jpnn.com - JAKARTA - Silang pendapat tentang perlu atau tidaknya mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) di APBN masih menjadi polemik. Namun, mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Kwik Kian Gie mengatakan, justru salah bila menganggap pemerintah akan keluar banyak uang jika banyak harga BBM tidak dinaikkan.
“Kalau BBM tidak dinaikkan maka pemerintah harus keluar uang banyak sekali yang membuat APBN berat, itu tidak betul," kata Kwik dalam seminar nasional bertema "Mencari Harga BBM yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia" di Kwik Kian Gie School of Business, di Jakarta, Rabu (24/9).
BACA JUGA: Kebijakan Pangan Pro-Petani, Jangan Malu Mencontoh India
Dia mencontohkan, seandainya BBM premium dijual Rp 6.500 per liter, maka pemerintah hanya mengeluarkan uang Rp 1,4 triliun saja untuk subsidi. Angka ini sudah tercantum di dalam nota keuangan RAPBN 2015.
Karenanya Kwik mengaku tidak sependapat jika BBM tak dinaikkan maka APBN akan jebol. Menurutnya, di nota keuangan ada sisi pemasukan dan pengeluaran. Dalam RAPBN 2015, pada sisi pengeluaran memang ada pos untuk subsidi BBM dan LPG tabung tiga kilogram yang nilainya Rp 291,11 triliun.
BACA JUGA: Penjaminan Simpanan Indonesia Tertinggi Sedunia
Namun, kata Kwik, pemerintah tidak pernah mau mennyebut adanya sisi pemasukan di RAPBN. "Jadi di situ ada pemasukan. Yang jumlahnya Rp 289 triliun, sehingga kalau itu dipotong dengan subsidi itu kekurangan uang cuma Rp 1,4 triliun," katanya.
Sedangkan Rektor Kwik Kian Gie School of Business, Anthony Budiawan mengatakan, diperlukan transparansi perhitungan harga keekonomian BBM dan subsidi BBM untuk kemudian dipublikasikan secara luas sehingga tidak terjadi lagi politisasi BBM. Sebab, selama ini harga BBM selalu dipolitisasi.
BACA JUGA: BBM Naik, Pertumbuhan Ekonomi Melesat
"Harga BBM ini kan selama ini dipolitisasi. Sekarang kita mesti lihat berapa harga yang pantas untuk rakyat," kata Anthony.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kereta Jarak Jauh Tidak Disubsidi
Redaktur : Tim Redaksi