jpnn.com, JAKARTA - Pembengkakan subsidi listrik bukan hal yang asing karena hampir terjadi setiap tahun.
Tahun lalu subsidi listrik juga naik dari Rp 45,37 triliun menjadi Rp 45,74 triliun.
BACA JUGA: 3 Penyebab Subsidi Listrik Bengkak Jadi Rp 59,99 Triliun
Tahun ini subsidi listrik membengkak menjadi Rp 59,99 triliun dari kuota APBN 2018 yang dipatok Rp 52,66 triliun.
Salah satu penyebab pembengkakan subsidi itu adalah keputusan pemerintah yang tidak menaikkan tarif listrik hingga 2019 guna menjaga daya beli masyarakat.
BACA JUGA: Rumah Sofyan Basir Digeledah, Ini Sikap Laskar PLN
Jika tidak ada penambahan subsidi, laba PLN terancam tergerus lantaran perusahaan setrum BUMN itu harus menanggung selisih biaya pokok penyediaan (BPP) listrik dengan harga jual bagi pelanggan listrik golongan 450 VA.
Pada 2017 lalu PLN hanya mampu mengantongi laba Rp 4 triliun.
BACA JUGA: KPK Geledah Kantor PLN, Pak Sofyan Basir Bilang Begini
Padahal, target laba yang dicanangkan PLN mencapai Rp 15 triliun.
Setiap ada kenaikan kurs Rp 100, PLN harus menanggung kenaikan beban biaya Rp 1,3 triliun.
Itu pun belum ditambah dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM).
’’Tahun lalu kami untung Rp 4 triliun walaupun kursnya rugi. Namun, kurs itu hanya pembukuan. Tidak ada kaitan cash out,’’ kata Direktur Keuangan PLN Sarwono, Kamis (19/7).
Untungnya, pemerintah membantu keuangan PLN dengan menetapkan harga domestic market obligation (DMO) batu bara maksimal sebesar USD 70 per ton.
Adanya kebijakan harga DMO batu bara untuk pembangkit USD 70 per ton mampu menghemat keuangan PLN sekitar Rp 100 miliar.
’’Yang pasti, dengan harga di-keep itu, kami lebih hemat,’’ ujar Sarwono. (vir/c7/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Legislator Golkar Terima Rasuah, Kantor Pusat PLN Digeledah
Redaktur : Tim Redaksi