jpnn.com, KOTIM - Kejaksaan Negeri Kotawaringin Timur (Kotim) resmi menahan mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kotim, Kalimantan Tengah, Jamaludin.
Jamaludin ditahan usai diperiksa terkait kasus pemalsuan 82 lembar sertifikat tanah, Jumat (23/03/2018).
BACA JUGA: Fahri Hamzah: Kuping Pemerintah Kurang Tebal
Dia diduga memerintahkan terbitnya 82 surat keterangan tanah (SKT) palsu untuk program inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (IP4T) tahun 2014 silam.
Surat palsu tersebut digunakan untuk penerbitan sertifikat dalam program tersebut. Jamaludin dijadikan tersangka dalam kasus itu.
BACA JUGA: Pak Kiai Ketua Umum MUI Bela Jokowi dari Tudingan Amien Rais
Dia dinilai menyalahgunakan jabatannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Setelah diperiksa sekitar dua jam, Jumat (23/3), Kejaksaan Negeri Kotim langsung menahannya.
Jamaludin terlihat syok. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Didampingi penasihat hukumnya yang ditunjuk kejaksaan, Darmansyah, Jamaludin yang menggunakan rompi jingga, digiring ke mobil tahanan di bawah pengawalan ketat aparat bersenjata lengkap.
BACA JUGA: Semoga Pak Amien Meralat Ucapannya daripada Bikin Malu Yogya
”Tersangka resmi kami tahan hari ini dalam kasus IP4T, jalan lingkar luar,” kata Ketua Tim Penyidik Datman Kataren didampingi Kasi Tindak Pidana Khusus Hendriansyah.
Menurut Datman, Jamaludin akan dititipkan di Lapas Klas IIB Sampit selama 20 hari ke depan sebagai tahanan penyidik kejaksaan. Dia resmi ditetapkan tersangka sejak pekan lalu.
”Jamaludin diperiksa sebagai tersangka kasus IP4T. Apakah ada kaitan dengan kasus lain nanti, penyidik masih bekerja,” kata Datman.
Dalam perkara itu, penyidik mengisyaratkan, akan menyeret tersangka lain. Tersangka dalam kasus itu baru dua orang, yakni Jamaludin dan Darmawi, mantan petugas ukur yang masih mendekam di rutan Palangka Raya karena kasus gratifikasi.
”Kami temukan indikasi pemalsuan surat tanah, pengukuran, peta bidang, dan sertifikat. Diduga ada intervensi dari (mantan) kepala BPN agar mengondisikan semuanya,” kata Datman.
Kepala Kejari Kotim Wahyudi mengatakan, kasus itu berawal dari program tahun 2014, BPN melaksanakan program IP4T. Anggaran yang dialokasikan sebesar Rp 279.750.000 dari APBN. Fulus ratusan juta tersebut sedianya untuk penerbitan sertifikat 750 bidang tanah.
Program tersebut diarahkan untuk tanah warga seluas sekitar 119 hektare di Kelurahan Baamang Barat, Kecamatan Baamang. Namun, pemilik bidang tanah tersebut hanya dua orang, sehingga dinilai terlalu luas untuk ikut program IP4T.
”Karena itu, agar dapat dimasukkan dalam program IP4T, Jamaludin (diduga) memerintahkan pemilik tanah memecahkan nama pemilik tanah tersebut dengan meminjam kartu tanda penduduk (KTP) warga,” katanya.
Pemilik tanah kemudian menjalankan instruksi itu. Setelah memperoleh fotokopi KTP tersebut, tersangka menyerahkan formulir Surat Pernyataan Penyerahan Tanah (SPPT) untuk ditandatangani pemilik KTP, yang seolah-olah bertindak sebagai pembeli atau pihak yang menerima penyerahan tanah.
”Setelah surat tersebut ditandatangani, kemudian diserahkan kembali kepada tersangka,” ujar Wahyudi.
Pemilik tanah yang telah diminta tersangka meminjam KTP warga, memerintahkan orang suruhannya meminjam fotokopi KTP orang lain dengan mengutamakan kerabat.
Setelah seluruh KTP terkumpul, SKT palsu sebanyak 82 bidang diterbitkan. SKT itu untuk pengajuan penerbitan sertifikat ke kantor BPN Kotim.
SKT palsu itu diserahkan langsung kepada tersangka. Selanjutnya diteruskan ke Kepala Sub Seksi Landre Form dan Konsolidasi Tanah untuk dimasukkan dalam program IP4T dan diinput pada aplikasi Geo-KKP (Komputerisasi Kantor Pertanahan) dalam Program IP4T.
”Setelah dimasukkan data pada aplikasi, diteruskan lagi ke Seksi Survei, Pengukuran, dan Pemetaan untuk ditindaklanjuti dengan melakukan pengukuran ke lokasi,” ujarnya.
Pengukuran 82 bidang tanah tersebut dilakukan seorang petugas ukur BPN. Parahnya, pengukuran itu tak disertai surat tugas dan tak dihadiri saksi-saksi sebatas. Akan tetapi, dalam gambar ukur puluhan bidang tanah tersebut, dibuat seolah-olah dihadiri dan ditandatangani saksi sebatas.
Selain itu, lanjut Wahyudi, tersangka membuat gambar ukur dan peta bidang palsu dengan mencantumkan nama penunjuk batas. Padahal, orang yang namanya dicantumkan sebagai penunjuk batas tidak pernah menunjukkan batas tanah yang dicantumkan dalam peta bidang tersebut.
Berdasarkan Buku Register Seksi Survei Pengukuran dan Pemetaan, dari 82 peta bidang tanah yang telah diterbitkan, sebanyak 74 peta bidang tanah diambil tersangka. Namun, peta bidang tanah yang merupakan hasil program IP4T tersebut, tidak diserahkan kepada orang-orang yang namanya tercantum dalam peta itu.
Menurut Wahyudi, orang-orang yang namanya tercantum dalam peta bidang tanah tersebut tidak pernah memiliki tanah, sebagaimana tercantum dalam peta bidang tanah hingga ditetapkan sebagai tersangka.
Tersangka dinilai melanggar Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam Pasal 9 UU 20/2001, disebutkan, pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku atau daftar untuk pemeriksaan administrasi, dipidana dengan penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan maksimal Rp 250 juta. (ang/ign)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPA: Yang Disebut Ngibul Itu Kementeriannya
Redaktur & Reporter : Budi