Tanpa Audit Teknologi, Industri Pertahanan Nasional Sulit Maju

Rabu, 26 April 2017 – 22:49 WIB
Helikopter buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) tipe EC 725. Foto: Ist Ilustrasi by:

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie mengatakan, peran auditor teknologi sangat penting bagi kemajuan industri pertahanan RI.

Tidak adanya auditor teknologi yang memberi penilaian terhadap kualitas industri pertahanan nasional, adalah penyebab utama terus munculnya polemik terkait alutsista.

BACA JUGA: Menteri Yasonna Yakini Indonesia Kaya Potensi Inovasi

"Selama ini masyarakat hanya menerima informasi satu arah soal kemajuan industri pertahanan RI, tanpa memiliki kemampuan untuk memverifikasi kebenarannya. Karena itu, industri pertahanan kita memerlukan adanya auditor teknologi, agar lebih transparan," kata Connie dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (26/4).

Connie mencontohkan, tidak adanya audit teknologi terhadap PT Dirgantara Indonesia, membuat setiap adanya penawaran kerja sama dari produsen alutsista selain Airbus selalu dilihat sebelah mata.

BACA JUGA: Istana Tak Akan Recoki Angket DPR ke KPK

"Tidak adanya audit teknologi, PT DI demi menjaga monopoli Airbus, selalu berlindung di balik wacana adanya upaya asing mematikan BUMN unggulan kita," ujar Connie.

Dia melanjutkan, Airbus sudah bekerja sama dengan PT DI selama 40 tahun. Namun, hingga hari ini kita tidak punya heli buatan Indonesia.

BACA JUGA: Sori, Pemerintah Ogah Talangi Aset Pengusaha Korban Lapindo

Padalah, Tiongkok yang baru 20 tahun bekerja sama dengan Airbus sudah mendapat transfer teknologi 100 persen. Akhirnya, sekarang Tiongkok sudah bisa memproduksi sendiri helikopter tempur.

"Kenapa PT DI manut saja 40 tahun kerjasama dengan Airbus, cuma menjadi agen penjual Heli. Ini aneh. Bukan ini tujuan didirikannya industri pertahanan RI. Cougar contohnya, ToT (transfer of technology) kita cuma 7 persen. PT DI harus jelas mau spesialisasi kemana, agar optimal. Jangan semua diambil sendiri lalu tak ada yang jadi," tegasnya.

Seperti diketahui, RI sedang menerima sejumlah tawaran kerjasama ToT dari beberapa pihak. Bahkan beberapa pemain besar di industri militer dunia sudah menyatakan siap membagi 100 persen teknologi mereka ke RI.

"Tapi seolah mentah karena PT DI selalu menuding tawaran ToT 100 persen sebagai cara asing membunuh industri pertahanan RI. Padahal kalau ada audit tech dan fasilitas BPPT, semua terukur dan tidak bisa main klaim sepihak," Tegas Connie.

Sementara, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin menyetujui perlunya audit teknologi pada industri pertahanan RI.

"Audit Teknologi memang perlu, tapi jangan sampai mematikan PT DI, melainkan untuk membangun ulang PT DI agar lebih baik lagi. Jadi semangatnya kritik membangun, bukan mematikan PT DI," ujar Tubagus.

Hal senada disampaikan Mantan Menteri Riset dan Teknologi Muhammad AS Hikam. Menurut dia, selama ini PT Dirgantara Indonesia, PT Dahana, PT Pindad dan lainnya, selalu mengklaim telah mencapai kemajuan.

Namun, lanjutnya, tak ada tolak ukur yang dapat dijadikan pembanding klaim tersebut. "Jadi seolah kita diminta percaya saja pada klaim yang dipublikasikan," ungkap Hikam.

Hikam menambahkan, dengan adanya auditor teknologi, industri pertahanan RI bisa benar-benar bersaing di kancah internasional.

"Kalau sekarang, RI klaim unggul, dunia tidak akui, karena tidak ada tolak ukurnya," jelas Hikam. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mekanisme Pemilihan Anggota DPD Bakal Diubah, Begini Tahapannya


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler