jpnn.com, JAKARTA - Selain mendaftarkan seluruh tanah di Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga fokus menyelesaikan serta mencegah terjadinya masalah pertanahan di seluruh Tanah Air.
Tingginya nilai tanah dan banyak pihak yang berkepentingan terhadap sebuah lahan mengakibatkan permasalahan pertanahan tidak terelakkan. Akibatnya banyak kejadian tercatat maupun tidak tercatat, sehingga sulit bagi generasi saat ini mencoba melakukan rekonstruksi terhadap masalah pertanahan yang sudah lama terjadi.
BACA JUGA: Menteri ATR BPN Sofyan Djalil Ungkap Tujuan Dibentuknya UU Cipta Kerja
Demikian disampaikan Tenaga Ahli Menteri ATR/BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan dan Ruang Hary Sudwijanto dalam Webinar Hubungan Masyarakat pada Selasa (20/10) lalu.
“Kadang bukti yang ada terkait masalah pertanahan itu, sengaja dihilangkan oleh oknum tidak bertanggung jawab sehingga kita sulit untuk mengetahui bagaimana masalah pertanahan itu terjadi. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati mengurai suatu masalah pertanahan,” kata Hary Sudwijanto.
BACA JUGA: Kunjungi Jayapura, Wamen ATR BPN Koordinasikan Pelaksanaan GTRA
Dalam mencegah terjadinya masalah pertanahan, katanya, peran pimpinan dirasa sangat penting. Sebab, kata Hary, hal merupakan aspek dinamis dalam suatu organisasi.
Ketika seseorang mendapat amanat untuk menduduki suatu jabatan, maka dia memiliki peran yang sangat penting untuk memajukan suatu organisasi karena dia memiliki kekuasaan penuh untuk memajukan organisasi.
BACA JUGA: Kompol Imam Zaidi Bikin Malu Polri, Pantas Irjen Agung Menyebutnya Pengkhianat
"Namun kembali ke diri pimpinan itu, apakah berani mengambil suatu keputusan, apakah dia ragu-ragu atau dia yakin dengan keputusannya,” lanjut Hary.
Sebagai informasi, Kementerian ATR/BPN telah menyusun tipologi sebaran kasus sengketa dan perkara pada tahun 2015-2019.
Menurut data Ditjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, jumlah sengketa atau konflik tanah yang sudah selesai dalam kurun waktu 2015-2019 adalah 3.179 kasus, dan jumlah perkara pertanahan yang sudah diputuskan selesai oleh pengadilan adalah 3.015 kasus.
“Dari tipologi tersebut, kasus yang sering muncul adalah Pendaftaran Peralihan Tanah, Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Penetapan Batas/Letak Bidang, serta Penguasaan/Pemilikan Tanah Belum Terdaftar,” ungkap Hary.
Penanganan masalah pertanahan dapat dilakukan secara internal serta eksternal. Secara internal dilakukan melalui internalisasi nilai-nilai Kementerian ATR/BPN, yakni Melayani, Profesional dan Terpercaya.
Nilai-nilai ini perlu ditopang dengan kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual dan kecerdasan sosial..
Sementara dalam penanganan eksternal, dilakukan melalui tiga hal, yaitu preemtif, preventif, serta penegakan hukum (gakkum). Preemtif adalah melibatkan masyarakat untuk mendeteksi dan mengidetifikasi masalah pertanahan serta menemukan solusinya.
Kemudian preventif dengan membentuk saluran komunikasi antara Kementerian ATR/BPN dengan masyarakat guna mendiskusikan masalah pertanahan yang perlu dipecahkan bersama.
"Penegakan hukum, Kementerian ATR/BPN menjalin kerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menyelesaikan kasus sengketa pertanahan,” kata Hary.
Peran pimpinan dalam mencegah masalah pertanahan dengan memosisikan diri seorang pimpinan sebagai suri tauladan, pimpinan sebagai agen perubahan serta pemimpin sebagai pembimbing yang harus dapat melakukan koreksi sekaligus memberikan solusi dan juga mengambil keputusan.
“Sebagai seorang panutan atau suri tauladan, seorang pemimpin harus menginspirasi bawahan di mana perilaku baiknya akan dijadikan panutan dan diikuti. Pemimpin juga harus berperilaku positif, dapat membangun kepercayaan, berintegritas, mengarahkan bawahan serta memberikan dukungan,” kata Hary Sudwijanto.
Pihaknya menambahkan bahwa ada delapan kualitas pemimpin yang baik. Pertama, dia harus berorientasi pada visi; kedua, inovatif serta mengikuti perkembangan zaman; ketiga, berorientasi pada proses manajemen; keempat, dapat membangun kemampuan;.
"Kelima, menerapkan merit system; keenam mampu memotivasi bawahannya, ketujuh, dapat berkomunikasi dengan setiap bawahan serta sesamanya, kedelapan adalah membangun kultur organisasi," tambahnya.(*/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam