jpnn.com - JAKARTA -- PT Taspen atau Tabungan dan Asuransi Pensiun (Persero) memberikan sinyal keengganan untuk dilebur bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Perbedaan produk dan segmen dengan BPJS Ketenagakerjaan menjadi alasan utamanya.
Sinyal itu dilempar oleh Direktur Utama Taspen Iqbal Latanro kemarin (10/12). Iqbal mengatakan, PT Taspen hanya akan mengelola dana pensiun untuk pegawai negeri sipil (PNS) dan jaminan hari tua. Sementara BPJS Ketenagakerjaan berada di sisi non PNS. Sehingga hal itu tidak akan mengganggu kinerja kedua lembaga ini.
BACA JUGA: JK Bilang Usut Kasus HAM Tidak Gampang
Mengacu pada UU No 24/2011 tentang BPJS yang menyatakan, bahwa Taspen tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan Tabungan Hari Tua (THT) dan program pembayaran pensiun bagi pesertanya, termasuk penambahan peserta baru sampai dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan.
Iqbal menuturkan jika pihaknya pada tahun depan tetap akan menambah jumlah peserta dan menargetkan penambahan jumlah dana kelolaan. Bahkan, pihaknya berniat menambah dua produk jaminan lagi yakni Jaminan Kecelakaan Kerjadan Jaminan Kematian."Kepesertaan mungkin tidak signifikan karena penambahan jumlah PNS baru kan terbatas," ungkapnya.
BACA JUGA: Kasus Fuad, Gubernur Jatim Siap Dipanggil KPK
Padahal, program tersebut juga akan dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan yang akan mulai beroperasai pada 1 Januari tahun depan. Meski hingga kini masih banyak aturan BPJS Ketenagakerjaan yang masih belum rampung.
Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Chazali Situmorang mengatakan peleburan itu bisa saja tidak dilakukan. Sebab menurutnya, PT Taspen tidak memiliki kewajiban seperti PT Askes dan PT Jamsostek yang mendapat kepastian untuk dibubarkan tanpa likuidasi dan secara otomatis berubah menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
BACA JUGA: TKI Dimutilasi di Malaysia Punya Nama Beda
"Karena, dalam undang-undang BPJS hanya disebutkan tentang kewajiban PT Taspen mengalihkan programnya ke BPJS Ketenagakerjaan. Tidak menyinggung soal pengalihan aset dan liabilitas perusahaan, begitu juga status karyawannya," jelasnya.
Bahkan, sinyal adanya BPJS baru yang didirikan dengan melakukan perubahan status Taspen juga muncul. Meski demikian, perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mempertegas status Taspen apakah bisa berdiri sendiri sebagai BPJS yang baru ataukah melebur ke BPJS Ketenagakerjaan sepenuhnya.
"Masih mungkin dibentuk BPJS baru. Dalam undang-undang tidak disebut bahwa BPJS hanya dua. Masih dibuka peluang untuk dibentuk BPJS lagi.Tapi perlu pengkajian lagi (untuk Taspen)," tandasnya.
Terpisah, Kordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar justru memiliki pendapat berbeda. Menurutnya, dalam UU 24/2011 tentang BPJS, PT TAspen harus melebur ke BPJS ketenagakjerhaan paling lambat 2029. "Karena ini perintah UU, maka Taspen harus patuh," tegasnya.
Keengganan ini menurutnya justru menimbulkan kecurigaan tersendiri. Ia curiga ada ketidakberesan dalam keuangan PT Taspen. Sehingga, akan beresiko terbongkar jika dilakukan penggabungan bersama BPJS Ketenagakerjaan.
"Oleh karena itu, kami mendorong BPK lakukan audit komprehensif dan mempublikasikannya," tandasnya.
HIngga saat ini, Taspen telah memiliki 6,8 juta peserta. Yang terdiri dari 2,3 juta orang pensiunan dan 4,5 juta orang sisanya adalah ASN aktif. Sedangkan nana kelolaan perusahaan mencapai Rp 120 triliun. (mia)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Manuver Kubu Agung, Bamsoet: DPR Bukan Warteg
Redaktur : Tim Redaksi