Tekanan China Meningkat, Indonesia Diminta Perkuat Pertahanan di Natuna

Rabu, 23 Oktober 2024 – 08:47 WIB
Indonesia diminta memperkuat pertahanan di Natuna guna menghadapi tekanan China. Foto: ook,.FSI

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia perlu memperkuat kemampuan pertahanannya, khususnya Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), untuk merespons meningkatnya asertivitas China di Laut China Selatan (LCS) dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna.

Demikian diungkapkan oleh sejumlah tokoh militer dan akademisi dalam seminar bertema “Kerentanan Natuna dalam Kompleksitas Ancaman di Laut China Selatan dalam Hubungan Strategis Indonesia-China” yang diselenggarakan Universitas Pertahanan RI (UnHan RI), baru-baru ini.

BACA JUGA: FSI Imbau Anggota ASEAN Bersatu dan Tegas Hadapi Provokasi China di LCS

Laksamana TNI (Purn) Marsetyo, yang menjadi pembicara utama, menekankan pentingnya modernisasi pertahanan Indonesia.

“Peningkatan kehadiran militer China di kawasan Asia Tenggara, termasuk di sekitar Natuna, menjadi tantangan langsung bagi kedaulatan kita. Oleh karena itu, Indonesia harus meningkatkan kemampuan TNI AL melalui modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) dan pelatihan yang lebih baik,” kata Marsetyo.

BACA JUGA: Etnik Tionghoa Sepenuhnya Bagian dari Indonesia, Ketua FSI Beber Sejarahnya

Selain memperkuat militer, peningkatan diplomasi proaktif juga diharapkan untuk menjaga stabilitas kawasan. Brigjen TNI Kristijarso, yang membuka seminar tersebut, menegaskan, ancaman tidak hanya datang dari aspek militer, tetapi juga non-militer.

"Kerja sama regional dan diplomasi proaktif sangat penting untuk mengurangi potensi konflik di kawasan ini," ujar Marsetyo.

BACA JUGA: Modernisasi Militer China Jadi Tantangan bagi Indonesia dan Asia Tenggara

Dalam seminar tersebut, Laksamana Marsetyo juga mengutip arahan Presiden Prabowo Subianto yang baru saja dilantik.

"Presiden Prabowo menginginkan Indonesia menjadi negara kuat yang melindungi kedaulatan dan kekayaan alamnya. Namun, beliau juga menegaskan bahwa Indonesia harus tetap berpegang pada politik bebas dan aktif, dengan semua negara dipandang sebagai sahabat, asalkan tidak mencampuri urusan dalam negeri kita,”  tuturnya.

Di sisi lain, Broto Wardoyo, akademisi dari Universitas Indonesia, mengingatkan bahwa sikap asertif China sudah muncul sejak awal 1970-an.

"Asertivitas China ini perlu dipahami sebagai respons terhadap klaim negara lain. Mereka menjalankan strategi pendudukan efektif untuk memperkuat klaim mereka. Namun, Indonesia harus tegas mempertahankan ZEE di perairan Natuna tanpa negosiasi," jelas Broto.

Sementara itu, Johanes Herlijanto, ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI), menegaskan pentingnya peran Indonesia dalam mempersatukan ASEAN untuk menghadapi China.

"Indonesia perlu mendorong ASEAN agar bersatu dalam menghadapi tantangan dari China. Selain itu, kita juga harus secara konsisten menegaskan keabsahan ZEE kita berdasarkan UNCLOS," ujar Johanes.

Seminar ini diakhiri dengan penegasan bahwa strategi pencegahan melalui patroli TNI AL di perairan Natuna Utara harus diperkuat.

“Koarmada RI telah menerapkan strategi pencegahan dengan menghadirkan unsur-unsur Kapal Republik Indonesia (KRI) yang secara rutin berpatroli di wilayah tersebut,” ungkap Laksamana Pertama TNI Heri Wibowo. (jlo/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler