jpnn.com, BANDUNG - Ombudsman RI Provinsi Jawa Barat merilis hasil pemantauan langsung terkait keberadaan minyak goreng di pasaran.
Ombudsman mendapati minyak goreng masih mengalami kelangkaan.
BACA JUGA: Sekjen Gempar Indonesia Kritik Mendag Lutfi soal Minyak Goreng
Pemantauan dilakukan di delapan titik mulai dari pasar hingga pertokoan.
Menurut Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI Provinsi Jawa Barat Fitry Agustine, minyak goreng yang berada di pasar tradisional terutama untuk kemasan sederhana dan premium terjadi kelangkaan.
BACA JUGA: Viral Beli Minyak Goreng Pakai KK dan Kartu Vaksin, Kemendag Bilang Begini
Selain itu, harga jual pun masih di atas harga eceran tertinggi (HET).
“Pemerintah diharapkan melakukan operasi pasar secara optimal kepada pasar-pasar tradisional."
BACA JUGA: Soal 1,1 Juta Kg Minyak Goreng yang Ditemukan di Deli Serdang, Edy Rahmayadi Bilang Begini
"Tidak hanya kepada toko modern atau retail besar saja, sehingga kelangkaan minyak goreng yang terjadi di pasar tradisional dan toko kelontong dapat terpantau dan teratasi," kata Fitry dalam keterangan yang diterima di Bandung, Jawa Barat, Selasa.
Adapun delapan titik yang dilakukan pemantauan oleh Ombudsman Jawa Barat yakni satu pasar tradisional, lima toko tradisional dan toko kelontong, dan dua toko modern atau toserba (toko serba ada).
Menurutnya, minyak goreng curah di pasar tradisional dijual dengan stok terbatas dan harga jualnya pun berada di atas HET yang ditetapkan pemerintah, yakni berada pada kisaran harga Rp 15 ribu hingga Rp 17 ribu per liter.
Selain itu, minyak goreng yang berada di pasar tradisional terutama untuk kemasan sederhana dan premium terjadi kelangkaan Rp 17 ribu hingga Rp 18 ribu per liter.
Dari pemantauan itu, menurutnya diketahui terjadi fenomena adanya pedagang pasar tradisional membeli minyak goreng pada toko retail modern, dan kemudian menjual minyak gorengnya kembali di pasar tradisional dengan harga di atas HET.
"Harga jual pada toko modern atau toserba sudah sesuai HET dan stok mencukupi untuk penjualan normal, yakni stok minyak goreng yang dikirimkan hanya berkurang sekitar 10-20 persen dibandingkan sebelum adanya kebijakan HET minyak goreng dari pemerintah," katanya.
Selain itu, menurutnya di tengah masyarakat masih terjadi fenomena panic buying sehingga setiap orang dapat berulangkali melakukan pembelian minyak goreng dalam waktu yang sangat berdekatan.
"Hal tersebut turut mengakibatkan sebagian masyarakat lain tidak mendapatkan jatah pembelian minyak goreng," katanya.(Antara/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Ken Girsang