jpnn.com - JAKARTA - Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) menilai langkah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sangat lamban dalam menindak televisi nakal yang tidak independen dalam menyiarkan berita pemilu.
Menurut anggota Divisi Penyiaran AJI Dandhy Dwi Laksono setelah ramai protes di publik barulah, KPI bergerak untuk memberi teguran maupun sanksi pada media televisi nasional.
BACA JUGA: KPI Didesak Cabut Izin Penyiaran Metro TV dan TVOne
"KPI kayak pahlawan kesiangan. Radarnya kesiangan mendeteksi hal-hal pelanggaran. Potensi-potensi pelanggaran ini bisa jadi bom waktu," ujar Dhandy dalam jumpa pers yang digelar KIDP di Jakarta Pusat, Minggu (13/7).
Menurut Dandhy, sejumlah pelanggaran telah disaksikan publik di televisi sejak semester pertama 2013. Namun KPI baru mengeluarkan teguran pertama terkait konten siaran politik pada 20 September 2013 lalu. Lembaga penyiaran yang ditegur adalah TVRI dan belum menyentuh lembaga penyiaran swasta.
BACA JUGA: Tangkap Pembuat Surat Edaran Kawan Jokowi Palsu!
Meski telah diatur dengan jelas dan tegas dalam UU Penyiaran (32/2002), UU pers (40/1999), pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3-SPS), bahkan kode etik jurnalistik, KPI baru keluarkan surat edaran pada 5 September 2013 berjudul "penggunaan spektrum untuk siaran tertentu".
Akibatnya, teguran pertama baru dijatuhkan pada 5 Desember 2013 terhadap 6 Lembaga Penyiaran swasta. Tapi uniknya, teguran itu diakumulasikan dan dicampur aduk antara isi siaran dan iklan. Padahal keduanya bisa dihitung sebagai pelanggaran yang berbeda.
BACA JUGA: MA Kabulkan PK Korban Salah Vonis Perkara Pencabulan
Sebagai contoh, Kuis Indonesia Cerdas atau Kuis Kebangsaan mulai ditayangkan Oktober 2013, namun baru ditegur Desember 2013. Kuis yang ditayangkan setiap hari ini baru benar-benar diberi sanksi penghentian sementara 20 Februari 2014.
Sampai Pemilu Legislatif 9 April lalu, belum ada televisi yang mendapatkan teguran tertulis kedua, meski televisi sudah berubah layaknya partisan. Hingga pada 27 Juni kemarin, KPI baru benar-benar menulis surat kepada pemerintah (Kemenkominfo) untuk mengevaluasi pemberian izin penyiaran bagi dua televisi yaitu Metro TV dan TV One.
Di sisi lain, selama pemilu presiden ada beberapa televisi yang 'konsisten' melakukan pelanggaran nyata lagi-lagi hanya diberi peringatan dan teguran saja.
"Jadi KPI yang tugasnya sebagai regulator tidak pernah tegas. KPI berikan kartu kuning terus berulang-ulang di stasiun TV yang itu-itu juga, tidak pernah kartu merah," tegas Dhandy
Sementara itu, menurut Amir Efendi Siregar, Ketua Pemantau Regulasi Media yang turut hadir dalam jumpa pers itu, puncak dari tidak adanya efek jera pada stasiun TV itu terjadi pada 9 Juli lalu, saat pilpres.
Saat itu televisi telah menjadi bagian mesin politik salah satu kubu, berita klaim kemenangan dan hasil survei yang meresahkan. meminta KPI lebih tegas lagi dan tidak takut terhadap kekuasaan pemilik-pemilik media massa atas pelanggaran-pelanggaran demikian.
"Kami bahkan sudah gelisah dari 2010 ketika televisi sekarang kontennya mulai seragam dan konsen kepemilikannya. Lebih bahaya. Tapi KPI belum bertindak tegas," kata Amir.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Curiga Perusahaan Raksasa di Belakang Prabowo-Hatta
Redaktur : Tim Redaksi