Teliti Kotoran, Tubuh Manusia Jadi Makanan Selingan

Senin, 05 September 2011 – 07:24 WIB
Prof Putra Sastrawan. Foto: Jawapos
BERKAT ketekunannya mengurusi komodo, Prof Putra Sastrawan sangat dikenal di luar negeriDia banyak menjadi konsultan kebun binatang yang merawat komodo

BACA JUGA: Kisah Lebaran Ariel di Rutan Kebon Waru Bandung

Saat ini dia getol mempromosikan komodo sekaligus menjaga kelestariannya
Siapakah dia?

AGUNG P

BACA JUGA: Beli Patungan Rp 1,25 M, Cicil 30 Tahun

ISKANDAR, Jakarta
 
Usianya memang sangat senior
Mei tahun depan dia berusia 70 tahun

BACA JUGA: John Stanmeyer, Fotografer Profesional AS 10 Tahun Berburu Gambar Soekarno

Rambutnya terlihat tipis dan sudah banyak yang berwarna putihTapi, semangat Putra untuk mendorong pelestarian komodo melebihi mereka yang masih mudaApalagi, pengetahuannya sebagai profesor komodo membuat dia disegani, baik di dalam negeri maupun luar negeri"Komodo itu sudah menjadi bagian dari hidup saya," kata Putra saat ditemui di gedung Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kawasan Thamrin, Jakarta, pekan lalu.

Bapak tiga anak itu merupakan salah seorang ahli komodo dari Indonesia yang cukup dikenal di luar negeriSebab, dia merupakan salah seorang di antara segelintir orang yang sejak awal ngopeni komodoPada 1969, dia ikut terjun langsung di habitat asli reptil purbakala itu di Pulau Komodo, Provinsi Nusa Tenggara TimurSaat itu Putra mendampingi Dr Walter Auffenberg dari Florida State Museum University of FloridaMereka meneliti kehidupan makhluk buas bernama latin varanus komodoensis itu.

Penelitian berlangsung sekitar tiga tahunHasil penelitian itu, Auffenberg menerbitkan buku berjudul Behavioral Ecology of Varanus Komodoensis in Komodo Island and the Adjacent Islands"Buku itu adalah buku monumental tentang komodo yang pernah diterbitkanOrang menyebutnya the Bible of Komodo (kitab Injilnya Komodo, Red)," katanya.

Putra menuturkan, penelitian yang dilakukan pada 1969 itu benar-benar penuh petualanganSebab, kondisi Pulau Komodo masih sangat liarPulau itu masih dihuni sekitar 350 orangTidak seperti sekarang yang sudah ditempati beberapa ribu jiwaTidak ada penginapan dan infrastruktur seperti dermaga dan kapal bertenaga mesinMeski begitu, Auffenberg berani untuk mengajak istri dan tiga anaknya ikut membantu penelitian tersebut.

Untuk sampai ke Pulau Komodo, mereka harus menggunakan sampan bertenaga angin dari Labuan Bajo, FloresWaktu tempuh antara Labuan Bajo dan Pulau Komodo tak bisa dipastikanKalau angin kencang, bisa cepat sampaiKalau angin sedang tidak keruan, mereka bisa kesasar sampai Australia"Tidak seperti sekarang, transportasi lancarApa lagi jika angin barat yang berembus, bisa-bisa terdampar di Australia," kata lelaki asli Bali itu.

Setiap hari, kata Putra, mereka berkeliling Pulau KomodoSaat malam, mereka mendirikan tendaTempat-tempat yang mereka teliti sangat terisolasi dari warga Pulau KomodoBahkan, pernah mereka mendirikan tenda yang hanya bisa diakses ketika air laut surutKalau air laut sedang pasang, mereka tak bisa ke mana-manaUntungnya, mereka memiliki sampan bermotor bertenaga 20 PK untuk mobilitas.

Kendati hanya mendampingi Auffenberg, penelitian bertahun-tahun di Pulau Komodo membuat Putra jatuh hati kepada pulau bersuhu panas tersebutDia juga mulai dikenal dekat dengan masyarakat Pulau KomodoSetiap ada acara adat, dia diundangMulai upacara perkawinan hingga berbagai selamatanSejak saat itulah, Putra yakin bahwa komodo adalah salah satu panggilan hatinya.

Pada 1970, Putra kembali berjibaku di Pulau KomodoDia mempelajari preferensi makanan reptil buas ituUntuk mengumpulkan data-data, dia harus mengumpulkan kotoran komodoSampai-sampai dia mengerahkan masyarakat Pulau Komodo untuk mengumpulkan tinja hewan tersebut"Saya sampai berani bayar tahi komodo per kilogramKering atau segar nggak apa-apa," kata Putra, lantas terkekeh.

Dari tahi komodo itu diperoleh berbagai informasiTernyata, komodo gemar makan monyet, rusa, babi hutan, reptil, burung, dan ular"Itu saya peroleh setelah mengorek-ngorek tahi komodoAda kuku rusa yang tidak bisa dicerna, kami temukan utuh di tahinya," tutur Putra.

Putra akhirnya bisa menyimpulkan bahwa paling tidak ada 13 daftar binatang yang menjadi menu komodoNamun, terkadang komodo juga perlu selingan makanan"Kalau sempat, mereka juga makan manusia," kata mantan kepala Jurusan Biologi, Universitas Udayana, itu lantas tersenyum.

Puluhan tahun menggeluti komodo bukan tanpa cobaanPutra beberapa kali harus berhadapan dengan koleganya dari luar negeri yang ingin membeli bayi-bayi komodoPara pembeli bayi komodo itu umumnya datang dari kalangan pemilik kebun binatang "swasta"Yakni, mereka yang memiliki koleksi reptil yang ditempatkan di lahan luas milik pribadiPutra dengan tegas menolakSebab, itu merupakan pelanggaran hukum serius

Mantan pembantu rektor Universitas Udayana tersebut menuturkan, kondisi komodo di Pulau Komodo dan sekitarnya cukup sehatMereka mendapat lingkungan yang ideal bagi pertumbuhannyaYakni, cuaca yang panas, gersang, dan hewan-hewan calon mangsa yang harus mereka kejarTapi, kata Putra, kondisi itu sangat kontras dengan komodo yang berada di kebun binatang, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Biasanya komodo di kebun binatang tidak mendapat habitat yang pasMereka juga terlalu dimanja dengan menu makanan yang banyakAkibatnya, banyak komodo yang mengalami obesitasTubuhnya gendut dan tak banyak bergerakKomodo-komodo gembul itu bahkan susah mengangkat tubuhnya.

Seperti yang dilihat Putra di kebun binatang Cincinnati, Negara Bagian Ohio, Amerika SerikatKomodo malah ditempatkan di dalam kandang dengan tanaman dan rumput yang cukup tinggiPadahal, komodo seharusnya ditempatkan di tanah pasir dan berbatu

Begitu juga di kebun binatang PittsburghKomodo ditempatkan di ruangan indoor yang sempitAkibatnya, ia kekurangan vitamin D yang berguna untuk menguatkan tulang-tulangnyaKomodo itu juga mendapat asupan makanan yang lebih dari cukup

Akibatnya, tubuh komodo semakin menggembungSambungan tulang-tulangnya membengkakHal itu diperburuk oleh tubuh yang gembrot, komodo malas bergerak"Tubuhnya semakin gendut sampai tidak bisa bergerak sama sekaliDia hanya bisa makan terus sampai akhirnya mati," katanya.

Sejak saat itu, Putra menjadi semacam konsultan bagi kebun binatang yang merawat komodoMulai kebun binatang di Pittsburgh, Nashville, Miami, hingga Toronto, KanadaPutra menyarankan kepada mereka agar memberikan kandang yang luas bagi komodoDia juga meminta agar tanah kandang dibikin gersang dengan pasir"Mereka nelpon saya, katanya akhirnya komodo sehat dan mau berolahraga," katanya.

Kondisi serupa juga terjadi di kebun binatang dalam negeriTerutama kebun binatang yang berada di daerah beriklim adem seperti di Cisarua, Bogor"Komodo perlu suhu udara yang panasDi habitat aslinya, suhu tanah sampai 69 derajat Celsius dan suhu udara sampai 45 derajat Celsiun," katanya.

Putra terkadang prihatin terhadap popularitas komodo bagi warga Indonesia sendiriBerdasar catatan di Balai Taman Nasional Komodo, 90 persen pengunjung datang dari Amerika Serikat, Belanda, Australia, dan JermanSangat jarang warga negeri sendiri yang mengunjunginya.

Padahal, komodo merupakan warisan abad prasejarah kepada manusia abad modernPopularitas komodo juga sudah mendunia, bahkan sejak puluhan tahun laluBuktinya, komikus kondang asal Belgia, Herge, sampai menggambarkan komodo dalam salah satu episode Petualangan Tintin berjudul Penerbangan 714Di komik lawas tersebut, Tintin hendak terbang dengan menggunakan pesawat ke Australia dan transit di Bandara Kemayoran, JakartaNamun, pesawat tersebut jatuh di Pulau Komodo di mana dia dan katen pilot Haddock secara mengejutkan bertemu dengan komodo.

Putra juga kecewa terhadap ulah sejumlah pihak yang memanfaatkan komodo sebagai komoditasDia mengecam pihak yang mengadakan SMS dengan tarif Rp 1.000 per SMS sebagai dukungan Taman Nasional Komodo masuk daftar tujuh keajaiban dunia

Padahal, SMS itu hanya mengambil keuntungan sesaat atas komodo tanpa memedulikan nasib keberlangsungan hidup hewan purba ituApalagi, sebagian hasil SMS tersebut harus disetor kepada LSM asing yang" berpusat di Zurich, Swiss"Itu hanya keuntungan sesaat tanpa memedulikan nasib komodo," katanya.

Saat ini Putra sudah pensiun dari dunia kampusNamun, kepeduliannya terhadap komodo tak ikut pensiunPutra kini mendirikan Yayasan Komodo PutraSelain mempromosikan komodo, yayasan tersebut peduli terhadap kelestarian makhluk langka ituMereka mendidik para guide dan stake holder agar lebih peka terhadap kelestarian komodo"Saya ingin mendidik masyarakat supaya anak cucu kita tidak melihat komodo hanya sebagai gambar," katanya(*/c4/iro)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Desa Bengkala di Buleleng, Kampung dengan Jumlah Warga Bisu-Tuli Terbanyak di Bali


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler