jpnn.com, JAKARTA - Peneliti senior The Wahid Insitute Rumadi Ahmad mengatakan, para investor tak perlu takut dengan ide khilafah yang mewacana. Alasannya, pendukung wacana pembentukan negara Islam tak didukung sepenuhnya oleh masyarakat meski di Indonesia mayoritas muslim.
Pernyataan pria yang juga menjabat selaku etua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) itu didasarkan pada survei yang sudah dua kali dilakukan.
BACA JUGA: Ini Penjelasan Kemenag tentang Soal UAS Memuat Khilafah
Menurut Rumadi, hasil survei yang dilakukan The Wahid Institute, tak cukup dua persen yang mendukung wacana khilafah.
BACA JUGA: Mahasiswa Demen Khilafah, Begini Respons Kemenristekdikti
“The Wahid Institute sudah dua kali melakukan survei soal HTI (Hizbut Tahrir Indonesia, red) yang mengusung paham negara khilafah. Hasilnya sangat kecil, tidak sampai 2 persen yang mendukung HTI dan khilafah,” kata Rumadi Ahmad saat dihubungi, Selasa (20/3).
Rumadi menjelaskan, HTI dan paham khilafah sempat mencuat ke permukaan karena ada gerakan yang masif. Ditambah lagi dengan liputan yang gencar dari media-media luar negeri sehingga seolah-olah keberadaan HTI dan paham khilafah di Indonesia cukup besar.
“Di pihak lain, silent majority yang mendukung Pancasila dan kebinekaan justru lebih banyak diam. Inilah yang mungkin mengecoh persepsi investor,” jelasnya.
BACA JUGA: Warning! 23% Mahasiswa dan Pelajar Terjangkiti Radikalisme
Karenanya, Rumadi meminta agar para pengusaha tak perlu takut berinvestasi karena ada dua asalan. Pertama, pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah bersikap tegas terhadap HTI dengan membubarkan organisasi kemayarakatan yang mengusung paham negara khilafah tersebut.
“Kedua, seperti saya sebut tadi, berdasarkan hasil survei, jumlah pendukung HTI dan khilafah sangat kecil, tak sampai 2 persen. Di pihak lain jumlah pendukung Pancasila, kebinekaan dan negara kebangsaan sangat besar, hanya saja mereka silent majority,” tegasnya.
Pada 10 Juli 2017, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2 Tahun 2017, sebagai pengganti UU No 17 Tahun 2013, tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). DPR RI kemudian mengesahkan Perppu Ormas tersebut menjadi UU pada 24 Oktober 2017. Dengan Perppu Ormas inilah pemerintah membubarkan HTI yang dinilai bertentangan dengan Pancasila karena mengusung paham negara khilafah.
“Jadi, pembubaran HTI dan pelarangan paham-paham radikal yang bertentangan dengan Pancasila itu landasannya sudah cukup kuat di Indonesia. Maka investor tak perlu khawatir. Apalagi pemerintah sudah mencabut ratusan peraturan daerah yang tidak kondusif bagi iklim investasi,” paparnya.
Bahwa saat sedang mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, menurut Rumadi, hal itu wajar-wajar saja, karena Indonesia adalah negara hukum yang mengakomodasi hal tersebut. Tapi, Rumadi yakin, gugatan akan ditolak pengadilan karena alasan pemerintah membubarkan HTI tersebut memang rasional dan konstitusional. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Merasa Dizalimi Pemerintah, HTI Mau Jelaskan Khilafah di DPR
Redaktur : Tim Redaksi