Saat fatwa rokok haram menjadi perdebatan akhir-akhir ini, Rumah Sakit (RS) Persahabatan di Jakarta melangkah lebih jauhHampir dua tahun ini RS itu menggalakkan Klinik Berhenti Merokok
BACA JUGA: Terapi Pecandu Nikotin di Klinik Berhenti Merokok RS Persahabatan Jakarta
Tim medis pengelola klinik punya cerita dalam membantu mengatasi pecandu rokok hingga yang kelas beratLaporan Nungki Kartikasari, Jakarta
SUASANA Gedung Griya Puspa di lantai dua Rumah Sakit Persahabatan siang itu terlihat cukup ramai
BACA JUGA: Uji Coba Sukses, Dapat Order untuk Demo di Depan Presiden
Puluhan pasien duduk menunggu giliran terapi di klinik yang berlokasi di Jalan Persahabatan, Jakarta Timur, tersebut.Selanjutnya, satu per satu di antara mereka masuk ke dalam Klinik Berhenti Merokok
BACA JUGA: Gaji Kurang Rp 6 Juta, Naik Alphard ke Kantor
Di sanalah tim dokter melayani dan menangani pasien.Wakil Ketua Tim Klinik Berhenti Merokok dr Agus Dwi Susanto M.Dmenuturkan, pasien memang tidak rutin datang setiap hariSebab, masing-masing pasien sudah memiliki jadwal"Biasanya, kami janjian dulu kapan mereka akan menjalani terapi," ujar pria 36 tahun itu.
Dia menceritakan, klinik tersebut sebenarnya tidak dibangun dan dibuat baru oleh RS PersahabatanSejak 1990, RS memang mencanangkan klinik tersebutHanya, kata Agus, saat itu RS hanya memberikan konseling tanpa bantuan obat-obatan"Juga, tidak ada tindak lanjut dari setiap konseling yang dilakukan," tutur bapak satu anak itu.
Setelah hampir 15 tahun beroperasi, klinik tersebut mulai tenggelamMenurut Agus, saat itu tidak ada pasien yang mendaftar untuk terapi"Mungkin saat itu mereka tidak melihat keberhasilan terapi yang dilakukan," katanya.
Pada 7 November 2008, pihak RS mengaktifkan kembali klinik tersebutSalah satunya, membentuk tim inti yang terdiri atas dua dokter umum, dua dokter spesialis paru, dan seorang dokter spesialis kejiwaan"Ada juga beberapa dokter spesialis lain yang bergabung dalam tim," ujar Agus
Tapi, keterlibatan para dokter tersebut hanya sementaraMereka akan diperlukan bila pasien membutuhkan perawatan untuk spesialisasi yang lain.
Selama dua tahun terakhir ini, tim tersebut telah menangani lebih dari 100 pasienAda dua macam pasien yang ditangani Klinik Berhenti MerokokPertama, pasien yang datang atas kemauan sendiri untuk berhenti merokokLalu, pasien yang saat itu kebetulan menjalani rawat inap karena penyakit yang diderita, antara lain, karena rokok
Selama menjalani terapi itu, tutur Agus, ada tiga macam pengobatan yang diberikanYakni, konseling, hipnoterapi, dan bantuan obatPria asal Kudus, Jawa Tengah, tersebut menjelaskan, sebelum pasien menjalani terapi dengan bantuan klinik, tim dokter menyiapkan beberapa persyaratan khusus"Mereka wajib menandatangani komitmen," tegasnya.
Komitmen dan kesepakatan resmi dari pasien itu diperlukan untuk memotivasi mereka supaya benar-benar berhenti merokok sesuai target"Dalam waktu tiga bulan, kami menargetkan pasien bisa melepas pengaruh rokok dalam hidup mereka," terang dokter spesialis paru itu.
Selanjutnya, setelah tidak lagi menyentuh produk tembakau bernikotin tersebut, jelas dia, pasien harus membubuhkan tanda tangan lagi di selembar spanduk khusus di dalam klinik"(Tanda tangan) itu bukti bahwa mereka benar-benar telah berhenti (dari rokok)," ucap Agus sambil menunjuk puluhan tanda tangan di samping ruang praktiknya.
Tidak ada paket biaya untuk berhenti merokok di klinik tersebutTapi, pasien harus merogoh kocek Rp 2 juta hingga Rp 2,5 jutaSetiap kali pertemuan, mereka membayar biaya terapi Rp 100 ribuPasien harus mengikuti sedikitnya lima kali pertemuan selama terapi.
Selain itu, pasien dibebani biaya pembelian obat penunjang untuk berhenti merokokSetiap bulan, biaya obat tersebut berkisar Rp 600 ribu"Obat itu membantu mengatasi efek secara fisik yang dialami pasien (karena berhenti merokok)," jelas Agus.
Selama menjalani terapi dan rehabilitasi, efek yang dialami pasien bisa bermacam-macamAgus mencontohkan efek psikologisnyaDi antaranya, perasaan gelisah, cemas, dan susah tidurEfek fisik yang biasanya dikeluhkan pasien, antara lain, pusing, mual, muntah, hingga pegal-pegal.
Terapi yang harus dijalani pasien sebenarnya cukup fleksibelAlumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) tersebut menjelaskan, jadwal pertemuan ditentukan berdasar kesepakatan
Menurut dia, pertemuan pertama biasanya hanya bersifat pengenalan pribadi dan penggalian masalah masing-masing pasien"(Pada pertemuan) yang kedua dan ketiga, harus mulai mengurangi rokok," katanya.
Anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) itu memberi dua pilihan kepada pasien yang masih sulit menghentikan kebiasaan mengisap rokokYakni, mengurangi rokok dari segi jumlah atau waktu"Bergantung pasien mau pilih yang mana," ucapnya.
Jika masih sulit juga berhenti merokok, lanjut dia, pasien akan dihadapkan pada dokter spesialis kejiwaan di klinik tersebut, yakni dr Tribowo TGinting SSpKjLantas, dokter yang akrab dipanggil Bowo itu akan memberikan hipnoterapi bagi pasien yang belum mampu berhenti merokok"Saya hanya memberi penyegaran pikiran, kalimat-kalimat positif saat mereka dalam keadaan transisi (sadar dan tidak sadar, Red)," ungkapnya.
Hipnoterapi sedikitnya berlangsung setengah jamMenurut Bowo, dalam kondisi tersebut, pasien lebih mudah dipengaruhi untuk berpikir positif"Tanpa sadar, mereka akan pulang dengan membawa pesan positif itu," jelas pria 33 tahun tersebut.
Mengawali proses hipnoterapi itu, dia mengajak pasien berdiskusiDia berupaya memberikan pengaruh melalui nasihat-nasihatnya"Hingga pasien tertidur pulas," terangnyaSaat tertidur itulah, kata dia, dirinya mengucapkan kalimat positif.
Beberapa di antara ratusan pasien yang berhasil berhenti merokok tetap menjalin komunikasi dengan BowoMereka tidak lagi menjalani terapi berhenti merokok, tapi berkonsultasi permasalahan lain di luar terapi"Terkadang, penyebab mereka merokok membayangi lagiUntuk itu, mereka butuh saran," ungkapnya.
Salah satu di antaranya dialami Gede Ery Patra TaroyanaPria 25 tahun itu merupakan salah seorang pasien yang berhasil mengatasi masalah kecanduan terhadap rokok melalui klinik tersebut"Semula, saya sudah beberapa kali terapi sendiri, tapi terus gagal," cerita alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Jakarta itu.
Ery mengaku saat ini kondisinya jauh lebih sehat daripada saat merokokSebelumnya, dalam sehari, dia menghabiskan sedikitnya sebungkus rokok"Kalau banyak bengong dan begadang, bisa lebihSampai tiga bungkus," ujarnya.
Beberapa kali dia melakukan terapi sendiriNamun, Ery hanya bertahan semingguSelanjutnya, dia merokok lagiDia menyatakan, kesulitan atau kendala yang paling berat untuk berhenti merokok adalah faktor lingkungan"Lihat semua teman merokok, kadang masih pingin," tuturnyaDia pun bersyukur kebiasaan itu akhirnya berhenti sama sekali(c5/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kikuk karena Anggota Syuriah Cium Tanggannya
Redaktur : Antoni