Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor

Selasa, 12 Desember 2023 – 12:21 WIB
Dermaga Sodong di Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. ANTARA/Sumarwoto

jpnn.com - Beberapa hari ini Pulau Nusakambangan ramai diperbincangkan, termasuk oleh para warganet pengguna medsos.

Pemicunya ialah ide capres bernomor urut 3 di Pilpres 2024 Ganjar Pranowo tentang menghukum para pelaku korupsi di Nusakambangan.

BACA JUGA: Ide Baru dari Ganjar: Nusakambangan untuk Penjara Koruptor!

Memang selama ini Nusakambangan kerap digambarkan sebagai pulau menyeramkan. Pulau yang menjadi bagian wilayah Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Jateng), itu memiliki luas 210 KM persegi.

Nusakambangan memiliki panjang yang membentang sekitar 36 kilometer, sedangkan lebarnya antara 4-6 kilometer. Letaknya terpencil dan hanya bisa dijangkau dengan kapal dari Dermaga Wijayakusuma, Cilacap.

BACA JUGA: Pejabat Korup Bikin Muak, Prof Henri Puji Ide Ganjar soal Nusakambangan buat Koruptor

Ganjar pun mengusulkan Nusakambangan jadi tempat khusus untuk menghukum pelaku korupsi.

"Tempatnya terpencil jauh dari mana-mana, masih banyak semak belukar,” ujar Ganjar saat menyampaikan Kuliah Kebangsaan di Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC) pada Jumat lalu (8/12/2023).

BACA JUGA: Apresiasi dari Akademisi untuk Ide Ganjar soal Penjarakan Koruptor di Nusakambangan

Saat ini pulau yang sisi selatannya menghadap Samudra Hindia itu dikenal sebagai penjara. Ada 11 penjara di Nusakambangan, yakni Lapas Terbuka, Lapas Permisan, Lapad Kembang Kuning, Lapas Besi, Lapas Narkotika, Lapas Batu, Lapas Pasir Putih, Lapas Karanganyar, Lapas Gladakan, Lapas Ngaseman, dan Lapas Nirbaya.

Tiga lapas terakhir, yakni Gladakan, Ngaseman, dan Nirbaya, baru dibuka tahun ini. Pada 2023 ini pula Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) membangun satu lapas baru lagi.

Dari 11 penjara itu, Lapas Terbuka dan Lapas Nirbaya memiliki sistem pengamanan minimum. Adapun Lapas Permisan, Lapas Kembang Kuning, Lapas Gladakan, dan Lapas Ngaseman memiliki sistem pengamanan medium.

Selanjutnya ialah Lapas Besi dan Lapas Narkotika yang bersistem pengamanan maksimum, sedangkan Lapas Batu, Lapas Pasir Putih, dan Lapas Karanganyar tergolong super-maximum security.

Nusakambangan memiliki sejarah panjang dengan statusnya sebagai pulau penjara yang membuatnya memiliki julukan Alcatraz Indonesia itu.

Sama dengan Alcatraz di Teluk San Francisco, California, Amerika Serikat (AS), Nusakambangan juga berada di laut, tepatnya sebelah selatan Teluk Penyu di Cilacap.

Buku “Nusakambangan dari Poelaoe Boei Menuju Pulau Wisata” karya Unggul Wibowo memaparkan pemanfaatan Nusakambangan berawal pada 1861.

Ketika itu Pemerintah Hindia Belanda memanfaatkan orang-orang hukuman alias narapidana untuk membangun benteng pertahanan di Nusakambangan.

Muchamad Sulton, Ibnu Sodiq, dan Andy Suryadi dalam karya tulis mereka yang berjudul ‘Perkembangan Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan Kabupaten Cilacap’ di Journal of Indonesian History mendedahkan pulau itu sudah dijadikan tempat bagi orang-orang hukuman sejak awal abad ke-20.

Mulai 1905, Nusakambangan dijadikan tempat memenjarakan tentara Belanda, termasuk yang sudah berpangkat kolonel. Pemberitaan di Suara Merdeka edisi 1 Februari 1954 mencatat awalnya ada 12 rumah penjara besar di Nusakambangan.

DR. Bambang Poernomo S.H. dalam buku ‘Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan’ terbitan 1986 menyodorkan catatan lain. Lapas Permisan merupakan penjara tertua di Nusakambangan.

Penjara di sisi selatan Nusakambangan itu dibangun pada 1908. Lokasi itu dipilih dengan pertimbangan napi yang kabur dari Permisan akan hilang (vermist) ditelan gelombang laut atau dimakan binatang buas di hutan sekelilingnya.

Setelah ada Boei Permisan (nama awal Lapas Permisan), pemerintahan kolonial Hindia Belanda membangun Boei Karanganyar dan Boei Nirbaya pada 1912.

Adapun pada 1921, giliran pembangunan Boei Karanganyar dan Boei Nirbaya. Syahdan, tiga lapas lainnya, yakni Boei Batu, Boei Karangtengah, dan Gliger dibangun pada 1925.

Sepuluh tahun kemudian atau pada 1935, giliran Boei Limus Buntu dan Cilacap yang didirikan. Terakhir ialah Boei Kembang Kuning yang dibangun pada 1940.

Buku “Mengenal Pulau Nusakambangan Dari Dekat” karya Soekarno Brotokoesoemo mendedahkan awal Belanda memanfaatkan pulau itu sebagai penjara justru didasari pertimbangan untuk mencari keuntungan.

Para napi dipenjara di Nusakambangan bukan karena berstatus penjahat kelas kakap, melainkan dimanfaatkan tenaganya untuk bekerja di perkebunan karet.

Namun, pada 16 April 1962, Mr. Soedarman Gandasoebrata selaku kepala Jawatan Kepenjaraan saat itu menerbitkan surat yang memuat ketentuan tentang kriteria napi yang bisa dikirim ke Nusakambangan.

Napi yang di-Nusakambangan-kan itu harus memiliki sisa masa pidana paling sedikit 1 tahun dan paling lama 5 tahun.

Ada proses seleksi untuk memastikan napi yang akan dipidah ke Nusakambangan itu berkelakuan baik dan bakatnya diketahui. Hal tersebut disebabkan pada saat itu penjara Nusakambangan menerapkan sistem open gesticht atau penjara terbuka.

Nusakambangan baru menjadi tempat untuk memenjarakan penjahat kelas kakap pada 1983. Ketika itu Menteri Kehakiman Ismail Saleh mengeluarkan instruksi tentang Nusakambangan sebagai tempat pembinaan napi yang sulit dibina di lapas lainnya.

Belakangan nama-nama kondang pernah menjadi napi di Nusakambangan. Pengusaha ternama Bob Hasan pernah menjadi napi di pulau penjara itu.

Tokoh berjuluk Raja Hutan itu merupakan napi kasus korupsi proyek pemotretan udara pada 1996. Nilai proyek di Departemen Kehutanan itu mencapai USD 87,080 juta untuk pemotretan areal hutan seluas 30,6 juta hektare.

Ada pula Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Putra Presiden Kedua RI Soeharto itu merupakan terpidana perkara pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kartasasmita.

Tommy mengotaki pembunuhan terhadap Syaifuddin yang pada saat itu merupakan Ketua Muda Hukum Pidana Mahkamah Agung (MA).

Syaifuddin adalah ketua majelis hakim MA yang menangani permohonan kasasi Tommy dalam perkara korupsi tukar guling lahan seluas 150 hektare milik Bulog di Marunda, Jakarta Utara.

Kasus itu bermula ketika Bulog di bawah pimpinan Beddu Amang membuat nota kesepahaman atau MoU dengan PT Goro Batara Sakti.

Saat itu Tommy merupakan komisaris PT Goro Batara Sakti yang melalui skema tukar guling tersebut bisa menguasai lahan senilai ratusan miliar rupiah milik Bulog.

Satu lagi nama kondang yang juga pernah menghuni Nusakambangan, yakni Johny Indo. Aktor beken itu terlibat perampokan toko emas pada era 1970-an.

Seniman peran blasteran keturunan Belanda itu pernah berupaya melarikan diri dari Nusakambangan, tapi upayanya berakhir dengan kegagalan. Kisahnya pernah dijadikan film.

Ada pula Trio Bom Bali, yakni Amrozi, Imam Samudera, dan Mukhlas yang pernah mendekam di Nusakambangan. Ketiga pengebom Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Bali, yang menewaskan ratusan orang itu dihukum mati pada 2008.

Dua warga negara asing yang menjadi terpidana mati, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, juga pernah menjadi penghuni Nusakambangan.

Anggota sindikat narkoba Bali Nine itu menjadi warga binaan di Nusakambangan hingga akhirnya vonis hukumannya dieksekusi pada 29 April 2015.

Kegeraman Ganjar para korupsi mendorongnya menggulirkan ide tentang memenjarakan koruptor di Nusakambangan. Gagasan itu sebagai upaya untuk memberikan hukuman setimpal kepada koruptor sekaligus menimbulkan efek jera.

“Setuju (atau) enggak kalau koruptor dimasukkan sana?" tanya Ganjar yang langsung dijawab dengan kor ‘setuju’ oleh mahasiswa. Ide itu juga langsung mendapat aplaus panjang.

Peraih gelar S.H. dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menjadikan pemberantasan korupsi sebagai pekerjaan rumah atau PR ke depan.

Ganjar maupun Mahfud akan bersikap tegas kepada pelaku korupsi. Merujuk data Indonesian Corruption Watch (ICW), Ganjar menyebut kerugian negara akibat korupsi pada 2022 mencapai Rp 42 triliun.

“Dengan uang Rp 42 triliun kalau untuk bangun puskesmas senilai Rp 5 miliar bisa jadi 8.400 puskesmas," tuturnya.

Ide Ganjar itu memperoleh apresiasi dari akademisi. Guru besar ilmu komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Prof. Henri Subiakto langsung sependapat dengan gagasan capres yang berpasangan dengan Mahfud MD di Pilpres 2024 itu.

“Saya sangat sepakat. Apa yang disampaikan beliau itu bagian dari menangkap kehendak masyarakat yang sudah muak terhadap korupsi. Semangat untuk menghukum tinggi seperti yang disampaikan Pak Ganjar itu adalah keinginan atau kehendak masyarakat,” kata Henri.

Menurut Henri, masyarakat sudah muak dengan banyaknya kasus korupsi yang melibatkan para pejabat dan elite politik. Namun, masyarakat belum melihat kesungguhan pemerintah dalam memberantas korupsi.

“Menjelang pilpres ini, kan, juga banyak ditengarai korupsi-korupsi yang dipakai untuk dana-dana pemilu. Begitu, kan? Itu, kan, masyarakat muak,” katanya.

Adapun ahli hukum dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Al Wisnubroto meendorong Ganjar membuat konsep yang detail tentang ide memenjarakan koruptor di Nusakambangan itu.

“Sekarang kalau pelakunya tindak pidana korupsi, kan ada corruption by needs (kebutuhan, red), ada corruption by greed (tamak, red). Jadi, mesti butuh konsep yang berbeda untuk pembinaan, untuk penjeraan dan sebagainya,” ujarnya.(jpnn.com)

Yuk, Simak Juga Video ini!

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hati-hati! Ganjar-Mahfud Bakal Menjadi Peluru Tak Terkendali Melibas Pelaku Korupsi


Redaktur : Antoni
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler