jpnn.com - SURABAYA –Kasus perdagangan manusia belum juga selesai. Di Jawa Timur, hingga akhir 2015, telah ditemukan 67 kasus. Jumlah itu naik drastis daripada tahun sebelumnya yang tercatat 15 kasus.
Setiap kasus memakan puluhan korban. Fakta tersebut terungkap dalam diskusi bertema Perdagangan Manusia di Sekitar Kita yang diselenggarakan Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya. Aktivis kemanusiaan dari Malaysia, Grace Lee, mengaku sangat miris melihat nasib korban perdagangan manusia.
Selama terjun ke dunia aktivis kemanusiaan, dia sudah menemukan 200 ribu orang Indonesia yang diperdagangkan dan masuk ke Malaysia. Sebagian besar korban tersebut merupakan perempuan dan anak-anak.
BACA JUGA: Rusuh SARA Tanjungbalai Bukan Hal Baru, Polri Harus Tahu
''Mereka disiksa sampai kondisinya tidak bisa kembali lagi ke Indonesia," jelas Grace.
Dari jumlah itu, 80 persen atau sekitar 160 ribu korban adalah warga asal NTT. Sisanya berasal dari Jawa dan Kalimantan. Tidak hanya luka fisik, para korban perdagangan manusia tersebut mendapatkan siksaan seksual.
Dia lantas menceritakan penemuan salah seorang korban perdagangan manusia beberapa waktu lalu. Grace menemukan korban itu dibuang di hutan dengan keadaan terluka di sekujur tubuh.
''Mereka di sana sudah lama. Tidak bisa kembali,'' ujarnya yang menjadi aktivis perempuan sejak 9 tahun lalu tersebut.
Mengetahui kejadian itu, Grace dan timnya setiap hari mengunjungi korban-korban di tengah hutan yang merupakan tempat pembuangan.
BACA JUGA: Pengakuan Bekas Copet, Dulu Anak Buah Freddy Budiman
''Kami mengobati dan memberikan semangat kepada mereka agar bisa bangkit,'' jelasnya.
Yang paling dibuat miris, ungkap dia, sebagian besar korban perdagangan manusia tersebut merupakan pekerja ilegal. Dengan begitu, mereka mengaku kesusahan untuk melapor ke kepolisian terdekat.
''Mereka sendiri ilegal. Bagaimana mau melaporkan orang lain? Yang saya sebut 200 ribu itu semuanya ilegal. Belum termasuk siksaan terhadap pekerja legal,'' ungkapnya.
Diskusi kemarin juga menghadirkan Indrawati, salah seorang korban perdagangan manusia. Perempuan kelahiran Malang tersebut mengaku pernah disiksa selama bekerja di Malaysia.
BACA JUGA: Mensos Dukung Eksekusi Mati untuk Gembong Narkoba
''Sering dapat pukulan. Saya hanya dikasih makan sekali per 3 hari,'' ujarnya.
Siksaan itu berlangsung selama 11 bulan. Kondisi yang dialami Indrawati tersebut berawal dari hasutan dari seorang teman. ''Katanya bisa dapat pekerjaan bagus dan gaji besar. Tapi, ternyata sampai di Malaysia, penyiksaan yang saya dapat,'' jelasnya.
Aktivis Perempuan Indonesia Wiwik Afifah mengungkapkan, perdagangan manusia tidak hanya antarnegara. Peluang kejahatan kemanusiaan semacam itu juga sering terjadi di dalam satu daerah. Baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan.
Dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) tersebut menjelaskan, perdagangan manusia disebabkan beberapa faktor pendorong. Antara lain, kemiskinan, lapangan sempitnya pekerjaan, kurangnya pengetahuan, serta budaya.
''Banyak sekali tawaran kerja mudah dengan gaji besar. Itu jadi iming-iming pekerja yang akhirnya menjadi korban human trafficking,'' ucapnya.
Wiwik menyatakan, banyak cara yang digunakan para pelaku perdagangan manusia untuk menggaet korban. Ada yang melalui pertemuan langsung. Ada pula yang melalui media sosial.
''Biasanya, mereka didekati, dijadikan sahabat, atau sampai dijadikan teman kumpul kebo. Setelah itu, mereka dijual. Jadi, korban tidak dapat berbuat apa-apa," ungkapnya.
Di Jawa Timur, tercatat ada 651 korban perdagangan manusia untuk prostitusi ke Jakarta selama 2016. Banyak korban yang usianya masih sangat belia. Karena itu, dia mengimbau masyarakat agar lebih meningkatkan kewaspadaan. Tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga lingkungannya.
''Jangan sampai kita tidak peduli dengan perdagangan manusia hanya karena tidak terjadi di sekitar kita,'' katanya. (bri/c20/fat/flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sehari, Mensos Bisa Minum Lima Cangkir Kopi Pahit
Redaktur : Tim Redaksi