jpnn.com, JAKARTA - Temuan Mata Air Foundation dan Alvara Research Center dari hasil survei tentang persepsi jihad di kalangan mahasiswa dan pelajar ini patut menjadi alarm. Sebab, persentase mahasiswa dan pelajar yang setuju jihad demi tegaknya negara Islam ataupun khilafah sudah melebihi 20 persen.
CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali mengungkapkan, ada 1.800 mahasiswa dari 25 pergutuan tinggi unggulan dan 2.400 pelajar SMAN unggulan yang disurvei selama periode 1 September - 5 Oktober 2017. Semua responden beragama Islam dengan populasi seimbang antara pria dan wanita.
BACA JUGA: Jangan Biarkan Oknum Haus Kekuasaan Merusak Demokrasi
Hasilnya, 23,4 persen responden mahasiswa dan 23,3 persen responden pelajar SMA setuju dengan jihad demi menegakkan khilafah. "Penetrasi ajaran intoleran sudah masuk di kalangan pelajar, kemudian diperkuat saat menjadi mahasiswa melalui kajian-kajian di kampus," ujar Hasanuddin saat memaparkan hasil surveinya di Jakarta, Selasa (31/10).
Dalam survei itu juga terungkap ada 23,5 persen mahasiswa yang menganggap negara Islam perlu diperjuangkan demi penerapan syariat secara kafah. Sedangkan pelajar yang berpandangan serupa ada 16,3 persen.
BACA JUGA: Generasi Muda Harus Bersihkan Dunia Maya dari Radikalisme
"Lalu ketika ditanya tentang perda syariat, ada 21,9 persen pelajar dan 19,6 persen mahasiswa setuju untuk mengakomodasi penganut agama mayoritas," ujar Hasanuddin.
Menurutnya, dari survei itu memang terlihat bahwa mayoritas pelajar dan mahasiswa setuju dengan NKRI sebagai bentuk negara dibanding khilafah. Namun, lanjutnya, ada 17,8 persen mahasiswa dan 18,3 persen pelajar yang memilik khilafah dibanding NKRI.
BACA JUGA: Ponpes Rakha Siap Dukung Aksi Kebangsaan Lawan Radikalisme
Survei Alvara dan Mata Air juga mencoba memotret pandangan para pelajar dan mahasiswa tentang Pancasila. Hasilnya, ada 18,6 persen pelajar dan 16,8 persen mahasiswa yang lebih memilih Islam sebagai ideologi bernegara dibanding Pancasila.
Selain itu, survei tersebut juga mencari tahu tentang pandangan mahasiswa dan pelajar tentang pemimpin nonmuslim. Hasilnya, ada 29,5 persen responden dari kalangan pelajar dan 29,7 persen dari responden mahasiswa yang menyatakan tidak akan mendukung pemimpin nonmuslim.
“Menurut saya ini angkanya luar biasa dan warning yang perlu kita tangkap," jelas Hasanuddin.
Hasanuddin menegaskan, temuan survei itu patut dijadikan sebagai alarm bagi segenap komponen bangsa, khususnya bagi pemerintah dan ormas-ormas Islam moderat. Terlebih, masa-masa saat sebagai pelajar SMA dan mahasiswa merupakan usia dalam mencari jati diri yang rentan terhadap apa pun, termasuk intoleransi dan radikalisme.
“Dan pelajar dan mahasiswa nantinya akan menyuplai tenaga kerja di sektor-sektor strategis negara," tuturnya.(rmol/jpg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Survei Membuktikan Radikalisme Mewabah ke PNS
Redaktur & Reporter : Antoni