Taksi Online Protes Keras Pembatasan Kuota

Sabtu, 18 Maret 2017 – 16:42 WIB
GrabCar. Foto Tekno

jpnn.com, SURABAYA - Tiga perusahaan penyedia aplikasi mobilitas on-demand (angkutan online), yakni Go-Jek Indonesia, Grab Indonesia, dan Uber Indonesia, protes merespons revisi Kementerian Perhubungan terhadap Permenhub Nomor 32 Tahun 2016.

Pernyataan tersebut ditandatangani Presiden Go-Jek Indonesia Andre Soelistyo, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata, dan Regional General Manager APAC Uber Indonesia Mike Brown.

BACA JUGA: Pembatasan Tarif Taksi Online Panen Kritik

Pernyataan bersama itu juga dilampirkan dalam surat yang dilayangkan penyedia aplikasi angkutan online kepada Kemenhub.

''Siang ini (kemarin, Red) Go-Jek, Uber, dan Grab mengirimkan surat ke Kemenhub terkait rancangan revisi permenhub,'' kata Dian Safitri, head of communications Uber Indonesia, kepada Jawa Pos melalui pesan singkat.

BACA JUGA: Kemenhub Sosialisasikan Aturan Taksi Online Lewat Video

Dalam pernyataan tersebut, ada beberapa poin yang disampaikan.

Di antaranya, tentang kewajiban untuk melakukan uji berkala (uji kir) bagi kendaraan yang menjadi mitra Go-Jek, Uber, maupun Grab.

BACA JUGA: Penyempurnaan Aturan Taksi Online Hampir Rampung

Juga, tentang kewajiban memasang tanda khusus berupa stiker dan pelat timbul penanda kendaraan.

Menurut pihak Uber, kewajiban untuk melakukan uji kir sudah sejalan dengan prinsip mengutamakan kenyamanan dan keselamatan bagi para pengendara, pemilik kendaraan, serta mitra pengemudi.

Tetapi, pihak taksi online meminta pembebanan kewajiban tersebut harus diiringi dengan penyediaan fasilitas uji kir yang mudah dan tidak mahal.

''Termasuk penyediaan antrean khusus bagi para mitra pengemudi untuk memudahkan dan mempercepat pengurusan uji kir dan fasilitas uji kir bekerja sama dengan agen pemegang merek (APM) atau pihak swasta,'' tulis mereka dalam surat pernyataan.

Para pengusaha juga menyatakan berkomitmen untuk mendukung pemerintah dengan memberikan informasi secara aktif, efektif, dan transparan kepada mitra pengemudi.

Mereka juga bekerja sama dengan mitra perusahaan/koperasi untuk membantu beban keuangan para mitra pengemudi terhadap pembiayaan uji kir sehingga hal itu tidak menjadi beban pemerintah.

Dalam persoalan tarif, para pengusaha menjamin bahwa perhitungan dengan teknologi bisa dilakukan secara tepat dan akurat.

Dengan begitu, pemerintah tidak perlu khawatir ada pelanggaran tarif atau semacamnya.

Meski demikian, mereka memprotes sejumlah hal, termasuk penetapan kuota kendaraan di masing-masing wilayah.

Selain itu, rencana gubernur di beberapa provinsi untuk menetapkan biaya kelas angkutan sewa khusus.

Angkutan sewa memang memiliki tarif yang rata-rata lebih mahal daripara angkutan reguler.

''Kami menilai penentuan batas biaya angkutan sewa khusus tidak sesuai dengan semangat untuk menghadirkan kesepadanan harga tersebut,'' tulis mereka.

Mereka juga memprotes pembatasan kuota dan pendaftaran kendaraan atas nama badan hukum (koperasi).

Selama ini karena Go-Jek, Uber, dan Grab tidak mau disebut sebagai perusahaan penyedia angkutan, para mitra pengemudi diwajibkan untuk berhimpun dalam badan usaha berbentuk koperasi.

''Kami menolak sepenuhnya karena ini berarti kepemilikan kendaraan mitra pengemudi akan berpindah ke koperasi,'' tulis mereka.

Pengusaha juga meminta waktu selama sembilan bulan untuk melakukan penyesuaian setelah revisi Permenhub No 32 Tahun 2016 resmi diberlakukan nanti.

Sementara itu, rencana pemboikotan taksi dan angkutan online di Surabaya semakin menguat.

Dishub Surabaya sudah berancang-ancang untuk menghadapinya.

''Kabarnya nanti 20 Maret," ujar Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya Irvan Wahyudrajad. Pro-kontra taksi online sebenarnya terjadi sejak kali pertama taksi tersebut beroperasi.

Menghadapi rencana tersebut, Uber Indonesia menyatakan menghargai rencana penyampaian aspirasi itu.

Dia yakin angkutan umum maupun Uber punya tujuan yang sama, yakni melayani penumpang.

''Memang butuh waktu sampai kami diterima secara utuh. Tapi, Uber adalah alternatif. Menyediakan alternatif dan pilihan kepada warga Surabaya itu menurut saya baik,'' ungkap Dian Safitri.

Selain itu, kepada mitra pengemudi, Uber meminta mereka tidak terprovokasi.

Mereka diimbau untuk senantiasa menjaga diri dan mengutamakan keselamatan penumpang.

''Kepada mitra, harap membawa kartu identitas, perizinan yang dibutuhkan, dan tetap mematuhi aturan lalu lintas,'' katanya.

Kepala Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan (Dinas LLAJ) Jawa Timur Wahid Wahyudi menyayangkan adanya polemik antara angkutan umum dan angkutan online.

Menurut dia, dua jenis transportasi umum itu sebenarnya berbeda, tidak berada dalam satu trayek.

Terutama dalam hal manajemen. ''Bedakan antara perusahaan angkutan umum dan perusahaan aplikasi," tegasnya.

Wahid menjelaskan, perusahaan bebas memilih model manajemen, apakah menggunakan cara konven­sional atau online.

Pria yang juga menjabat ketua Ikatan Keluarga Alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (IKA ITS) Wilayah Jatim itu menambahkan, model manajemen online sebenarnya sudah ada bertahun-tahun lalu pada taksi konvensional berbentuk sedan.
Taksi tersebut telah memiliki aplikasi sehingga memudahkan konsumen. ''Kenapa yang sudah online sejak lama itu tidak diributkan? Apa bedanya dengan online yang sekarang?" ungkapnya.

Sejatinya, hal yang dipermasalahkan adalah banyaknya angkutan pribadi yang beroperasi tanpa izin sebagai angkutan umum.

Pengemudi dianggap tidak mengantongi SIM transportasi publik.

Dalam praktiknya, mungkin saja konsumen lebih memilih angkutan pribadi dengan beberapa pertimbangan.

Di antaranya, kendaraan yang lebih terawat dengan biaya lebih murah.

Wahid menyampaikan, saat ini Permenhub 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak

Dalam Trayek tengah direvisi. Terutama perihal kewenangan pengelolaan diberikan kepada pusat atau daerah.

''Dari draf revisi kelihatannya akan diberikan ke provinsi," ujarnya.

Menyikapi fenomena taksi online tersebut, dinas LLAJ mengadakan operasi secara rutin ke berbagai titik di Jawa Timur.

Dalam operasi tersebut, mereka menjaring angkutan berbasis aplikasi yang tidak mencantumkan keterangan.

Sebab, sebagai angkutan sewa, taksi online sejatinya tidak wajib menggunakan pelat kuning.

Hal tersebut tentu sedikit banyak menyulitkan petugas dalam melakukan operasi.

''Di depan harus ada stiker bahwa itu angkutan sewa," jelas Wahid. (tau/deb/c7/dos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sopir Taksi Online Ogah Pakai Stiker


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler