Target 5 Juta Sertifikat Tanah Dinilai Jadi Beban Bayar Pajak

Jumat, 28 April 2017 – 11:44 WIB
Sertifikat bukti kepemilikan tanah. Foto/ilustrasi: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

jpnn.com - Presiden Joko Widodo tengah semangat-semangatnya menggenjot Kementerian Agraria Tata Ruang/BPN RI dalam pemberian sertifikat tanah kepada masyarakat, khususnya dipedesaan untuk rakyat yang kurang beruntung.

Sayangnya, target 5 juta sertifikat pada 2017, kemudian sebanyak 7 juta pada 2018, dan sebanyak 9 juta di 2019 dinilai terlalu tinggi.

BACA JUGA: Pak Jokowi Besok ke Solo Lagi demi Program Baru Ini

Anhar Nasution, Ketua umum forum anti korupsi dan Advokasi Pertanahan mengatakan, sulitnya mencapai target tersebut terutama karena minimnya SDM di Kementerian ATR/BPN, terutama ketersediaan petugas ukur.

BPN sejak 1984 sudah tidak lagi mendidik dan melahirkan petugas ukur. Diperkirakan saat ini jumlah juru ukur lembaga ini tidak lebih dari 2.000 orang di seluruh Kantor Pertanahan di Indonesia.

BACA JUGA: Jokowi: Ini Janjian Saya Dengan Pak Menteri Agraria

Pada umumnya satu orang Juru ukur hanya mampu menghasilkan tidak lebih dari 10 bidang tanah yang dilanjutkan pengukuran, pemetaan, penggambaran dan pengadministrasian yang memakan waktu sekitar dua minggu kemudian.

"Maka bisa diartikan selama satu bulan hari kerja satu orang juru ukur hanya mampu menghasilkan 8-10 bidang tanah," tutur dia.

BACA JUGA: Ingat! Dana Desa Tak Boleh Digunakan Untuk...

Belum lagi situasi kontur tanah yang bermacam-macam, terdiri dari bukit lembah, sungai bahkan bisa saja rawa-rawa yang sulit dilakukan pengukurannya.

"Kecuali si juru ukur hanya melakukan pengukuran dengan menggunakan Google map yang hanya tinggal di tanda tangan di atas meja saja dengan risiko akan terjadi sengketa batas dan tumpang tindih sertifikat di kemudian hari," ujarnya.

"Jadi bisa dibayangkan bagi rakyat di kampung yang memiliki tanah warisan yang luas dan yang tidak terkelola, lantas dibuatkan sertifikat, dari mana mereka akan mampu membayar pajak setiap tahun," imbuh Anhar.

Selain itu, pemerintah juga harus melihat konsekuensi ke depan. Jangan sampai pemberian sertifikat tidak dibarengi dengan pembinaan, sebab bisa digadaikan untuk memiliki kendaraan atau barang konsumsi yang tidak membawa manfaat.

Yang tidak kalah penting, lanjut Anhar, Kementerian ATR/BPN bukan lembaga yang pro aktif seperti kepolisian yang bisa memaksa setiap pengendara wajib memiliki SIM atau STNK, bila tidak akan dikenakan sanksi hukum.

"BPN tidak bisa memaksa pemilik tanah untuk mensertifikatkan tanahnya. Karena bisa saja jika tanah mereka sudah bersertifikat, maka mereka berkewajiban membayar pajak," pungkasnya.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Serahkan 1.158 Sertifikat Tanah di Madina


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler