Tapak-tapak Kaum Pergerakan Perempuan

Jumat, 25 Desember 2015 – 12:21 WIB
Soejatin dan para peserta Kongres Perempuan Indonesia pertama, 1928. Foto: Public Domain.

jpnn.com - TAHUN masih bertarekh 1926 ketika Soejatin mengorganisir para guru perempuan di Yogyakarta dan mendirikan organisasi Poetri Indonesia. 

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: Tak Cuma Penanya yang Tajam...

Sebagai ketua Poetri Indonesia, menyambut Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 di Jakarta, "timbul hasrat untuk mengadakan pertemuan wanita se-Indonesia demi persatuan nasional," tulisnya dalam buku Sumbangsihku Bagi Pertiwi.

Umurnya 21 tahun ketika itu. Disambanginya Nyi Hadjar Dewantara, 38 tahun, istri Ki Hadjar Dewantara dan Raden Ajeng Soekonto, 39 tahun.

BACA JUGA: Gadis Kecil Penggagas Hari Ibu itu Menolak Menyembah Raja Jawa

Yang disebut belakangan adalah kakak perempuan Ali Sastraamidjojo, yang kemudian hari jadi Perdana Menteri dan panitia Konferensi Asia Afrika di Bandung.

Pendek kisah, terbentuklah Panitia Kongres Perempoean Indonesia Ke-I.  

BACA JUGA: Skenario Hari Ibu (1)

Soejatin meminta R.A Soekonto menjadi ketua panitia, Nyi Hadjar Dewantara menjadi wakilnya dan dia sendiri jadi sekretaris merangkap ketua pelaksana.

Soejatin, sebagaimana dikisahkan Susan Blackburn dalam buku Kongres Perempuan Pertama, paling sibuk untuk kongres itu. 

Perempuan yang dikenal sebagai anak didik Bung Karno dan Ki Hadjar Dewantoro itu mencari meja kemana-mana, bersepeda mengitari kota--karena masa itu belum menggunakan telepon dan mesin ketik.

Kongres Perempuan Indonesia I dihelat 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Pembukannya dihadiri ribuan orang. 

Organ perempuan yang mengirimkan delegasinya ke kongres tersebut sebagai berikut…

Dari Jakarta; sayap perempuan Jong Islamieten Bond, Jong Java, Margining Kaoetamaan Kemayoran dan Roekoen Wanadijo. 

Dari Bandung; Wanito Sedjati.

Dari Yogyakarta; Poetri Indonesia, Pengurus Pusat Aisyiyah--sayap perempuan Muhammadiyah, sayap perempuan Jong Islamieten Bond, Natdatul Fataat, Wanito Katholik, Wanito Utomo, Wanito Muljo, Wanito Taman Siswa.

Dari Solo; Boedi Wanito, Kani Wara, Sanjaja Rini, Wanito Katholik.

Salatiga; Darmo Laksmi dan Jong Java. 

Kemudian, Boedi Rini (Malang), sayap perempuan Jong Islamieten Bond Tegal,  Koesoemo Rini (Kudus), Panti Krido Wanito (Pekalongan), Wanito Kentjono (Banjarnegoro).

Dari Surabaya; Poetri Boedi Soedjati dan sayap perempuan Sarikat Islam (SI).  

Persatuan

Susan Blackburn yang pernah meneliti arsip-arsip kongres tersebut menyimpulkan…

Walau kongres tersebut kelihatannya merupakan acara orang Jawa, namun sungguh menarik para pesertanya memandang diri mereka sebagai orang Indonesia, dan bukan orang Jawa, mereka berbicara bahasa Melayu, yang sejak Sumpah Pemuda menjadi dasar bahasa persatuan.

Kongres sepakat membentuk semacam aliansi dengan nama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI). 

Perjuangan memang tak ada yang sia-sia. Meski membatalkan pernikahannya demi kongres itu, toh hari ulang tahun kongres tersebut, 22 Desember, dirayakan sebagai hari lahirnya gerakan perempuan Indonesia yang hingga hari ini diperingati sebagai Hari Ibu.

Ya, Soejatin sampai membatalkan pernikahannya. Calonnya itu kemudian hari jadi Menteri PPK. Dia tak pernah menyesal urung jadi istri Pak Menteri. Bagaimana kisah cinta sang aktivis? Yuk, ikuti kisah selanjutnya... --bersambung (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Satu Episode Sejarah Gerakan Kiri Minangkabau


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler