jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin mengatakan, perintah Presiden Joko Widodo kepada Kepala Badan Keamanan Laut Laksamana Madya Ari Soedewo dalam rapat kabinet dua bulan lalu untuk memberantas penyelundupan, memang sudah tepat.
Namun, kata dia, bila anggaran Bakamla masih minim dan tidak cukup untuk menjalankan program besar pengamanan kelautan, maka hal itu ibarat jauh panggang dari api. Tindakannya bisa tidak sesuai dengan harapan. “Komisi I mendukung program presiden dalam pemberantasan penyelundupan," tegas Hasanuddin, Minggu (5/6).
BACA JUGA: Wow Keren...TNI AL Tak Hanya Jago di Laut tapi...
Mantan Sekretaris Militer di era Presiden Megawati Soekarnoputri dan juga Susilo Bambang Yudhoyono ini menegaskan, dalam dua bulan kepemimpinannya, Kepala Bakamla yang baru sudah menjalankan perintah presiden dengan benar. Penyelundupan banyak yang diberantas, misalnya kapal-kapal ikan ilegal. Namun, kasus penyelundupan ini terlalu banyak.
"Kalau anggarannya tidak ada kenaikan, bagaimana bisa pemberantasan itu dapat dilakukan secara tuntas,” ujar Hasanuddin.
BACA JUGA: Anang Hermansyah Pertanyakan Biaya Sensor Film
Menurut Hasanuddin, kementerian keuangan seharusnya mampu menerjemahkan pemikiran Presiden Jokowi saat memberikan intruksi kepada Bakamla.
Apalagi, Bakamla harus mengawasi laut yang luasnya hingga tiga juta kilometer persegi dari Sabang sampai Merauke.
BACA JUGA: Harga Melonjak Jelang Ramadan, Jokowi Mestinya Blusukan
Jika melihat anggaran yang tak mengalami kenaikan, Hasanuddin menganggap kemenkeu tidak mendorong sedikit pun prioritas penguatan Bakamla untuk pemberantasan penyelundupan. "Atau memang ada upaya oknum mafia di internal kemenkeu yang berusaha menggagalkan upaya Presiden dalam pemberantasan penyelundupan," tutur Hasanuddin.
Seperti diketahui, Bakamla pada 2016 hanya mendapat alokasi sebesar Rp 326,2 miliar. Bandingkan dengan anggaran untuk dan Badan Intelejen Negara (BIN) sebesar Rp 1.592 miliar.
Sementara rencananya dalam APBN Perubahan 2016 yang akan datang, kemenkeu tidak memproyeksikan sama sekali adanya penambahan untuk Bakamla. Sementara BIN direncanakan akan mendapat penambahan sebesar Rp 500 miliar menjadi Rp 2 triliun lebih.
"Operasi intelejen memang perlu. Tapi demi kedaulatan negara, operasi keamanan laut menjadi prioritas pemerintah," ungkap Hasanuddin.
Melihat dari fakta itu, Hasanuddin berpendapat tidak adanya pengalokasian anggaran kemenkeu di sektor penegakan hukum dan keamanan laut, adalah contoh ketidakmampuan menyelaraskan dengan pemikiran Presiden Jokowi dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Sebab, Bakamla dalam memberantas perdagangan gelap dan illegal fishing justru mampu meningkatkan pendapatan negara. Dia menjelaskan, perang terhadap penyelundupan yang dilakukan Bakamla dapat mengoptimalkan penerimaan negara ratusan triliun, salah satunya dari penerimaan Bea dan Cukai. Dengan demikian, pembangunan yang sudah direncanakan presiden untuk kesejahteraan rakyat dapat berjalan cepat.
"Kemenkeu harus paham Bakamla ini 'profit center' juga buat negara. Tampaknya ada pihak-pihak yang takut dengan besarnya Bakamla serta operasi-operasinya, maka dicari akal dengan dilemahkan anggarannya," pungkas politikus PDI Perjuangan ini. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mensos: Ini Bukan Tugas Ibu Saja, Ayah juga!
Redaktur : Tim Redaksi