Tax Amnesty, Yakin Penerimaan Pajak Tembus Rp 2.000 T

Kamis, 18 Februari 2016 – 07:34 WIB
Luhut Binsar Pandjaitan. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan optimistis skema tax amnesty atau pengampunan pajak bisa membawa manfaat besar bagi perekonomian. 

Karena itu, pemerintah berharap parlemen bisa segera membahasnya karena kebijakan tersebut diprediksi bisa mendongkrak penerimaan pajak. Dengan pengampunan pajak, database objek pajak akan meningkat signifikan.

BACA JUGA: Tekan Efisiensi, Garuda Cetak Laba Rp 1,03 Triliun

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan yang menginisiatori RUU tersebut menyatakan, selama ini database perpajakan belum baik. Banyak aset besar yang lolos dari pajak karena kacaunya database.

’’Kami merancang tax amnesty juga dari perspektif yang berimbang kok. Dari sisi pemerintah dan pengusaha,’’ kata Luhut di kantor Kemenko Polhukam kemarin (17/2).

BACA JUGA: Wah, Vietnam - Malaysia Berpeluang Curi Start dari Indonesia

Pengampunan pajak yang diatur terkait dengan penghapusan pajak terutang, sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana perpajakan dengan membayar uang tebusan. ’’Untuk kasus pidana perpajakan, berlaku bagi yang perkaranya belum P21,’’ katanya.

Pengusaha yang menemui masalah pidana perpajakan bisa mengajukan tax amnesty dengan memenuhi persyaratan ketat. Persyaratan itu diatur dalam pasal 7 ayat 3 huruf f.

BACA JUGA: Wah, Vietnam - Malaysia Berpeluang Curi Start dari Indonesia

Isinya, pengajuan harus diiringi surat pernyataan mencabut pengembalian kelebihan pembayaran pajak serta pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pencabutan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar.

Dalam draf RUU, pemerintah telah menetapkan tarif tebusan berupa persentase sebesar 2, 4, dan 6 persen. Besar kecilnya persentase itu bergantung pada jangka waktu pengajuan surat permohonan pengampunan pajak.

Tarif 2 persen diterapkan untuk yang mengajukan pengampunan pada tiga bulan pertama setelah UU diundangkan. Kemudian, tarif tebusan dinaikkan menjadi 4 persen ketika SP3 baru diserahkan wajib pada periode tiga bulan berikutnya. 

Sementara itu, tarif tertinggi 6 persen dikenakan untuk periode pengajuan SP3 di kuartal ketiga setelah UU berlaku. Persentase tarif tersebut dihitung dari aset bersih wajib pajak yang belum pernah dilaporkan.

Jika berjalan sesuai dengan rencana, Luhut yakin database perpajakan akan meningkat signifikan. Tax ratio atau rasio perpajakan yang selama ini berkisar 11 persen juga bisa ditingkatkan menjadi 16 persen. 

Dampaknya, penerimaan pajak tentu akan meningkat. Jika tahun ini pemerintah mencanangkan target Rp 1.365 triliun, setelah UU Tax Amnesty berlaku, penerimaan pajak diprediksi bisa tembus Rp 2 ribu triliun.

Luhut mengaku telah memikirkan persoalan tax amnesty sejak menjadi kepala staf presiden. Ide itu muncul, salah satunya, karena Luhut bertindak sebagai ketua Tim Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Nah, ketika dipercaya menjadi Menko Polhukam, Luhut tetap terlibat dalam perancangan RUU Tax Amnesty. ’’Ada yang tanya kenapa Polhukam kok ngurusi ekonomi. Ya karena keamanan itu melekat dengan ekonomi. Ada gangguan keamanan timbul karena faktor ekonomi,’’ ujarnya. (gun/c5/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ayo! Pantau Bersama SPBU Curang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler