Tanda Memilih di Pilkada Segera Diperjelas

Minggu, 08 November 2009 – 09:57 WIB

jpnn.com - JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menjelaskan, pihaknya saat ini sedang menyusun rumusan revisi Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerahNantinya, UU itu akan dipecah menjadi tiga UU, yakni UU pemda, UU pilkada, dan UU tentang pemerintahan desa.

Yang paling mendesak, saat ini dibutuhkan regulasi yang jelas mengenai misalnya, model pemberian tanda memilih pada pilkada 2010 mendatang

BACA JUGA: Di Semarang, Demokrat Lirik PDIP

"Apakah tetap dengan mencoblos, atau dengan moncontreng seperti pemilu 2009
Ini perlu ketentuan yang jelas," ungkap Gamawan Fauzi akhir pekan lalu di kantornya.

Hal lain yang dipandang mendesak, masalah boleh tidaknya pengunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai bukti untuk bisa memberikan hak suaranya

BACA JUGA: Tunggu Penjelasan KPU

Pasalnya, hingga saat ini belum ada ketentuan yang tegas di UU No.32 Tahun 2004 mengenai hal tersebut
Padahal, pada pilpres 2009 lalu, KTP bisa digunakan untuk memilih.

Seperti diketahui, saat ini Depdagri sudah menghimpun masukan dari sejumlah pakar pemerintahan daerah dan pakar hukum, yang tergabung dalam Tim 9

BACA JUGA: 2016, Pilkada Bareng Pemilu DPRD

Dalam pertemuan itu, banyak hal yang didiskusikan terkait rencana revisi Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan penyiapan rancangan paket UU politikSalah satu yang dibicarakan adalah mengenai ide pelaksanaan pilkada dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia.

Gamawan mengatakan, gagasan pelaksanaan pilkada serentak memang baikHaya saja, tetap harus dipikirkan sisi-sisi lainnyaAntara lain, dia membayangkan betapa repotnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili gugatan sengketa pilkadaMantan Gubernur Sumbar itu menyebutkan, saat ini sudah ada 524 daerah provinsi dan kabupaten/kotaBila di setiap daerah itu nantinya ada satu pasangan calon saja yang yang mengajukan gugatan ke MK, maka jumlah gugatan yang masuk ke MK ada 524 gugatanGugatan bakal lebih banyak lagi bila misalnya di satu daerah ada lebih dari pasang calon yang mengajukan gugatan sengketa pilkada.

"Jadi yang seperti itu harus juga diantisipasi, karena pilkada serentak secara otomatis nantinya pengajuan gugatan sengketa ke MK juga serentak," beber Gamawan Fauzi usai shalat Jumat di Depdagri, kemarin (6/11).

Konsekuensi kedua bila pilkada di 524 daerah dilakukan serentak juga terjadi pada beratnya beban anggaran yang harus dikeluarkan negara, dimana anggaran harus juga dikeluarkan secara serentakMeski anggaran pilkada dari APBD, tapi bantuan dari APBN tetap harus ada karena kemampuan keuangan daerah tidak merata.

Seperti telah diberitakan, tim 9 yang diketuai Prof Ramlan Surbakti itu mengusulkan agar pemilu nasional dilaksanakan secara terpisah dengan pemilu lokal atau pemilu daerahUntuk pemilu nasional khusus untuk memilih presiden-wakil presiden, anggota DPR, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)Anggota Tim 9, Hadar Nafis Gumay menjelaskan, untuk pemilu lokal, khusus untuk memilih anggota DPRD dan kepala daerah-wakil kepala daerah"Jadi, pilkada dilakukan bersamaan dengan pemilihan anggota DPRDIstilahnya mungkin pemilu lokal," ujar Hadar.

Selain Hadar (Cetro) dan Ramlan (Unair), anggota Tim 9 yang lain adalah Prof Djohermansyah Djohan (Deputi Seswapres Bidang Politik), Prof Syamsuddin Haris (LIPI), Prof Pratikno (UGM), DR Cecep Effendi (Universitas Muhammadiyah Jakarta), DR J Kristiadi (CSIS), Prof Setya Arinanto (Staf Khusus Wapres), dan DR Adrinof A Chaniago (UI).

Sebelum pelaksaan pilkada dan pemilu DPRD digelar 2016, Hadar menjelaskan, pada 2011 sudah dilakukan pilkada serentak yakni sekali dalam setahun ituDengan demikian, habisnya masa jabatan kepala daerah-wakil kepala daerah terpilih, habis pada 2016(sam/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Maju Pilkada, PD Bakal Recall Thamsir


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler