Terbukti Plagiat, Gelar Profesor Dicopot

Rabu, 24 Agustus 2011 – 19:30 WIB

JAKARTA--Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Djoko Santoso mengatakan, Guru Besar Universitas Riau (UNRI), Prof II, terbukti melakukan plagiarisme dalam membuat buku berjudul Sejarah MaritimBuku dimaksud merupakan jiplakan dari buku Budaya Bahari karya Mayor Jenderal (Marinir) Joko Pramono tahun 2005.

"Beberapa waktu lalu, saya sudah meminta Rektor UNRI untuk datang ke Jakarta guna menyelesaikan masalah tersebut

BACA JUGA: Kemendiknas Standarkan Tatib Sekolah

Menurut informasi yang ada saat ini,  guru besar yang tersangkut masalah ini dikenakan sanksi penurunan pangkat dan jabatan fungsional
Ini berat sanksinya," ungkap Djoko ketika ditemui di Gedung Kemdiknas, Jakarta, Rabu (24/8).

Berdasarkan analisa  dan melihat berbagai pertimbangan akademik, sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi, maka diusulkan bahwa yang bersangkutan dijatuhkan sanksi

BACA JUGA: Marak Intimidasi Senior ke Yunior, Tatib Sekolah Distandarkan

Hukumannya berdasarkan Pasal 12 Ayat (2) huruf (d)
Pasal itu berisikan hukuman penurunan pangkat dan jabatan akademik/fungsional

BACA JUGA: Segera Dibangun 8000 Ruang Kelas Baru

Kasus ini, dinilai ada kelalaian dan unsur kesengajaan yang bersangkutan dalam menerbitkan buku Sejarah MaritimApalagi buku itu dijual untuk umum.

Menurut Djoko, meskipun sanksi  yang terberat adalah diberhentikan, akan tetapi jika gelar  guru besar diturunkan jabatan fungsionalnya itu, maka tidak bisa disebut sebagai guru besar.  "Nah, kalau diturunkan seperti ini, maka bukan  Profesor lagiJadi tidak ada gelar apa-apa lagiMisalnya namanya Profesor A, maka sekarang namanya hanya A dan tidak pakai gelar Profesor lagiSelain itu, haknya juga menjadi turun satu level di bawahnya, atau menjadi Lektor Kepala," tukasnya.

Djoko menilai, tindakan plagiat yang dilakukan guru besar UNRI tersebut memang melanggarPasalnya, benar-benar hampir sama, dan hanya diganti judul dan nama penulisnya saja." Ya plagiat semua, plek plek itu, dia kan plagiat apakah sebagian atau seluruhnya sama aja," seru Djoko.

Mantan Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menjelaskan, kasus ini harus menjadi suatu pelajaran bagi semua pihak, di mana sejak anak-anak harus dibiasakan memiliki karakter yang baikSehingga, sejak dini sudah memiliki jiwa tidak suka mencontek dan menjiplak"Kalau dari kecil sudah terbiasa nyontek, maka ke depannya di dalam akademik bisa menjadi plagiatBahkan di birokrasi juga bisa menjadi koruptorOleh karena itu, sedini mungkin kita harus bisa menegakkan karakter baik dan selalu berpikir secara positif," imbuhnya.

Lebih lanjut Djoko menambahkan, ada beberapa cara yang wajib dilakukan  dalam menyusun suatu karya tulisSehingga, pada saat mengutip  suatu tulisan dari pihak lain, tidak dicap plagiatIa mencotohkan, misalnya kita  mengutip tulisan si AA, maka kita harus menyebutkan nama si AA di samping kalimat kutipan yang kita gunakan.

"Harus ditulis, namanya AA, penerbitnya apa dan tahun berapaKalau caranya begitu, tidak apa-apa dan sah-sah sajaGampang kokReferensi di halaman belakang lalu catatan kaki di bawahIntinya, menulis sumbernya, itulah tata cara menulis yang baik," tambah Djoko.

Hanya saja, Djoko menegaskan, masalah ini tidak termasuk ke dalam masalah kriminalHal ini disebabkan karena masih berada di lingkungan akademik"Masalah plagiat itu bukan kriminalDan untuk sanksi selanjutnya, secara resmi belum dilaporkan ke pusat (Kemdiknas)Maka nanti akan kita lihat lagi peraturannya, karena pemberian sanksi ini memang harus lebih hati-hati," ujarnya(Cha/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yayasan Trisakti Laporkan Hakim


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler