jpnn.com, JAKARTA - Terdakwa Tedja Widjaja dan Tim Penasihat Hukumnya menyampaikan Nota Keberatan/Eksepsi atas Surat Dakwaan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Utara pada Kamis (25/10) kemarin. Nota keberatan tersebut disampaikan untuk menindaklanjuti agenda pembacaan Surat Dakwaan Penuntut Umum Kejari Jakarta Utara pada Sidang Pertama yang digelar dua minggu lalu.
Untuk diketahui, sebelumnya Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 (UNTAG) telah melaporkan Tedja Widjaja kepada Polda Metro Jaya dengan dugaan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 378 (tindak pidana Penipuan) atau dengan Pasal 372 (tindak pidana Penggelapan) dalam pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama No. 58 Tahun 2009.
BACA JUGA: Tuntutan Tak Sesuai Fakta, Cristoforus Kecewa
Dalam perjanjian tersebut, Tedja Widjaja selaku Direktur PT Graha Mahardikka membeli tanah seluas 32.000 meter persegi dari UNTAG dengan harga Rp 2.050.000 per meter persegi, yaitu senilai Rp 65,6 miliar (Rp 65.600.000.000).
Tedja Widjaja dituduh belum melaksanakan kewajibannya untuk membayar uang sebesar Rp 15 miliar sebagai salah satu tahapan pembayaran sebagaimana diatur dalam kerja sama perjanjian. Tedja Widjaja juga dituduh menjaminkan tanah tersebut di Bank Artha Graha serta Bank ICBC sehingga UNTAG dirugikan. Hal itu yang membuat Tedja Widjaja saat ini harus duduk dikursi pesakitan sebagai Terdakwa.
BACA JUGA: Kejaksaan Diminta Tahan Dua Tersangka Penipuan Akta Autentik
Terhadap tuduhan tersebut, Tedja Widjaja secara tegas menyampaikan bahwa proses pidana ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap dirinya atas upaya Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 mendapatkan kembali tanah yang telah dijual kepadanya.
Menurut Tedja, hal-hal yang dituduhkan kepadanya sangatlah tidak beralasan dan berdasar, terutama dalam hal pelaksanaan perjanjian. Tedja Widjaja mengaku sudah sepenuhnya melaksanakan kewajibannya.
BACA JUGA: Jaksa Bidik Empat Paket Jalan Perbatasan
“Tuduhan itu sama sekali mengada-ada dan tidak masuk akal. Saya sudah melaksanakan seluruh kewajiban saya sebagaimana perjanjian bahkan uang yang saya bayarkan kepada Yayasan juga sudah melebihi dari apa yang seharusnya saya bayar,” tegas Tedja.
Menurut Tedja, alasan-alasan keberatan yang disampaikan dirinya dalam Nota Keberatan/Eksepsi pribadi adalah lebih menekankan pada latar belakang pribadi dirinya selaku orang yang telah berkecimpung di dunia pendidikan sejak tahun 1993. Hingga saat ini, dirinya sudah mempunyai sembilan Taman Kanak-Kanak, 3 (tiga) Sekolah Dasar, 3 (tiga) Sekolah Menengah Pertama dan 3 (tiga) Sekolah Menengah Atas dan telah berperanserta dalam proses belajar mengajar bagi kurang lebih10 ribu siswa.
Atas dasar tersebutlah, Tedja Widjaja mau melakukan kerja sama dengan Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945.
Tedja Widjaja membantah jika dirinya dituduh belum membayar uang sebesar Rp 15 miliar sebagai salah satu tahapan pembayaran sebagaimana perjanjian.
Sementara itu, Tim Penasehat Hukum Tedja Widjaja Andreas Nahot Silitonga, menyampaikan alasan-alasan bahwa Dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima dan Surat Dakwaan batal demi hukum.
“Alasan yang kami sampaikan dalam Eksepsi ini antara lain adalah kami menyatakan secara tegas apabila Dakwaan Saudara Penuntut Umum tidak dapat diterima atas dasar apa yang dipermasalahkan merupakan kewenangan peradilan perdata,” tegas Andreas Nahot Silitonga.
Dakwaan Kesatu mengenai Penipuan, menurut Andreas, Saudara Penuntut Umum hanya menguraikan tentang adanya hubungan keperdataan antara Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 yang diwakili Rudyono Darsono dengan Tedja Widjaja yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama dengan tujuan untuk membatalkan Perjanjian dan/atau beberapa Akta Jual Beli guna mendapatkan kembali kepemilikan hak atas tanah seluas 3.2 Ha. Padahal itu merupakan ranah peradilan perdata.
Lebih lanjut, Andreas mengatakan pada Dakwaan Kedua mengenai Penggelapan diketahui tidak ada sebagian maupun seluruhnya tanah yang menjadi objek jual beli merupakan hak dari Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 sehingga pada saat Tedja Widjaja menjaminkan sertipikat ke Bank maka perbuatan itu tidak dapat dikategorikan sebagai penggelapan,” tegas Andreas Nahot Silitonga.
Setelah Tedja Widjaja dan Tim Penasihat Hukum membacakan Nota Keberatan/Eksepsi, selanjutnya Penuntut Umum diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan yang akan disampaikan pada kesempatan sidang selanjutnya pada hari Kamis, 1 November 2018.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... JPU Anggap Tidak Ada Manfaat Lagi Banding Perkara Ahok
Redaktur & Reporter : Friederich