Tak Takut Corona, Curigai Stay-at-Home untuk Hancurkan Ekonomi agar Donald Trump Keok

Senin, 20 April 2020 – 22:22 WIB
Aksi unjuk rasa di depan Capitol State Colorado, Minggu (19/4). Foto: Hyoung Chang/The Denver Post

jpnn.com, DENVER - Ratusan warga Colorado, Amerika Serikat (AS) menggelar aksi di depan Capitol State, Minggu (19/4). Tujuan aksi di depan bangunan tempat Gubernur Colorado Jared Polis berkantor itu adalah memprotes kebijakan tentang social distancing dan berdiam di rumah (stay-at-home) yang sangat membatasi warga di tengah pandemi virus corona (COVID-19).

Para peserta aksi mengibarkan bendera AS sembari meneriakkan kata-kata protes melalui pelantang. Menurut mereka, konstitusi menjamin rakyat AS merdeka dari ketakutan.

BACA JUGA: Edan, Pendukung Donald Trump Nekat Demo di Zona Merah Corona

Para pedemo menyebut Gubernur Jared Polis yang memberlakukan stay-at-home seorang tiran. Bagi pemrotes, biaya ekonomi yang harus ditanggung akibat penutupan di seluruh Colorado tak sebanding dengan jumlah nyawa yang mungkin bisa diselamatkan dari pandemi virus corona.

Kasus pertama COVID-19 di Colorado diumumkan pada 5 Maret 2020. Pada 25 Maret 2020, Jared mengumumkan penerapan stay-at-home yang berlaku hingga 26 April 2020.

BACA JUGA: Mayat Korban Corona Diangkat dengan Forklif, Dimasukkan ke Truk Refrigerator

Salah seorang pedemo bernama Mary Conley menyoroti hal kontras dalam penerapan stay-at-home. “Toko-toko ganja buka, klinik aborsi buka dan gereja saya tutup,” ujar warga Jefferson County itu dengan nada protes.

Conley menegaskan bahwa kematian merupakan bagian dari kehidupan. “Sekarang waktunya mulai hidup lagi,” tegasnya.

BACA JUGA: Donald Trump Bakal Buktikan Virus Corona Lahir di Lab Tiongkok

Pedemo lainnya, Riley Carlson (25) mengaku kehilangan dua pekerjaan sekaligus akibat kebijakan stay-at-home, yakni sebagai penjaga anjing dan pegawai di kilang anggur. Akibatnya, warga Denver itu kehilangan penghasilan antara USD 1.200 hingga USD 1.600 per bulan.

“Bos saya di kilang anggur sedang menuju kebangkrutan,” tuturnya.

Banyak di antara pedemo mengenakan topi dan pakaian untuk mendukung Presiden AS Donald Trump yang memang getol menolak lockdown. Seorang pedemo asal Colorado Springs, Jim Fenimore mengaku ikut aksi itu karena meyakini respons atas pandemi virus corona telah dipakai untuk alat politik guna membuat ekonomi hancur sehingga Trump kehilangan dukungan dan kalah pada pemilihan presiden mendatang.

Menurut Fenomore, jika kebijakan stay-at-home makin lama berlangsung, hal itu kian merugikan. “Setiap hari yang berlalu telah menyakiti negeri,” katanya.

Fenomore menegaskan, dirinya tak ingin melihat siapa pun meninggal dunia akibat virus corona. “Namun ada banyak kematian karena alasan lain,” ujarnya.

Laman worldometer.info pada Senin (20/4) mencatat AS kini menjadi negara dengan jumlah kasus COVID-19 terbanyak, yakni di atas 750 ribu. Adapun kematian akibat COVID-19 di AS sudah lebih dari 40 ribu jiwa.

Khusus di Coloraro, jumla kasus COVID-19 sudah mendekati 10 ribu. Sementara angka kematiannya di atas 400 jiwa.(denverpost/ara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler