MOAMMAR Kadhafi memang sudah kalah meski belum menyerahTetapi, apakah itu berarti Libya bakal memasuki era baru yang lebih baik? Tanda-tanda yang ada justru memperlihatkan sebaliknya: Negeri kaya minyak itu berada di ambang perpecahan dan pertumpahan darah
BACA JUGA: Dunia Desak Kadhafi Menyerah
Tanda-tanda tersebut terlihat dari "pembangkangan" pasukan pemberontak yang bergerak di lapangan terhadap kepemimpinan Dewan Transisi Nasional (NTC)
Kepada The Independent kemarin, pasukan pemberontak yang menjaga Misrata, kota di sebelah timur Tripoli, misalnya, jelas-jelas menyatakan tak akan mematuhi perintah NTC
BACA JUGA: Tripoli Jatuh, Kadhafi Sembunyi
Contoh lain yang lebih gamblang tersaji pada 28 Juli laluAbdul Fattah Younes, komandan pasukan pemberontak, tewas secara mengenaskan setelah dibujuk untuk meninggalkan garis depan pertempuran
BACA JUGA: Raja-Ratu Swedia Ditolak Resto Jerman
Sampai sekarang belum jelas pembunuhnya, tetapi bisa dipastikan berasal dari kalangan pemberontak sendiriKematian mantan orang dekat Kadhafi yang membelot Februari lalu itu saja bisa memicu friksi berkepanjanganSebab, kalangan internal pemberontak sudah pasti saling tudingBelum lagi ancaman pembalasan dari suku asal Younes, Obeidi, yang hingga kini menuntut penjelasan atas kematian tokoh kebanggaan mereka itu
Nah, kalau terhadap komandan sendiri para pemberontak tega membunuh, bagaimana nasib para pejabat dan rakyat biasa yang selama ini loyal kepada Kadhafi" Tak ada yang bisa menjamin bahwa tak akan ada pembantaian terhadap mereka
Karena itu, satu per satu pejabat Kadhafi melarikan diri begitu tanda-tanda kejatuhan sang kolonel terlihatTerakhir, Menteri Perminyakan Libya Omran Abukraa membelot ke Tunisia"Tiap darah yang jatuh akibat pemberontak adalah tanggung jawab dunia Barat," ujar Moussa Ibrahim, juru bicara rezim Kadhafi, seperti dikutip Associated Press.
Tetapi, pedulikah NATO, yang merupakan representasi Barat, dalam konflik Libya itu? Sepertinya tidakMereka hanya berkepentingan melengserkan Kadhafi, itu sajaApalagi, mereka tak punya mandat untuk menerjunkan pasukan darat sehingga tak mungkin bisa mencegah gerak pasukan pemberontak jika mereka bermaksud melakukan "pembersihan" orang-orang Kadhafi
Jadi, sangat mungkin Libya bakal bernasib seperti Iraq pasca-invasi pasukan multinasional pimpinan Amerika Serikat: dari mulut harimau ke mulut buayaSaddam Hussein -yang seperti Kadhafi, juga tidak populer di mata rakyatnya saat itu- memang bisa digulingkan, bahkan dihukum gantung
Tetapi, toh perang bermotif sektarian tetap berkecamuk di Negeri 1001 Malam ituBahkan dalam skala yang lebih buruk jika dibandingkan dengan bentrok antara tentara-tentara Saddam dan pasukan multinasional dulu
Atau, bisa jadi juga Libya bernasib lebih buruk daripada itu: seperti AfghanistanTaliban yang digulingkan oleh Aliansi Utara dengan bantuan Barat pada 2001 memang dibenci warga negeri tersebutNamun, pasca-Taliban, Afghanistan tetap tak henti dirundung perang
Padahal, pasca-Saddam dan Taliban itu, Iraq dan Afghanistan masih disupervisi langsung pasukan Barat yang bebas bergerak di darat dalam jumlah besarItu saja masih kacauBagaimana Libya yang hanya dibantu lewat udara?
Seperti juga Iraq dan Afghanistan dulu, tak ada kepemimpinan yang jelas dan kuat di kalangan pemberontak LibyaJadi, tiap-tiap pihak merasa berjasaApalagi, secara militer, kemenangan mereka sebenarnya bisa dibilang separo lebih karena faktor NATOMaret lalu, andai pesawat-pesawat NATO tak menghancurkan gerakan pasukan Kadhafi yang menuju markas Benghazi, pemberontak bakal habis(c11/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesawat Carter Jatuh di Arktik, 12 Tewas
Redaktur : Tim Redaksi