Teriakan Penumpang Menjelang Ajal Terbawa Mimpi

Senin, 08 Februari 2010 – 06:01 WIB
Nugroho Budi di ruang kerjanya. (foto: Agus Wirawan/Jawa Pos)

Mimpi Indonesia untuk memiliki laboratorium pembaca kotak hitam (blackbox) pesawat terkabulkan pada 17 Agustus 2009Kini Indonesia tak perlu lagi mengirimkan blackbox ke Australia, Amerika Serikat, atau Singapura

BACA JUGA: Waspadai Jika Bayi Menguning Lebih dari Dua Minggu

Sayang, baru satu orang yang bisa mengoperasikan peralatan canggih itu
Yakni, Nugroho Budi.

----------------------------------------    
AGUS WIRAWAN, Jakarta
----------------------------------------

Tujuh komputer menyesaki salah satu ruang Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) di lantai 7 Gedung Karya, Kompleks Kementerian Perhubungan, Jalan Merdeka Barat, Jakarta

BACA JUGA: Jangan Takut Donor, Liver Bisa Cepat Utuh Lagi

Ukuran ruangnya tak terlalu luas, hanya sekitar 4 x 4 meter
Dua layar komputer tampak menyala di sebelah kanan

BACA JUGA: Ayah Jadi Guru, Tak Cukup Uang Beli Albumin

Salah satunya menampilkan aneka grafik yang tak mungkin dimengerti orang awamBentuknya seperti gunung; bermula dari bawah lalu menanjak ke atas dengan kemiringan tertentu, kemudian flat (mendatar), lalu turun kembali mendatar di bawah.

"Ini grafik yang menceritakan perjalanan pesawat mulai saat mesin dihidupkan, bergerak di landasan, lalu take off, kemudian terbang beberapa saat, lalu kembali turun menyentuh landasan dan berhenti," ujar Nugroho Budi, peneliti laboratorium perekam penerbangan (flight recorder laboratory) KNKT di ruang kerjanyaPria kelahiran Malang 25 Juli 1960 itu tampak serius mengamati layar komputer

Jawa Pos yang telanjur memfoto-foto layar itu terpaksa merelakan gambarnya dihapus oleh NugrohoDia meminta maaf karena nama maskapai yang diteliti masih tercantum dalam layar komputerSaat itu Pak Nug (panggilan akrabnya) menganalisis kecelakaan pesawat yang terjadi beberapa waktu lalu.  Barulah Jawa Pos dipersilakan memotret kembali setelah nama maskapai dihilangkan"Di sini penuh data rahasiaTidak sembarang orang boleh masukAnda boleh masuk karena diantar Pak Tatang (Tatang Kurniadi, ketua KNKT, Red)," ucapnya.

Dia mulai menjelaskan makna grafik-grafik tersebutSebuah garis vertikal di layar komputer digesernya dari kiri ke kananKemudian muncullah angka-angka yang terus berubah mengikuti persinggungan (cross) dengan enam grafik yang ditampilkan di layar"Angka-angka ini yang bisa kita gunakan untuk mengetahui segala sesuatu yang terjadi dengan pesawat selama penerbangan," ungkapnya

Grafik paling awal adalah magnetic heading, bersatuan degrees (derajat), yang digunakan untuk menunjukkan arah pesawatSeperti halnya kompas, arah pesawat dihitung berdasar belokan terhadap arah utara yang dianalogikan sebagai nol derajatGrafis kedua adalah computed airspeed, berukuran knots, digunakan untuk mengukur kecepatan pesawatGrafik ketiga bertuliskan pressure altitude dengan ukuran feetIni menunjukkan ketinggian pesawat dengan skala 0- 40.000 feetDi bawahnya terdapat grafik vertical acceleration yang memakai ukuran g (gravitasi)Grafik ini digunakan untuk mengetahui berapa getaran pesawat sejak mesin dinyalakan, saat take off, terbang, hingga landing.

Perbedaannya, kalau grafik lain berbentuk garis tunggal yang bergerak lurus, grafik getaran berbentuk melebar dan mengecil, seperti alat pengukur gempa, seismograf"Semakin lebar ukurannya berarti getarannya makin hebat," tuturnya.

Saat Jawa Pos menanyakan grafik di layar yang menunjukkan getaran hebat saat pesawat menyentuh landasan (landing), Nugroho menjelaskan, hal itu bisa saja terjadi jika posisi turun salah atau terlalu tajamBuktinya, getaran yang terdeteksi lebih besar dari 1,4 g"Jika lebih dari itu, bisa jadi sudut turunnya yang terlalu tajam atau lainnyaItu harus kita tanyakan ke pilot, mengapa bisa begitu?" tambahnya.

Dua grafik terakhir menunjukkan kecepatan mesin pesawatHal ini ditandai dengan N1 Actual Engine (% rpm) untuk mesin kanan, dan N2 Actual Engine (% rpm) untuk mesin kiriParameter ini digunakan untuk mengetahui jika terjadi engine failed (mati mesin) saat terbang di udara"Sebetulnya ada beberapa parameter yang bisa diukur, 100 lebihTapi, yang paling penting kan enam ini, bergantung pada kebutuhannya," jelasnya.

Data-data penerbangan seperti itu bisa didapat dengan men-download FDR (flight data recorder) milik pesawat yang kecelakaanSelain FDR, KNKT membutuhkan data CVR (cockpit voice recorder), yaitu yang merekam pembicaraan di dalam kokpitKeduanya sering disebut sebagai blackbox (kotak hitam), meskipun sebenarnya warnanya kemerahanLantas mengapa disebut blackbox" "Itu karena di dalamnya tersimpan data yang masih rahasia dan misteri," terang Nugroho.

Meneliti blackbox bukan pekerjaan baru bagi NugrohoSelama 16 tahun bekerja di IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia), Nugroho merupakan enginering yang bertugas memastikan blackbox terpasang dan berfungsi dengan baik di pesawat yang menjadi kebanggan Indonesia; CN 235Nugroho juga bertanggung jawab untuk menganalisis kerusakan-kerusakan blackbox"Hanya dua orang di IPTN yang memiliki sertifikat blackbox, yaitu saya dan satunya lagi seorang teknisi," tuturnya.

Beruntung pada 1988, dirinya dikirim oleh IPTN untuk mengikuti Course of Flight Data Recorder dan Course of Cockpit Voice Recorder, Loral-Fairchild, Florida, Amerika SerikatPada 2002, suami Prima Hari Nastiti itu memutuskan keluar dari IPTN untuk bekerja secara freelance terkait dengan pengembangan elektrifikasi GPS (global positioning system) dan beberapa bendungan airAkhirnya KNKT memintanya bergabung pada awal 2009 lalu"Saya harus belajar lagi di KNKT-nya Australia (ATSB) selama enam bulan," ungkapnya.

Nugroho menjelaskan, blackbox merupakan alat yang otomatis menyala jika pesawat dihidupkanUmumnya alat itu diletakkan di bagian ekor pesawatAwak pesawat, seperti pilot, kopilot, atau pramugari tidak bisa men-setting agar blackbox tidak berfungsi"Mungkin ada pilot yang merasa disadap terus-menerus, tapi mereka tetap tidak bisa mematikan rekaman blackboxJadi, kalau ada pramugari dan pilot yang terlibat affair, pasti kita bisa tahu lewat rekaman pembicaraannyaTapi, tidak ada kok," kilahnya.

Mengenai rekaman itu, Nugroho menyebut perlunya membandingkan dengan setiap perubahan situasi penerbanganCVR terdiri atas empat channel rekaman suaraSaluran pertama berisi rekaman spare (cadangan), kedua berisi suara kopilot, ketiga suara pilot, dan terakhir suara mikrofon ke kabin"Ini merekam semua suara yang ada di pesawatKasetnya ada satu, tapi isinya empat jalur," tambahnya.

Masa rekaman setiap CVR itu ada yang 30 menit, ada juga yang 2 jamDulu, CVR menggunakan media rekaman tape magnetic (seperti tape)Tapi, seiring dengan perkembangan teknologi, kini sudah digunakan solid state (seperti flat digital)

Hal itu berbeda dengan FDR yang digunakan untuk membaca sensor-sensor di pesawatBerapa jumlah sensor" "Macam-macam, ada yang 64 parameter, 128, 255, bahkan ribuanBergantung pada pesawatnyaSemakin canggih semakin banyakJuga bergantung pada engine-nya," tuturnya.

Proses download data FDR dan CVR cukup mudahCukup mencolokkan kabel data seperti yang ada di komputer ke blackboxKomputer pertama memiliki kapasitas penyimpanan besar yang berguna untuk mengunduh dataProsesnya paling lama 30 menitData tersebut selanjutnya ditransfer ke komputer kedua yang memiliki software tingkat tinggi untuk menganalisis grafik dan suara"Untuk menganalisis, minimal butuh 2-3 hariTapi, proses konfirmasi ke vendor blackbox memakan waktu cukup lama," lanjutnya.

Berdasar aturan internasional, proses observasi blackbox itu diberi waktu minimal enam bulanSebabnya, banyak hal yang harus di-cross check dengan vendor pembuat blackboxMisalnya, mengenai rumus-rumus penulisan datanya"Itu perlu komunikasi via e-mail dan telepon, karena tiap pesawat berbedaBegitu datang, informasi tersebut baru dicocokkan dengan data yang adaFormatnya yang harus disesuaikanBukan karena software di sini yang kurang bagus," ucapnya

Nugroho sangat berhati-hati mengamankan semua data VCR pesawat yang ditelitiDia tidak ingin rekaman suara kecelakaan pesawat yang diteliti bocor ke masyarakat seperti yang terjadi pada Adam Air yang hilang di perairan Majene akhir 2006 silam"Taruhlah rekaman yang beredar itu benar, tapi itu kan melukai hati orang-orang yang ditinggalkanKita seharusnya merasakan perasaan mereka," tuturnya.

Dia menceritakan pengalaman pribadinya ketika kali pertama mendengarkan rekaman suara orang-orang yang mengalami kecelakaan pesawat"Saya berulang-ulang mendengar suaranya orang menjelang ajalKalau nggak jelas, saya ulang-ulangiPadahal, orangnya sudah meninggalSetiap teriakan penumpang harus saya catat, saya tulis buat laporanAnda bisa bayangkanKadang suasana itu terbawa dalam tidur sayaTapi, saya sadar inilah pekerjaan saya, seperti dokter forensik yang harus memegang mayat," katanya.

Mengenai data FDR, dia mengakui ada juga kemungkinan data di blackbox salahPenyebabnya, salah satu sensor tidak terpasang dengan baik"Seolah-olah ada blackbox, tapi kerjanya tidak benarIni kan kerjanya karena listrikMisalnya, dari 10 sensor yang terpasang, ada satu yang datanya tidak masuk atau tidak tersambung mungkin karena usia pesawatKalau data yang tidak masuk itu nggak penting, ya nggak masalahTapi, kalau penting, itu yang membuat lama proses analisisnya," tambahnya

Selama ini Indonesia mengirimkan blackbox pesawat yang kecelakaan ke luar negeri, seperti Amerika Serikat, Australia, atau Singapura, karena belum memiliki laboratorium sendiriPadahal, Indonesia merupakan negara yang memiliki ratusan jenis pesawatSelain proses pengiriman yang membutuhkan waktu, Indonesia juga tidak bisa meminta proses penyelidikan dipercepatMaklum, sesuai aturan internasional, bantuan seperti itu tidak boleh dipungut biaya"Nggak enaklah, kita minta mereka cepat-cepat menganalisis," ungkapnya

Alumnus Teknik Elektronika Universitas Brawijaya Malang 1985 itu menegaskan, hasil analisis blackbox yang dilakukan KNKT tidak boleh digunakan untuk menyalahkan siapa punMeskipun hasil yang didapat bisa jadi merupakan kesalahan operator maupun produsen pesawat"Intinya itu digunakan untuk dipelajari supaya tidak terjadi kecelakaan lagiKita keluarkan rekomendasi-rekomendasi saja," jelasnya.

Ketua KNKT Tatang Kurniadi mengungkapkan, peralatan yang dibeli KNKT termasuk yang paling murahTetapi, fungsinya tetap maksimalHarganya USD 250 ribu sekitar Rp 2,5 miliar dengan merek Flightscape buatan KanadaProduk itu dipilih karena digunakan oleh berbagai negaraTerakhir Indonesia mendapat hibah hardware dari Jepang dengan nilai berkisar Rp 3 miliarDepartemen Keuangan lantas menghapuskan pajak impor yang nilainya lebih dari Rp 1 miliar"Di ASEAN sekarang hanya Singapura dan Indonesia yang punya," jelasnya(nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tanpa Diterangkan, Masuk Langsung Kerjakan Soal


Redaktur : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler