jpnn.com - JAKARTA –Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengutuk keras aksi pembakaran Al-Qur’an di Swedia yang dilakukan politikus ekstrimis Rasmus Paludan.
Hidayat juga mendukung sikap keras Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri yang secara terbuka menyatakan penolakan kerasnya, serta berharap agar sikap tegas tersebut dibawa ke forum Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
BACA JUGA: Malaysia Kutuk Keras Tindakan Pembakaran Al-Qurâan di Swedia
Namun, HNW berharap Kementerian Luar Negeri RI tidak berhenti hanya dengan mengutuk aksi pembakaran Al-Qur’an yang merupakan tindakan ekstrim, intoleran, radikal dan bentuk nyata dari islamofobia yang dapat menciptakan kegaduhan.
Aksi pembakaran Al-Qur’an tersebut, menurut Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, bisa menggangu hubungan di banyak negara.
BACA JUGA: Amerika Insaf, Saatnya Muslim Bersatu Melawan Islamofobia
Bisa mengganggu hubungan timbal balik Swedia dengan negara-negara OKI maupun komunitas umat Islam.
“Al-Qur’an adalah kitab yang disucikan oleh seluruh Umat Islam di seluruh dunia. Karena itu, Pemerintah RI perlu lebih serius lagi menggalang sikap kebersamaan di forum OKI, agar gelombang penolakan terhadap tindakan intoleran, ekstrim dan islamofobia tersebut semakin besar dan semakin dapat mengkoreksi dan menghentikan,” ujar HNW melalui siaran pers di Jakarta, Senin (23/1).
BACA JUGA: Sudah Tahu Kapan Hari Melawan Islamofobia yang Ditetapkan PBB?
Menurut HNW, sudah saatnya OKI yang beranggotakan 57 negara, bersatu mengutuk, menolak dan menghentikan aksi pembakaran Al-Qur’an oleh ekstrimis garis keras Swedia, Rasmus Paludan, yang sepertinya dibiarkan oleh pemerintah Swedia dengan alasan kebebasan berekspresi.
Padahal, lanjut HNW, bila kebebasan berekspresi itu terkait dengan hak asasi manusia, maka berbagai putusan pengadilan HAM Eropa tegas membedakan antara kebebasan berekspresi dan menghina ajaran agama orang lain.
Misalnya, putusan tahun 2018 lalu, Pengadilan HAM Eropa di Strassbourg menyatakan bahwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW bukanlah kebebasan berekspresi.
“Tindakan Rasmus ini jelas-jelas menghina Nabi Muhammad dan ajaran agama Islam, tentunya hal itu jauh dari makna kebebasan berekspresi yang dibenarkan oleh akal sehat maupun Dewan HAM Eropa,” tegas pria kelahiran 8 April 1960 itu.
Panggil Dubes Swedia
Selain menggalang kerja sama dengan negara-negara OKI yang sudah nyatakan penolakan dan kutukan keras seperti Turki, Qatar, dan Malaysia, HNW mengatakan pemerintah Indonesia juga bisa memberikan tindakan yang lebih konkret dengan memanggil Dubes Swedia di Indonesia.
Langkah ini penting agar Umat Islam tidak terprovokasi, masalah lekas selesai dan tak terulang lagi.
“Apabila pemanggilan Dubes Swedia ini dilakukan segera dan diikuti oleh negara-negara OKI lainnya, tentu bisa menunjukkan kepada Pemerintah Swedia agar mereka menjaga hubungan yang baik dengan negara-negara OKI, dan tidak bermain-main dengan hal yang essensial bagi umat Islam, yakni penghormatan terhadap kitab Suci Al-Qur’an,” tukas Anggota DPR RI dari Dapil Jakarta II yang meliputi luar negeri ini.
Hidayat menambahkan, bahwa dasar untuk masyarakat internasional melakukan penggalangan penolakan tindakan pembakaran Al-Qur’an yang merupakan praktik islamofobia ekstrim, sangat kuat dan relevan.
Pasalnya, pada 15 Maret 2022 lalu, PBB sudah menetapkan hari tersebut sebagai hari internasional untuk menangkal islamofobia, dimana resolusi itu diterima dan diputuskan pada Sidang Umum PBB.
“Aksi membakar Al-Qur’an ini merupakan wujud nyata dari islamofobia ekstrim yang harus ditolak, tangkal dan perangi bersama-sama masyarakat internasional,” tegas HNW.
Oleh karena itu, lanjutnya, Kemenlu Indonesia perlu bergerak lebih konkret dengan menggalang kekuatan di OKI dan PBB juga lembaga keislaman internasional lainnya untuk membela Al-Qur’an dari segala teror dan tindakan yang intoleran seperti pembakaran Al-Qur’an ini.
“Sekaligus menunjukkan perlunya penyelamatan prinsip demokrasi agar tidak menjadi democrazy karena dirusak oleh ekstrimis intoleran, dan pentingnya menjaga toleransi dan harmoni dengan mengkoreksi islamofobia, sebagai bagian pelaksanaan dari resolusi PBB dan pembukaan UUD NRI 1945,” pungkas HNW. (sam/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu