Persenjataan enam pesawat Sukhoi milik TNI selama ini ternyata tidak dipasok dari Rusia, produsen jet tempur tersebutTapi, pesawat itu memanfaatkan bom buatan sebuah industri berskala kecil di Kota Malang
BACA JUGA: Gaji Kurang Rp 6 Juta, Naik Alphard ke Kantor
Orang di balik industri bom itu adalah Ricky Hendrik Egam--------------------------------
Yosi Arbianto, Malang
-------------------------------
Dua bengkel teknik di Jalan Muharto, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, tersebut menjadi tempat produksi bom latih P-100
BACA JUGA: Kikuk karena Anggota Syuriah Cium Tanggannya
Itu termasuk jenis dropped bomb atau bom yang dijatuhkan dari pesawatBACA JUGA: Curi Kayunya, Sikat Batu Baranya
Dulu bengkel itu digunakan untuk membuat knalpot motor, reparasi mesin industri, serta pembuatan suku cadang bus.Sebelum dijadikan lokasi produksi bom, warga mengenalnya sebagai bengkel berbendera Raja KnalpotKini, warga nyaris tidak tahu bahwa bengkel tersebut membuat persenjataan pesawat tempur Sukhoi.
Sebuah bengkel seluas sekitar separo lapangan bola digunakan Ricky sebagai lokasi assembling dan finishing pembuatan bomBerbagai peralatan teknik terlihat di sanaMisalnya, beberapa jenis mesin bubut, mesin bor, peralatan las, hingga alat pengecatan dan balancing (keseimbangan)Di bengkel itu juga ada kantor serta tempat penyimpanan casing (selongsong) bom yang sudah jadi.
Satu bengkel lainnya, yang terletak di seberang bengkel tersebut, dijadikan lokasi pengecoran badan bomDi bengkel yang berukuran lebih kecil itu, Ricky membuat selongsong bom dari besi nodularDia juga membuat fin (penyeimbang atau ekor) dari besi ST-37, suslug (cantelan) dari baja VCN 45, tabung isian, nose (bagian depan bom), dan pelontar.
Minggu (28/3), 14 staf khusus presiden datang berkunjung ke sanaMereka melihat pembuatan bom yang bisa dipasang di jet tempur Sukhoi 27/30 dan pesawat standar NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) seperti F-5 tersebutMereka tertarik pada industri kecil yang bisa menopang kebutuhan alutsista (alat utama sistem persenjataan) dalam negeri itu.
"Terus terang, saya baru tahu kali iniPemerintah mestinya memberi perhatian, sehingga nanti bisa dikembangkan untuk industri pertahanan," ujar Purwatmojo, ketua rombongan staf khusus presiden bidang bantuan sosial dan bencana.Ada dua jenis bom yang dipabrikasi di bengkel sederhana tersebutYakni, bom latih P-100 biru dan bom P-100 L (life) hijau militerDimensi dua bom itu hampir samaPanjangnya 1.100 milimeter (1,1 meter); berat 100?125 kilogram; dan diameter 273 milimeterPanjang ekor (fin) sekitar 550 milimeter.
Bom warna biru hanya bisa mengeluarkan asap ketika dijatuhkan dan hidungnya menyentuh tanahAsap tersebut berasal dari gas TiCl2 (titanium dichlorida) yang dimasukkan dalam tabung di badan bomGas di dalamnya keluar karena tabung pecah saat membentur tanah.
Bom latih 100 kilogram itu digunakan sejak 2007 oleh pesawat tempur Sukhoi SU 27/30 di Skuadron 11 MakassarBom latih yang diproduksi CV Sari Bahari, perusahaan yang didirikan Ricky, tersebut merupakan hasil pengembangan Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI-AUSudah ratusan bom latih yang diluncurkan pesawat Sukhoi milik TNI.
Bom berwarna hijau militer bisa meledak karena diisi bahan peledakPengisian bahan peledak dilakukan di dua BUMNIS (badan usaha milik negara industri strategis)Yakni, di PT Pindad untuk jenis bahan peledak militer dan PT Dahana, Tasikmalaya, Jawa Barat, untuk jenis bahan peledak komersial"Kalau sudah diisi bahan peledak, bom langsung diangkut TNI-AU sebagai pengguna bom buatan kamiKami tidak memiliki izin untuk menyimpan bahan peledak," tutur Ricky.
