jpnn.com, JAKARTA - Eks Sekretaris Bantuan Hukum DPP FPI Aziz Yanuar menanggapi pernyataan Pendeta Saifuddin Ibrahim yang meminta Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menghapus 300 ayat di dalam Al-Qur'an.
Aziz Yanuar meminta aparat kepolisian segera menjebloskan Pendeta Saifuddin Ibrahim ke penjara.
BACA JUGA: Indra Kenz Sudah Pindahkan Uang dari Rekening, Bareskrim Cuma Temukan Sebegini
Sebab, pria yang juga pengacara Habib Rizieq Shihab (HRS) itu menilai pernyataan Saifuddin menimbulkan bikin kegaduhan.
"Jebloskan ke bui. Bikin gaduh, ngurusin agama lain bukan urus agamanya sendiri," ucap Aziz dalam pesan singkat kepada JPNN.com pada Kamis (17/3).
BACA JUGA: Tegas, Yandri Minta Polri segera Tangkap Pendeta Saifudin IbrahimÂ
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Pancasila itu menyarankan Saifuddin Ibrahim berhenti menularkan kedunguan kepada orang lain.
"Jangan dikira orang lain di sana pada goblok, seperti dirinya. Setop menularkan kegoblokan Anda kepada yang lain," ujar Aziz Yanuar.
BACA JUGA: Cak Nanto: Pernyataan Pendeta Saifuddin Sudah Menistakan, Perlu Diusut Tanpa Aduan
Saifuddin Ibrahim telah mengklarifikasi pernyataanya yang meminta Menag Yaqut menghapus ratusan ayat di dalam Al-Qur'an bukan untuk menistakan agama.
Namun, dia tetap memohon kepada Gus Yaqut untuk menghapus ratusan ayat di Al-Qur'an yang menurut dia menimbulkan kekacauan, kebencian, dan ancaman bagi orang Kristen.
"Menistakan agama apa? Itu, kan, permohonan saya kepada Menteri Agama. Ngapain saya menistakan agama," ucap Pendeta Saifuddin saat dihubungi JPNN.com pada Rabu (16/3) malam.
Sebelumnya, Mahfud MD meminta Polri menyelidiki tayangan video yang memperlihatkan seorang pria bernama Saifuddin Ibrahim.
Mahfud menilai pernyataan Saifuddin yang meminta 300 ayat Al-Qur'an dihapus sebagai penistaan agama Islam.
Menurutnya, penistaan agama merupakan perbuatan pidana yang ancaman hukumannya penjara lebih dari lima tahun. (cr3/fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kalimat Bijak Romo Benny untuk Saifudin Ibrahim, Sepakat dengan Mahfud MD
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama