jpnn.com - SURABAYA – Rencana Kementerian Perhubungan yang memberlakukan tarif progresif atas jasa penumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak mendapat penolakan.
Salah satunya datang dari Gabungan Importer Seluruh Indonesia (Ginsi) Jatim.
BACA JUGA: Nissan Tarik Puluhan Ribu Livina
Ketentuan itu diyakini tidak mampu memecahkan persoalan lama masa tunggu pelayanan pelabuhan (dwelling time).
Ketua Ginsi Jatim Bambang Sukadi menyatakan, tarif progresif berada di wilayah post clearance atau setelah dilakukan pemeriksaan oleh aparat Bea Cukai.
BACA JUGA: Misbakhun Minta Pemerintah Berempati pada Industri Rokok
Padahal, mayoritas dwelling time berada pada tahap sebelum diperiksa Bea Cukai (pre-clearance).
’’Dengan menjadikan tarif progresif sebagai obat dalam menurunkan dwelling time, seharusnya dilihat bisa memecahkan persoalan atau tidak,’’ katanya kemarin (27/9).
BACA JUGA: Siap-siap, Awal Oktober Harga BBM Bakal Berubah
Ginsi menilai penerapan tarif progresif penimbunan kontainer berakibat pada ekonomi biaya tinggi.
Alasannya, importir dipaksa mengeluarkan barang dari pelabuhan sebelum pabrik siap menerima barang tersebut.
Akibatnya, timbul biaya pengangkutan ke depo, unloading dan loading di depo, biaya menginapkan barang di depo, serta ongkos angkut ke gudang konsumen.
’’Penerapan tarif progresif itu hanya berdampak sesaat. Sebab, masalah utama pada tahap pre-clearance belum dibenahi,’’ tandasnya.
Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Perak Chandra Irawan menegaskan, implementasi tarif progresif diberlakukan setelah ada petunjuk dari Kementerian Perhubungan.
’’Kami belum tahu kapan diberlakukan. Tapi, kami tetap targetkan bisa turun dalam sebulan,’’ tuturnya. (res/c16/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wow! Rupiah ke Level Tertinggi Tahun Ini, Berpotensi Rp 12.500
Redaktur : Tim Redaksi