Untuk bom P-100 L yang bisa meledak, dia telah melakukan uji coba statis dan dinamis pada 29 Desember 2009Uji coba berlokasi di AWR (air weapon range) Pandanwangi, LumajangBom dipasang di pesawat Sukhoi dan dijatuhkan pada ketinggian 4.500 feet (sekitar 1.371 meter)
Hasilnya, Dislitbang TNI-AU menilai trajectory (lintasan bom) P-100 L itu layak digunakan seperti halnya P-100 versi latih yang telah mendapatkan sertifikat kelaikan"Selesai uji coba tersebut, kami mendapat perintah untuk membuat 24 buah P-100 L yang akan digunakan dalam fire power demo bulan depan di hadapan Presiden SBY," ungkap Ricky.
Atas kepiawaiannya dalam pembuatan bom, Ricky pernah diundang dua kali oleh Tentara Udara Diraja Malaysia (TUDM)Bahkan, Malaysia memesan 1.000 unit P-100 L dan P-100Bom tersebut akan digunakan untuk latihan pengeboman 18 unit pesawat Sukhoi milik Malaysia.Selama ini, Sukhoi milik negeri jiran itu menggunakan dropped bomb jenis OFAB-50 buatan Rusia saat latihanTapi, bom tersebut tidak punya jenis latihSemua bisa meledakMalaysia, tampaknya, berhitung soal mahalnya biaya latihan bila terus-menerus menggunakan OFAB-100-120"Kalau dibanding biaya membeli bom latih ini, harganya satu banding lima," beber putra purnawirawan TNI-AL tersebut.
Profesi perancang sekaligus pembuat bom dilakoni Ricky penuh likuBanyak dinamika yang mewarnai perjalanan pria kelahiran Surabaya 50 tahun lalu tersebutItu bermula saat Ricky lulus kuliah dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, 1985.Saat itu, Ricky muda tak kunjung mendapat pekerjaanDia pun memutuskan berwirausaha dan mendirikan CV Sari Bahari yang bergerak dalam bidang perdagangan umumPada 1987, oleh salah seorang kenalannya, dia diajak mendaftar menjadi rekanan PT Pindad di Turen, Malang
Awalnya, Ricky tidak memasok barang yang terkait dengan peluru, persenjataan, atau peralatan teknikDia justru menyuplai barang-barang kebutuhan rumah tangga seperti kain pel, sapu, serta kayu untuk palet (alas barang).Aktivitas seperti itu dilakoni selama lebih dari lima tahun"Memasok barang itu juga melalui tender, MasKadang dapat, kadang tidak," ucap penggemar film kartun Tom & Jerry tersebut.
Selama menjadi rekanan Pindad itu, dia biasa berhubungan dengan tenaga ahli dari perusahaan luar negeri yang membantu di BUMN tersebutPara konsultan asing itu juga memasok spare part mesin-mesin milik PindadSebagian besar mesin Pindad memang harus diimporRicky pun bisa berbincang banyak dengan mereka karena dia andal berbahasa asing (Inggris).
Dari perbincangan itulah, dia mulai tahu banyak tentang seluk-beluk senjata, peluru, serta peralatan militerBerbekal banyak kenalan dan pengetahuan otodidak tersebut, Ricky lantas mencoba menjadi importer bagi Pindad
Awalnya, dia menjadi importer khusus barang-barang teknik yang berhubungan dengan mesin persenjataan"Setiap saat saya di sana (Pindad) dan kenalannya orang-orang militerMindset saya akhirnya juga tidak jauh dari senjata," tutur bapak tiga anak tersebut.Usaha impornya makin berkembangDalam perjalanan, bukan hanya Pindad yang menjadi klien RickyDia juga menjadi rekanan beberapa perusahaan yang masuk kategori BUMNISBarang-barang yang diimpor pun tak hanya berhubungan dengan persenjataanAda pula kunci mesin, alat ukur, mesin bubut, serta mesin lain.
Kenalan Ricky juga bertambahBahkan, dia akhirnya menjadi subdistributor perusahaan distribusi alat teknik milik salah seorang keluarga mantan Presiden B.JHabibieDari aktivitas itulah, penghobi segala jenis olahraga tersebut berkesempatan pergi ke JermanSaat itulah Ricky menyadari bahwa persenjataan di dalam negeri harus mulai diproduksiSebab, semua potensi bahan dan kemampuan adaPersenjataan tidak harus selalu diimporDia pun sempat mengikuti kursus persenjataan saat di Jerman"Saat itu, saya berpikir, mosok ngene ae gak iso nggawe (hanya begini kok tidak bisa membuat)," tegasnya.
Sepulang dari Jerman, Ricky mulai berpikir memproduksi alutsista bagi TNIPada 2005, dia bekerja sama dengan Dislitbang TNI-AUProyek pertamanya adalah meneliti dan membuat kepala roket latih kaliber 2,75 inci (warhead practice cal 2,75 inch PSB Smokey)Sebagian bahannya masih imporSetelah melalui beberapa penelitian, kepala roket latih itu pun sukses dibuat dan layak pakai.
Pada 2007, masih bersama Dislitbang TNI-AU, dia membuat bom latih untuk jet tempur Sukhoi 27/30Bentuk jadinya dinamai P-100Artinya, pengebom dengan berat 100 kilogram"Setelah beberapa kali percobaan, akhirnya suksesProduksi P-100 saat ini menggunakan modal sendiri," tutur RickyKini, bom P-100 versi latih digunakan para penerbang enam pesawat tempur Sukhoi milik TNISebagai informasi, sejak dibeli TNI-AU pada 2003, enam Sukhoi itu tidak pernah dipersenjatai karena keterbatasan anggaran pertahanan"P-100 ini kan awalKalau Tiongkok bisa, mengapa kita tidak bisa," ujarnya
Dalam waktu dekat, generasi P-100 dikembangkanDia punya konsep untuk membuat dropped bomb yang pintarYang dimaksud adalah sebuah bom P-100 (L) yang bisa menemukan sasaran sendiriKonsekuensinya, saat penembakan, ketinggian pesawat harus berada di atas 9.000 feet (2.743 meter).Bahan dasar smart bomb itu sama dengan P-100 (L)Besi nodular yang diolah sendiri dari bijih besi dan baja VCN bisa dibeli dari industri baja dalam negeriAlat GPS (global positioning system) pun mudah didapat
"Dropped bomb masih punya keunggulan dibanding misil (peluru kendali)Yakni, tidak ada panas yang bisa dideteksi radarKalau dropped bomb-nya pintar, untuk mengebom ke sasaran, pesawat tak usah masuk ke daerah lawanTahu-tahu bomnya datang ke sasaran," kata penggiat Komunitas Anak Kolong tersebut.Selain menyiapkan smart bomb, penggemar otomotif itu sudah membuat roket kaliber 2,75 inci yang dinamai folding fin rocket cal 2,75 inchBahan-bahan roket juga terdapat di dalam negeriTabung roket dibuat dari campuran beberapa jenis besiTermasuk, fin (ekor atau penyeimbang) bisa dirancang di dalam negeriRoket tersebut telah diuji coba ground to ground (darat ke darat) dengan daya jelajah 8 kilometer
Ricky menyatakan, roket tersebut juga cocok untuk sistem persenjataan air to air (udara ke udara) atau air to ground (udara ke darat)"Roket ini buatan sendiriTapi, untuk bahan pendorongnya, kami minta Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) yang mengisi," ucap pria berdarah Manado tersebut.
Selain itu, Ricky mengembangkan usaha membuat mounting stand gun cal5.56-12.7 milimeterAlat tersebut digunakan menyetel akurasi senapan milik TNISelama ini, untuk menyetel senapan saja, TNI harus menggunakan alat yang diimpor dari luar negeri"Kita sebenarnya bisa buat di dalam negeriJadi, mengapa harus impor?" tegasnya.
Ricky menyatakan sangat termotivasi untuk memproduksi persenjataan bagi TNIAlasannya, produksi persenjataan yang dilakukan 99 persen di dalam negeri sangat menguntungkan dari sisi pertahanan negaraSebagai anak mantan tentara, dia tahu bahwa kekuatan pertahanan bisa diketahui dengan mudah jika sebuah negara mengimpor senjata.
Sebaliknya, kalau industri di dalam negeri bisa memproduksi sendiri, negara lain tidak akan mengetahui kapasitas produksinyaLebih dari itu, dengan menggandeng industri kecil, pembuatan senjata lebih efisien dan bisa menyerap tenaga kerja dalam negeri
"Biayanya tentu lebih murah karena seluruh bahan dari dalam negeriBesi bisa dibeli dari pabrik, mesiu dibeli dari Dahana atau PindadTinggal pemantik bom (fuse) saja yang diimpor," kata penggemar buku fiksi ilmiah itu(c5/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menang Berkat Diare, Kunjungi Pasien Bawa Anak
Redaktur : Soetomo Samsu