jpnn.com - JAKARTA -- Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edi Nasution dan Panitera PN Jakarta Utara Rohadi sudah divonis bersalah menerima suap dalam dua kasus berbeda.
Namun, salah satu vonis itu tidak membuat jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi puas.
BACA JUGA: Begini Cara Polri Rebut Kembali Kepercayaan Masyarakat
Langkah banding ditempuh atas vonis yang diberikan kepada Edi Nasution, terdakwa suap penanganan perkara Lippo Group di PN Jakpus.
"Putusan Rohadi kami terima, tidak banding. Untuk Edi Nasution kami banding," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (16/12).
BACA JUGA: Masinton: Kami Akan ke Mabes Polri Tanya soal Kasus Eko
Seperti diketahui, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Rohadi.
Sang panitera terbukti menerima suap dari kakak pedangdut Saipul Jamil, Samsul Hidayatullah dan dua pengacaranya, Bertanatalia Ruruk Kariman serta Kasman Sangaji.
BACA JUGA: Sah! Polda Metro Cari Lokasi Baru untuk Sidang Ahok
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa 10 tahun penjara.
Sedangkan di hari yang sama, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 5,5 tahun penjara kepada Edi Nasution.
Edi juga didenda Rp 150 juta subsider dua bulan kurungan. Edi dinyatakan bersalah menerima suap Rp 150 juta dan USD 50 ribu mengurus tiga perkara di PN Jakpus.
Edi juga dinyatakan bersalah menerima gratifikasi. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan JPU KPK yang meminta Edi divonis delapan tahun penjara denda Rp 300 juta subsider lima bulan kurungan.
Febri mengatakan, untuk perkara Edi ada beberapa hal dalam dakwaan jaksa yang belum dikabulkan hakim. Termasuk bukti-bukti yang dikembalikan kepada terdakwa.
"Ada sejumlah uang sekitar USD 3000 SGD 1800 dan beberapa bukti lain yang menurut hakim tingkat pertama itu dikembalikan ke terdakwa," katanya.
Selain itu, kata Febri, ada juga dakwaan penerimaan suap Rp 1,5 miliar terhadap Edi yang tidak diterima hakim.
Karenanya dia menegaskan, akan menjadikan hal itu sebagai bahan mengajukan banding.
"Semoga di tingkat banding dengan argumentasi yang kuat, kita bisa mengembalikan agar semua dakwaan itu bisa terbukti," katanya.
Dalam amar putusan, hakim menilai Edy terbukti menerima Rp 100 juta untuk penundaan teguran (aanmaning) perkara niaga PT Metropolitan Tirta Perdana melawan PT Kymco sesuai putusan Singapura International Arbitration Centre (SIAC) yang diharuskan membayar ganti rugi USD 11.100. Edi juga menerima USD 50 ribu terkait pengurusan peninjauan kembali PT Across Asia Limited (AAL) yang diputus pailit oleh Mahkamah Agung melawan PT First Media.
Edy pun menerima uang dari salah satu kuasa hukum dari Law Firm Cakra & Co yaitu Austriadhy USD 50 ribu.
Edi juga terbukti menerima Rp 50 juga untuk pengurusan perkara Lippo Grup lainnya di PN Jakpus. Edi terbukti pula menerima gratifikasi Rp 10,35 juta, USD 70 ribu, SGD 9852.
Lebih lanjut Febri menjelaskan, KPK tidak mengajukan banding atas vonis Rohadi karena menganggap hukuman yang diberikan sudah maksimal.
"Untuk Rohadi divonis tujuh tahun dari tuntutan 10 tahun. Menurut tim jaksa hal tersebut cukup proporsional," katanya. Selain itu, lanjut dia, penyidik juga masih menangani perkara tindak pidana pencucian uang yang menjerat Rohadi. "Ini sedang berjalan," tuntasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pimpinan MKD Nilai Pemanggilan Eko Dinilai Tak Sesuai Prosedur
Redaktur : Tim Redaksi