jpnn.com - SERANG – Pemerintah Pusat menetapkan Provinsi Banten masuk dalam peringkat ketiga untuk kasus gizi buruk setelah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa Timur. Tercatat balita mengalami kekurangan gizi dan gizi buruk mencapai 50. 092 orang dan paling banyak di Kota dan Kabupaten Tangerang, serta Kabupaten Serang.
Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Banten, Rano Karno mengaku, tingginya jumlah balita gizi buruk dikarenakan pemerintah kabupaten/kota kurang maksimal dalam menangani persoalan yang ada dilapangan.
”Sumber angka gizi buruk di Banten itu kan dari kabupaten/kota. Jadi kembali lagi program di kabupaten/kota,” kata Rano.
BACA JUGA: Aparat Kecewa Petugas Perbatasan PNG
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten, lanjut Rano, hanya sebatas memberikan dorongan agar program-program penanganan gizi buruk di kabupaten/kota dapat berjalan dengan maksimal.
”Provinsi hanya menunjang, tidak ada intropeksi langsung. Peranan kita disini mendukung anggaran saja, nanti kita dorong lagi,” ungkap mantan Aktor Si Doel Anak Sekolah itu.
BACA JUGA: Dana Bantuan Cair Sebelum Penutupan Dolly
Menurut mantan Wakil Bupati Tangerang, bahwa hingga saat ini belum mengetahui pasti perkembangan terkahir mengenai gizi buruk, namun dorongan anggaran ke kabupaten/kota telah dilakukan secara maksimal dan optimal.
”Dukungan kita sudah sangat besar, dan memang perlu dilakukan monev (monitoring dan evaluasi),” imbuhnya.
BACA JUGA: Airin Targetkan Tiap RW di Tangsel Punya Bank Sampah
Pihaknya berjanji pada tahun 2014 dorongan dan bentuk dukungan Pemprov Banten kepada kabupaten/kota untuk menekan angka gizi buruk ditingkatkan lagi. ”Tanggal 4 nanti, Menteri Kesehatan akan datang ke Banten, dan target saya untuk gizi buruk akan berkurang,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Seksi (Kasi) Pengelola Program Gizi Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten, Andi Suhardi, gizi buruk yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor seperti, kurangnya akses untuk pangan bergizi, kurangnya pelayanan kesehatan untuk ibu dan anak, trermasuk ibu dalam menyiapkan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI), dan kurangnya akses terhadap sarana kesehatan sanitasi dan penyediaan air bersih.
”Penanganan gizi buruk ini perlu dukungan dan kerjasmaa semua pihak, bukan saja oleh Dinas Kesehatan saja, akan tetapi Dinas Bina Marga dan Tata Kerja (DBMTR) dari sisi sarana dan prasana akses menuju tempat pelayanan kesehatan, Sumber Daya Air dan Pemukiman (DSDAP) untuk mempermudah mendapatkan air bersih,” ujarnya.
Kabag Humas dan Protokoler Pemkot Tangerang Achmad Sugiharto Bagja mengatakan data yang dilansir dan menyebut di wilayah Kota Tangerang masih banyak kasus gizi buruk tidak benar.
Saat ini terangnya, kasus gizi buruk yang ada tinggal 39 yang diderita oleh anak-anak. Kasus itu sendiri saat ini sedang dalam proses penanganan secara maksimal. ”Kami bekerjasama dengan beberapa pihak untuk menuntaskan kasus ini dan saat ini terus berjalan,” ujarnya.
Kasi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, Kusnadi kepada INDOPOS (JPNN grup) beberapa waktu lalu mengatakan, pihaknya di wilayah Kabupaten Tangerang terus berupaya menyelesaikan permasalahan gizi buruk. Mengingat, pemerintah Kabupaten Tangerang memang menaruh perhatian khusus pada kasus ini.
“Di Kabupaten Tangerang tahun 2013 total penderita gizi buruk 0,45 persen dari jumlah balita 254.760. Tahun 2012 sebanyak 0,67 dari jumlah 235.276 Balita. Pertahun jumlahnya menurun dan semua sudah ditangani,” terangnya.(bud/fin)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Takut Dijerat Tersangka, Kemenag Bengkulu Tolak CJH Titipan Pejabat
Redaktur : Tim Redaksi