proses pergulatan itu tetap berlangsung pada masa kini, masa di mana masyarakat etnik Tionghoa memperoleh kebebasan mengekspresikan identitas dan budaya mereka, seiring dengan makin menguatnya atmosfir demokrasi di negeri ini.

BACA JUGA: Etnik Tionghoa Sepenuhnya Bagian dari Indonesia, Ketua FSI Beber Sejarahnya

Bagi tokoh Tionghoa yang hidup antara periode awal kemerdekaan Indonesia hingga sekitar tahun 1970-an, menjadi muslim dianggap sebagai jawaban bagi pertanyaan mengenai bagaimana menjadi bangsa Indonesia secara utuh.

Dalam pandangan alumnus Universitas Gajah Mada (UGM) itu, terdapat perbedaan yang kontras antara situasi pada masa lalu dengan sekarang.

"Pada masa kini, Tionghoa dapat menjadi Muslim walau tetap mempertahankan budaya dan identitas Tionghoa-nya,” ungkap dosen tidak tetap Program Studi Mandarin dan Kebudayaan Tiongkok Universitas Al Azhar Indonesia (UAI).

Kehadiran masyarakat yang tetap mempertahankan ketionghoaan ini dapat ditemui di berbagai komunitas, seperti Tionghoa Muslim di Masjid Lautze, Jakarta.

Ketua FSI Johanes Herlijanto menambahkan, peran yang dimainkan oleh para pendakwah muslim Tionghoa di Masjid Lautze hanya sebuah contoh kecil. 

Menurutnya, sebuah potret yang lebih lengkap pernah diperkenalkan oleh Hew Wai Weng, seorang pakar Tionghoa negeri jiran, Malaysia.

Dalam buku berjudul Chinese Ways of Being Muslims: Negotiating Ethnicity and Religiosity in Indonesia, Hew memaparkan peran muslim Tionghoa menyebarkan agama Islam sambil secara bersamaan berupaya membangun citra positif etnik Tionghoa.

Mereka membangun berbagai masjid yang mengandung ciri arsitektur Tionghoa, yang menurut pandangan Hew, berperan dalam menciptakan ruang kosmopolitan pada tataran lokal. Di ruang itulah orang-orang dari berbagai etnik, baik Muslim ataupun non-Muslim, berinteraksi.

"Partisipasi Tionghoa Muslim dalam dakwah Islam sebagai digambarkan oleh Hew dan Audhiandra di atas memiliki peran yang sangat penting bagi upaya memahami etnik Tionghoa di Indonesia," ujar dosen Program Magister Ilmu Komunikasi UPH.

Keberadaan para Mubaligh maupun mualaf Tionghoa, baik di Masjid Laotze maupun di berbagai tempat lainnya di Indonesia, telah menjadi salah satu contoh nyata yang memperlihatkan kemampuan adaptasi Tionghoa dengan budaya dan masyarakat Indonesia dari berbagai etnik lainnya. (jlo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler