jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin menyebut isu pemakzulan terhadap Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang belakangan mencuat bukan aktivitas makar, melainkan hal biasa dalam kehidupan berdemokrasi.
"Ini masalah biasa dalam era berdemokrasi. Kalau syaratnya terpenuhi sesuai UU, ya, bisa saja dilakukan, dan kalau tak terpenuhi, ya, bukan masalah, tak perlu menjadi kontroversi publik," kata mantan Sesmilpres itu kepada awak media, Jumat (19/1).
BACA JUGA: Lemkapi Nilai Rencana Pemakzulan Jokowi Tak Masuk Akal
Toh, kata TB Hasanuddin, pemakzulan presiden bukan hal yang mustahil dikakukan karena diatur dalam Pasal 7 B UUD 1945.
"Memang tidak mudah, tetapi bukan hal yang mustahil dilakukan karena memang diatur dan tidak melanggar undang-undang," kata mantan perwira tinggi TNI dengan jabatan terakhir Mayjen itu.
BACA JUGA: Muncul Isu Pemakzulan Presiden Jokowi Sebulan Menjelang Pilpres, Jimly: Ada yang Takut Kalah
TB Hasanuddin mengungkapkan ada berbagai tahapan yang harus dilalui sebelum memakzulkan presiden hasil pemilihan langsung oleh rakyat.
Menurutnya, proses pemakzulan terhadap presiden diawali dengan penggunaan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) oleh DPR yang diatur dalam UU MD3.
BACA JUGA: Pakar: Wacana Pemakzulan Presiden Hanyalah Imajiner, Tak Punya Basis Konstitusional
"Hak menyatakan pendapat ini diusulkan oleh minimal 25 orang anggota DPR. Bila memenuhi persyaratan administrasi dapat dilanjutkan dalam sidang paripurna," kata alumnus Akmil 1974 itu.
TB Hasanuddin melanjutkan ada syarat lain untuk meloloskan usul penggunaan HMP sebagaimana diatur Pasal 210 ayat (3) UU MD3, yakni diputuskan dalam rapat paripurna yang dihadiri dua pertiga dari seluruh legislator.
Kemudian, ungkap dia, usul penggunaan HMP harus disetujui minimal dua pertiga dari anggota DPR yang mengikuti rapat paripurna.
TB Hasanuddin mengatakan DPR menindaklanjuti dengan pembentukan panitia khusus (pansus) setelah ada persetujuan.
Nantinya, pansus bekerja lebih dahulu selama 60 hari dengan hasilnya dilaporkan kembali dalam rapat paripurna di DPR.
"UU MD3 juga mengatur tentang pengambilan keputusan atas laporan hasil pansus dalam rapat paripurna yang harus dihadiri minimal dua pertiga dari jumlah seluruh anggota DPR," kata dia.
TB Hasanuddin mengatakan hasil kerja pansus bisa dilanjutkan apabila disetujui sekurang-kuranya dua pertiga dari anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna.
Dari situ, katanya, DPR akan meneruskan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap hasil kerja pansus yang disetujui rapat paripurna.
TB Hasanuddin mengatakan DPR bakal melaksanakan rapat paripurna mengusulkan pemakzulan presiden kepada MPR apabila MK menyatakan presiden melanggar undang-undang.
“Setelah itu MPR melakukan sidang paripurna untuk memutuskan usul DPR tentang pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden,” ungkapnya.
Dia mengatakan usul pemberhentian presiden pun baru bisa dibahas oleh MPR melalui sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya tiga perempat dari seluruh anggotanya.
"Usul pemakzulan bisa diloloskan jika disetujui dua pertiga dari anggota MPR yang menghadiri rapat paripurna," kata TB Hasanuddin. (ast/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemakzulan Presiden Jokowi Dinilai Tak Punya Landasan Konstitusional Kuat
Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Aristo Setiawan