Sejak resmi dirilis dua pekan lalu, buku Membongkar Gurita Cikeas sukses menyedot perhatian publikMengapa sang penulis, George Junus Aditjondro, suka menyoroti korupsi di lingkaran presiden"
---------------------------- -----
Priyo Handoko, Jakarta
--------------------- ------------
George Junus Aditjondro merasa nyaman berpenampilan santai
BACA JUGA: Ny Sinta Merasa Suaminya Hanya Pergi ke Luar Kota
Seperti Rabu siang pekan lalu (30/12), dia hanya mengenakan blue jeans yang agak kedodoran, dengan kaus oblong putihBACA JUGA: Panglima Laot, Organisasi Penegak Hukum Adat Laut Aceh (1)
Sehelai selendang merah dan tas handphone berukuran kecil yang melingkar di leher membuat citra sosok berambut gondrong dan berkacamata itu semakin jauh dari kesan formal.Siang itu, berlokasi di Doekoen Coffee, Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan, George kembali bercerita mengenai buku karyanya, Membongkar Gurita Ciekas, yang sangat kontroversial
BACA JUGA: Sulaiman, Asisten Pribadi Gus Dur Bertutur soal Gus Dur
Saat itulah terjadi insiden, George melemparkan buku ke wajah anggota DPR dari Demokrat, Ramadan PohanGeorge menuturkan, buku Membongkar Gurita Ciekas merupakan buku ketiga seri korupsi kepresidenan yang dia tulisSebelumnya, dia menulis buku berjudul Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari: Kedua Puncak KKN Rezim Orde Baru dari Soeharto ke Habibie yang diterbitkan awal 1998"Judulnya menggelitik, mungkin buat orang tersinggung," kata George, lantas terkekehGara-gara buku tersebut, dia dicekal rezim Soeharto pada Maret 1998.
George sebenarnya sudah dikenal sebagai tukang kritik sejak 1994Berbagai sisi gelap pemerintahan, mulai maraknya korupsi sampai persoalan Timtim (Timor Timor, kini Timor Leste) tak luput dari perhatiannyaKarena merasa terus ditekan rezim penguasa, pada 1995, peraih gelar Doctor of Philosophy dari Universitas Cornell, New York, itu, memutuskan hijrah ke Australia"Saya hijrah ke Australisa agar bisa terus investigasi," katanya.
Pengalamannya sebagai dosen di Universitas Kristen Satya Wacana membantu langkah George mengajar di Universitas Newcastle dalam bidang sosiologiTapi, prosesnya tetap tidak mudahGeorge diminta oleh pihak kampus untuk menyusun mata kuliah yang akan diajarkanSaat itulah dia mulai merumuskan mata kuliah sosiologi korupsi.
"Kalau bikin mata kuliah pemerintahan bersih mungkin tidak lakuTapi, ketika menawarkan mata kuliah sosiologi korupsi, saya diterima mengajar di sana (Australia)Mungkin karena punya track record (menulis buku soal pemerintahan yang korup, Red)," ujar pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, 27 Mei 1946 ituGeorge mengaku ide menyusun mata kuliahnya terinspirasi dari buku Sosiologi Korupsi karya Syed Hussein Alatas yang terbit pada 1986Sosiolog Malaysia kelahiran Bogor itu lewat bukunya menjelaskan bahwa praktik korupsi berlangsung masif sejak zaman kekaisaran Romawi, China, bahkan kerajaan Mesir kuno.
"Saya memang start dari buku Syed Hussein Alatas itu," ujar GeorgeDia menjelaskan, karena materi sosiologi korupsi begitu luas, diperlukan adanya spesialisasiSaat itu, menurut George, belum ada yang secara spesifik menyoroti korupsi kepresidenanMerasa memiliki "modal" dari buku pertamanya yang menyoroti korupsi di era Orba, dia memilih terus berkonsentrasi terhadap persoalan itu.
"Sebenarnya banyak peneliti dan buku yang membahas korupsi di IndonesiaTapi, masih terlalu umum," ungkapnya.
Pada 2006, George menulis lagi buku berjudul Korupsi Kepresidenan, Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai PenguasaSesuai judulnya, buku ini lebih dalam lagi menyoroti praktik korupsi di lingkaran kepresidenanTidak hanya Soeharto, tapi sudah menyentuh era Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, SBY, sampai Jusuf Kalla.
"Jadi, buku Gurita Cikeas yang saya tulis harus dilihat bergandengan dengan buku korupsi kepresidenan yang lainIntinya, buku ini merupakan kelanjutan proses intelektual," kata GeorgeKarena itu, dia membantah keras berbagai tudingan seolah-olah bukunya disponsori pasangan capres-cawapres yang kalah dalam Pilpres 2009George menyampaikan, saat ini dirinya menyiapkan edisi revisi untuk bukunya: Membongkar Gurita CikeasMenurut dia, proses revisi merupakan kelaziman dalam dunia ilmiah dan tulis-menulisseorang peneliti atau penulis buku tidak mungkin bisa sempurna hanya dengan satu atau dua edisi.
"Orang-orang bijak selalu mencoba memperbarui karyanyaKalau dianggap ini akomodasi saya terhadap para penyerang, berarti mereka berhalusinasiTidak ada yang akan kami sensor," tegas George. Dia mengatakan, penelitian sosial mempunyai banyak sisiSeorang peneliti yang baik akan memasukkan semua versiHal itulah yang akan dia lakukan, yakni mengakomodasi pandangan pihak-pihak yang menyanggah substansi bukunya.
George mencontohkan polemik mengenai Direktur Komersial dan IT Perum LKBN Antara Rully ChIswahyudiGeorge mengutip data dari situs resmi Partai Demokrat, pada 10 Juli 2009 bahwa Rully masih tercantum sebagai staf khusus Bappilu Partai DemokratBahkan, yang cukup kontroversial, George menulis Rully ChIswahyudi bersama Direktur LKBN Antara Akhmad Muchlis Jusuf, mengalirkan separo dana Public Service Obligation (PSO) LKBN Antara yang berjumlah Rp 40,6 miliar ke Bravo Media Center, salah satu tim kampanye SBY-Boediono.
Namun, pimpinan Antara telah membantah informasi George tersebutIntinya, Rully sudah mundur dari Bappilu Partai Demokrat dan tak ada dana PSO LKBN Antara yang mengalir ke Bravo Media CenterInilah salah satu contoh materi yang akan ditambahkan George dalam revisinyaMeski begitu, George menegaskan bahwa dia tetap berpegang pada data pertama.
"Tanggapan dan sanggahan yang berkembang akan saya masukkan tanpa menggugurkan yang sebelumnyaIni bagian kecil dari revisi yang akan saya lakukanSelebihnya, masih banyak daftar dosa Partai Demokrat yang belum masuk," kata George, lantas tersenyumDia memperkirakan dengan adanya revisi itu jumlah halaman dibukunya akan bertambah dari 183 menjadi 240 halaman.
George menyampaikan, melalui buku Membongkar Gurita Cikeas, dia berusaha menggambarkan proses terbentuknya oligarki politik secara lebih konkretYakni, dengan memaparkan peran sejumlah yayasan dan korporasi di sekitar SBY dan Partai DemokratBukan tidak mungkin yayasan dan korporasi itu ikut bermain aktif, terutama secara finansial, dalam proses pemenangan pemilu legislatif dan pilpres.
"Kalau SBY keberatan, saya menantang untuk berdebat," kata GeorgeDia berharap bukunya itu ditindaklanjuti kepolisian dan kejaksaanSebab, layak diduga ada pelanggaran terhadap sejumlah undang-undangMisalnya, UU Pemilu, UU Pemberantasan Tipikor, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang"Buku saya membuka jalan, semacam buku sakulahMudah-mudahan terus bergulir," ujarnyaDia berharap dengan kehadiran bukunya itu, ada perbaikan terhadap struktur kepengurusan semua yayasan di tanah air"Jangan lagi melibatkan pejabat negara," kata GeorgeTapi, itu baru harapan minimalMisi terbesar George adalah mencerahkan rakyat"Lain kali kalau memilih partai dan presiden harus lebih teliti," imbuhnya.
Meskipun bukunya laku keras "bahkan sampai ada yang mencoba menjualnya seharga Rp 450.000 di internet, George mengaku tak terlalu peduli soal keuntunganBahkan, dia mengaku ikhlas bila bukunya dibajak atau file bukunya tersebar luas di internet, sehingga bisa di download siapa pun yang berminat"Saya bukan penganut copyright, tapi copyleftJadi, ambillah, bajaklah, dan nikmatilahSaya sudah terbiasaBuku saya soal Soeharto dan Habibie juga dibajakHanya karya bermutu yang dibajak orang," candanya(kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Firasat Kepergian Itu Terjadi di Jombang
Redaktur : Soetomo Samsu